Semarang, 7 Oktober 2015
118 arti dari angka 1 dan 2 adalah“Sangat Tidak Setuju” dan “Tidak Setuju”; sehingga, kondisi ini
mengindikasikan bahwa UKM cenderung untuk tidak setuju jika faktor tersebut dimasukkan sebagai faktor pendorong untuk penerapan teknologi bersih. Berdasrkan nlai rata-rata yang ditujukkan oleh setiap
faktor pendorong untuk skala usaha kecil dan skala usaha menengah, dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mendorong terwujudnya GM pada UKM Batik Kota Pekalongan adalah sama antara industri
batik skala kecil maupun industri batik skala menengah yaitu keuntungan finansial F1, nama baik UKM Batik F2, kepatuhan terhadap peraturan F4, kebutuhan rantai pasok F6, motivasi
internal F9 dan pesaing F11.
Selanjutnya, hasil pembobotan atas keenam faktor pendorong tersebut dengan menggunakan Fuzzy AHP dapat dilihat pada Tabel 6 berikut
Tabel 6 Hasil Pembobotan Faktor-faktor Pendorong utnuk Terwujudnya GM di Skala Usaha Kecil dan Menengah dengan menggunakan Fuzzy AHP
Faktor Bobot
Peringkat
Keuntungan Finansial F1 0,1796
3 Nama Baik UKM Batik F2
0,1842 2
Kepatuhan Terhadap Peraturan F4 0,0881
4
Kebutuhan Rantai Pasok F6 0,4182
1
Motivasi Internal F9 0,0691
5
Pesaing F11 0,0609
6 Berdasarkan hasil perhitungan bobot menggunakan Metode Fuzzy AHP, maka didapatkan hasil
bobot tertinggi pada Faktor Kebutuhan Rantai Pasok F6 dengan bobot sebesar 0,4182. Sedangkan untuk faktor keuntungan finansial, nama baik UKM Batik, kepatuhan terhadap peraturan, motivasi internal dan
pesaing masing-masing adalah 0,1796; 0,1842; 0,0881; 0,0691 dan 0,0609. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang menjadi prioritas adalah faktor kebutuhan rantai
pasok dan peringkat selanjutnya adalah faktor nama baik UKM Batik, keuntungan finansial, kepatuhan terhadap peraturan, motivasi internal dan peringkat terakhir adalah faktor pesaing.
b. Hasil Penyusunan Strategi untuk Memfasilitasi Terwujudnya GM
Berdasarkan hasil perhitungan bobot terhadap enam faktor pendorong terwujudnya GM pada UKM Batik Kota Pekalongan, diketahui bahwa faktor yang menjadi prioritas adalah faktor kebutuhan
rantai pasok. Rantai pasok yang terbentuk pada industri batik adalah aliran material atau Non Product Output
NPO ke industri lainnya seperti industri konveksi dan irigrasi sawah. Menurut Pelaksana Dinas Perindustrian dan Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Pekalongan, bahwa faktor kebutuhan rantai
pasok sangat membantu dalam mewujudkan GM pada industri batik, dengan adanya pengepul kain perca seperti industri konveksi dapat membantu industri batik dalam mengatur dan mengurangi NPO berupa
kain perca. Selain itu dengan adanya aliran rantai pasok kain perca, dapat mengurangi adanya polusi udara yang berasal dari pembakaran kain perca serta dapat menghasilkan keuntungan bagi UKM Batik itu
sendiri yang berasal dari penjualan kain perca kepada industri konveksi. Batik Faaro merupakan salah satu UKM Batik yang telah menjalin hubungan rantai pasok dengan pengepul kain perca, menurut
pemilik Batik Faaro, dengan adanya jalinan rantai pasok dapat mengurangi limbah kain yang mengendap di workshop dan mengurangi pembakaran kain perca setiap minggunya. Kain perca yang dilimpahkan
pada industri konveksi dapat diolah menjadi aksesoris atau hiasan pada sprei atau sarung bantal, tas, celemek dan sebagainya. Selain itu air sisa pencucian batik dapat dialirkan ke sawah yang dapat
digunakan sebagai proses perairan. Salah satu contoh industri batik yang telah menerapkan rantai pasok air limbah adalah Batik Nulaba, dimana pemilik Batik Nulaba berinovasi dalam air limbah yang
dihasilkan dari proses produksi batik. Air limbah akan ditampung pada IPAL sebagai proses awal dalam melakukan penjernihan air, dimana dalam IPAL air limbah sudah diberikan campuran urea, sehingga
ketika air dialirkan ke lahan sawah untuk irigasi, air tersebut sudah mengandung urea yang dapat menguntungkan juga bagi pihak kelompok tani sebagai proses pemupukan sawah.
Secara rinci, sejumlah usulan strategi yang dihasilkan dari Metoda Delphi yang berfokus pada terbentuknya jalinan rantai pasok antara UKM batik dengan industri lainnya dapat diuraikan sebagai
berikut: 1. Mengadakan sosialisasi kepada industri batik mengenai pentingnya rantai pasok yang dapat
mendorong terwujudnya Green Manufacturing melalui adopsi teknologi bersih. Sosialisasi mengenai Green Manufacturing pada industri batik merupakan strategi awal yang
dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menambah wawasan dan informasi kepada pemilik
Semarang, 7 Oktober 2015
119 industri batik. Pemerintah dapat memberikan informasi kepada industri batik mengenai teknologi
bersih apa saja yang dapat diterapkan pada proses produksi batik. 2. Melakukan pendataan industri konveksi atau industri rumah tangga yang membutuhkan bahan
atau kain perca dari industri batik. Pendataan industri konveksi atau industri rumah tangga penting dilakukan untuk mengetahui
jumlah industri konveksi yang membutuhkan kain perca dari industri batik. Dengan adanya pendataan industri konveksi dan industri batik, diharapkan pendistribusian kain perca dapat
berjalan sesuai dengan kebutuhan.
3. Mengadakan sosialisasi terhadap industri batik dan industri konveksi yang bertemakan rantai pasok, agar keduanya mempunyai wawasan bahwa dalam melakukan kegiatan rantai pasok kain
perca akan menghasilkan hubungan mutualisme. Bagi UKM wawasan mengenai rantai pasok masih kurang, khususnya industri kecil. Untuk
meningkatkan wawasan dan informasi pemilik industri batik, maka sosialisasi penting untuk dilakukan agar industri batik mengerti keuntungan-keuntungan apa saja yang didapatkan dari
kegiatan rantai pasok.
4. Memberikan fasilitas kepada industri batik dan industri konveksi dalam menjalin kemitraan antara industri batik dan industri konveksi sehingga rantai pasok antara keduanya dapat berjalan
secara optimal. Dengan adanya kemitraan antara industri batik dan industri konveksi, maka akan terjalin
hubungan mutualisme antara industri batik dan industri konveksi. Kemitraan yang terjalin antara kedua industri akan mendapatkan keuntungan, industri batik mendapatkan keuntungan dari proses
penjualan kain perca dan industri konveksi mendapatkan keuntungan dari segi pasokan kain perca yang selalu konsisten sesuai dengan kebutuhan.
5. Memberikan fasilitas dan dukungan kepada industri batik dan industri konveksi dalam pembuatan jaringan rantai pasok dengan cara melakukan pemetaan industri konveksi dan industri batik
sehingga rantai pasok dapat berjalan secara optimal. Pemetaan industri konveksi dan industri batik bertujuan untuk membuat alur rantai pasok,
sehingga pendistribusian kain perca dapat berjalan sesuai dengan jalur pendistribusian yang telah dibuat pada setiap wilayah dengan memperhitungkan jarak.
6. Memberikan dukungan dan wawasan kepada industri batik untuk mewujudkan rantai pasok air limbah dengan cara melakukan sosialisasi mengenai cara pembuatan dan pengelolaan IPAL.
IPAL merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran air di lingkungan sekitar UKM Batik Kota Pekalongan. Mengingat pentingnya peran IPAL dalam
mengurangi pencemaran lingkungan, maka industri batik harus dibekali dengan pengetahuan mengenai pentingnya IPAL untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekitar UKM Batik Kota
Pekalongan. Berdasarkan survey yang dilakukan pada UKM Batik Kota Pekalongan, diketahui bahwa setiap kawasan batik memiliki IPAL terpadu. Namun, menurut Staf Ahli Walikota dan
mantan Ketua Dinas Lingkungan Hidup Kota Pekalongan, maksimal 2 industri batik memiliki satu IPAL sederhana atau IPAL gravitasi yang terbuat dari pipa besar dengan lapisan batu-batuan
dan tanaman untuk menyaring air sisa proses produksi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kandungan kimia pada air limbah sebelum dialirkan ke IPAL terpadu. Dengan adanya sosialisasi
mengenai cara pembuatan dan pengelolaan IPAL diharapkan dapat membantu industri batik dalam pembuatan IPAL sederhana atau IPAL gravitasi sehingga penggunaan IPAL dapat berjalan
secara optimal.
7. Melakukan perhitungan kebutuhan IPAL untuk masing-masing kampung batik, agar rantai pasok air limbah dapat dilakukan disemua sentra batik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anandriyo dan Indah 2013, diketahui bahwa kebutuhan IPAL pada UKM Batik Kota Pekalongan pada masing-masing kecamatan adalah 29,
128, 52 dan 40 IPAL untuk Pekalongan Selatan, Barat, Timur dan Utara. Penelitian ini diharapkan dapat ditinjau ulang oleh pemerintah atau dapat dijadikan sebagai acuan dalam
melakukan perhitungan kebutuhan IPAL.
8. Mengadakan sosialisasi kepada industri batik dan kelompok petani Kota Pekalongan mengenai irigasi yang bersumber dari IPAL untuk tercapainya rantai pasok air limbah industri batik yang
dapat mendorong terwujudnya GM. Air limbah yang dihasilkan dari IPAL diindikasi telah bebas dari bahan kimia, hal ini diketahui
dari uji kelayakan air dengan menggunakan habitat ikan hias. Apabila ikan tersebut dapat bertahan hidup pada air yang dihasilkan IPAL, maka dapat dikatakan air limbah dapat dialirkan
ke lingkungan. Agar air tetap dapat bermanfaat bagi lingkungan, air limbah hasil IPAL dapat