PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI PROSIDING 2nd ACISE 2015

Semarang, 7 Oktober 2015 349 Penerapan Kasus Algoritma yang telah dibuat akan kemudian diterapkan pada 4 kasus yang diambil dari jurnal “Service Level Based Vehicle Routing Problem : Mathematical Models, Neural Network, and Operational Implications” Ri Xia, 2003 dengan berbagai kombinasi parameter yang telah ditentukan sebelumnya. Kasus yang pertama merupakan permasalahan kecil yang telah diketahui solusi optimalnya. Sementara kasus kedua hingga kasus keempat merupakan permasalahan Vehicle Routing Problem dengan 90 pelanggan. Ketiga kasus tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Kasus 1 Kasus 1 merupakan kasus yang digunakan untuk melakukan verifikasi terhadap program yang sudah dibuat. Kasus 1 terdiri dari delapan pelanggan yang masing-masing memiliki koordinat tersendiri. Hasil running program untuk kasus 1 dapat dilihat pada Tabel .1. sedangkan rute optimal yang didapatkan dari hasil running program dapat dilihat pada Tabel .2, hasilnya sudah sama dengan solusi optimal dari permasalahan dengan 8 pelanggan ini. Tabel 1 Hasil Running Program untuk Kasus 1 Parameter Replikasi Rata-rata iterasi ditemukan Waktu running F max A r 1 2 3 4 5 2 1 0.1 614 614 614 614 614 358 3:49 2 1 0.5 614 614 614 664 614 268 4:02 2 4 0.1 614 614 664 664 614 126 4:06 2 4 0.5 614 664 664 614 664 170 3:58 5 1 0.1 614 664 614 614 614 108 4:01 5 1 0.5 614 614 614 664 614 99 4:11 5 4 0.1 686 614 614 614 664 57 4:08 5 4 0.5 614 644 614 614 614 266 4:02 Tabel 2 Solusi Terbaik untuk Kasus 1 Kendaraan Rute Kendaraan 1 5-4-2-3 2 8-1-6-7 Kasus 2 Kasus 2 terdiri dari 90 pelanggan yang koordinatnya sudah dirancang sedemikian rupa sehingga keseluruhan pelanggan membentuk sebuah lingkaran. Hasil running program untuk setiap replikasi dan stimuli disertai dengan rata-rata waktu running dan iterasi saat solusi terbaik ditemukan dari kelima replikasi dapat dilihat pada Tabel .3. Sementara solusi terbaik yang didapatkan untuk kasus 2 dengan total waktu menunggu sebesar 18203. Pembagian rute untuk setiap kendaraan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3 Hasil Running Program untuk Kasus 2 Parameter Replikasi Rata-Rata iterasi ditemukan Waktu running F max A r 1 2 3 4 5 2 1 0,1 18534 18141 19079 19531 18203 3166 7:14 2 1 0,5 19670 20117 20272 20234 20509 2267 7:51 2 4 0,1 19164 20224 20142 20337 20962 1927 6:07 2 4 0,5 20076 19895 19252 19438 19708 3600 8:21 5 1 0,1 20202 20657 19624 18873 20087 2469 6:28 5 1 0,5 20429 19900 20218 20534 20822 2261 6:38 5 4 0,1 19508 19232 20161 19729 20433 2356 6:02 5 4 0,5 20169 19952 20238 20255 20108 2235 8:29 Tabel 4 Solusi Terbaik untuk Kasus 2 Kendaraan Rute Kendaraan 1 1-30-43-38-11-18-67-47-15-36-75-50-7-48-60 2 81-2-62-16-6-14-56-87-20 Semarang, 7 Oktober 2015 350 Kendaraan Rute Kendaraan 3 61-58-55-51-24-32-26-12-35-89 4 17-42-90-4-77-80-71-44-74-33-57-63 5 68-22-88-3-34-59-83-25-40-41-86-8-52-21-13 6 45-37-82-69-64-72-53-19-84-10-28-31 7 79-54-5-66-27 8 76-85-78-70-23-29-9 9 49-65-39-46-73 Kasus 3 Kasus 3 merupakan kasus yang terdiri dari 90 pelanggan dengan koordinat yang diatur sedemikian rupa sehingga berbentuk menyerupai busur. Hasil running program untuk setiap replikasi dan stimuli disertai dengan rata-rata waktu running dan iterasi saat solusi terbaik ditemukan dari kelima replikasi dapat dilihat pada Tabel .5. Sementara solusi terbaik yang didapatkan untuk kasus 2 dengan total waktu menunggu sebesar 21466. Pembagian rute untuk setiap kendaraan dapat dilihat pada Tabel .6. Tabel 5 Hasil Running Program untuk Kasus 3 Parameter Replikasi Rata-Rata iterasi ditemukan Waktu running F max A r 1 2 3 4 5 2 1 0,1 23390 23092 23705 23287 22541 3214 7:22 2 1 0,5 23461 22499 22431 23020 23747 2293 6:02 2 4 0,1 24055 22558 22729 22684 22812 2216 9:23 2 4 0,5 23710 23382 22262 21495 22939 1685 6:00 5 1 0,1 22732 22588 22530 22204 23881 2937 10:44 5 1 0,5 23437 22509 21466 23495 22393 1776 7:28 5 4 0,1 22956 22684 22282 24213 21934 1850 10:10 5 4 0,5 22497 22224 24136 22077 22283 1143 6:02 Tabel 6 Solusi Terbaik untuk Kasus 3 Kendaran Rute Kendaraan 1 54-10-49-58-44-61-51-1-39-8-7-83-33-40 2 52-84-13-45-16-48-11-35-30-71-24-87 3 36-62-34-38-86-76-23-29 4 41-25-37-50-90-17-21-57-20-2-64 5 68-73-65-42-15-22-32-14-12-47-43 6 55-4-63-66-53 7 5-26-72-88-6-18-27-77-70 8 74-46-69-9-80-3-89-56-60-75-59-78-82 9 31-85-19-79-28-67-81 Kasus 4 Kasus 4 merupakan kasus yang terdiri dari 90 pelanggan dengan koordinat yang diatur sedemikian rupa sehingga berbentuk menyerupai persegi panjang. Hasil running program untuk setiap replikasi dan stimuli disertai dengan rata-rata waktu running dan iterasi saat solusi terbaik ditemukan dari kelima replikasi dapat dilihat pada Tabel .7. Sementara solusi terbaik yang didapatkan untuk kasus 4 sebesar 22.652. Kendaraan dan rute kendaraan dapat dilihat pada Tabel .8. Tabel 7 Hasil Running Program untuk Kasus 4 Parameter Replikasi Rata-Rata iterasi ditemukan waktu running F max A r 1 2 3 4 5 2 1 0,1 25240 26062 24475 26138 25789 2581 8:07 2 1 0,5 25784 27078 25299 25902 27051 3257 6:02 Semarang, 7 Oktober 2015 351 Parameter Replikasi Rata-Rata iterasi ditemukan waktu running F max A r 1 2 3 4 5 2 4 0,1 26273 22652 26303 25058 25677 1779 9:40 2 4 0,5 25546 24405 26184 25098 26330 2997 10:11 5 1 0,1 25463 26190 26652 27265 25810 2440 7:27 5 1 0,5 26485 25129 25732 27206 25299 2743 5:58 5 4 0,1 24479 25261 25387 25683 25820 2292 10:48 5 4 0,5 25275 25449 27200 27144 25086 2148 9:34 Tabel 8 Solusi Terbaik untuk Kasus 4 Kendaran Rute Kendaraan 1 55-87-56-76-70-71-81 2 72-59-23-22-89-48-83-66 3 32-9-44-14-31-73-77-41-49 4 53-63-88-78-27-34-86-60-52-67-85-1 5 84-11-10-28-50-15-45-43-5-51-54-42-82 6 79-2-19-8-38 7 47-37-26-80-74-46-75 8 18-90-65-20-6-68-35-3-58-62-61-7-17-25-4 9 13-64-40-12-30-21-24-29-39-16-33-36-69-57 PENGUJIAN PARAMETER Pengujian parameter dilakukan dengan uji ANOVA dan dengan bantuan software SPSS dengan nilai α sebesar 5. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui parameter yang berpengaruh pada kasus 2 sampai kasus 4..Terdapat 7 hipotesa yang digunakan pada pengujian ANOVA yaitu: 1. Untuk parameter F max . H :Rata-rata nilai fungsi objektif pada setiap tingkat F max sama. H 1 :Rata-rata nilai fungsi objektif pada setiap tingkat F max tidak sama. 2. Untuk parameter kebisingan. H :Rata-rata nilai fungsi objektif pada setiap tingkat kebisingan sama. H 1 :Rata-rata nilai fungsi objektif pada setiap tingkat kebisingan tidak sama. 3. Untuk parameter pulse rate. H :Rata-rata nilai fungsi objektif pada setiap tingkat pulse rate sama. H 1 :Rata-rata nilai fungsi objektif pada setiap tingkat pulse rate tidak sama. 4. Untuk interaksi antara parameter F max dan kebisingan. H :Tidak ada interaksi antara parameter F max dan kebisingan. H 1 :Ada interaksi antara parameter F max dan kebisingan. 5. Untuk interaksi antara parameter F max dan pulse rate. H :Tidak ada interaksi antara parameter F max dan pulse rate. H 1 :Ada interaksi antara parameter F max dan pulse rate. 6. Untuk parameter kebisingan dan pulse rate H :Tidak ada interaksi antara parameter kebisingan dan pulse rate. H 1 :Ada interaksi antara parameter kebisingan dan pulse rate. 7. Untuk parameter F max, kebisingan, dan pulse rate. H :Tidak ada interaksi antara parameter kebisingan, pulse rate dan frekuensi maksimum. H 1 :Ada interaksi antara parameter kebisingan, pulse rate dan frekuensi maksimum. Bila nilai signifikansi dari pengujian dengan software lebih kecil dari α sebesar 0,05 berarti H ditolak. Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian ANOVA untuk kasus 2 sampai kasus 4 dapat dilihat pada Tabel 9 sampai Tabel 11. Tabel 9 Hasil pengujian parameter untuk Kasus 2 Parameter Signifikansi Kesimpulan F max 0.16 H tidak ditolak Kebisingan 0.274 H tidak ditolak Semarang, 7 Oktober 2015 352 Parameter Signifikansi Kesimpulan Pulse_Rate 0.005 H ditolak F max Kebisingan 0.039 H ditolak F max Pulse Rate 0.808 H tidak ditolak Kebisingan Pulse Rate 0.001 H ditolak F max Kebisingan Pulse Rate 0.005 H ditolak Tabel .10 Hasil pengujian parameter untuk Kasus 3 Parameter Signifikansi Kesimpulan F max 0.263 H tidak ditolak Kebisingan 0.594 H tidak ditolak Pulse_Rate 0.469 H tidak ditolak F max Kebisingan 0.579 H tidak ditolak F max Pulse Rate 0.928 H tidak ditolak Kebisingan Pulse Rate 0.93 H tidak ditolak F max Kebisingan Pulse Rate 0.996 H tidak ditolak Tabel 11 Hasil pengujian parameter untuk Kasus 4 Parameter Signifikansi Kesimpulan F max 0.333 H tidak ditolak Kebisingan 0.101 H tidak ditolak Pulse_Rate 0.234 H tidak ditolak F max Kebisingan 0.884 H tidak ditolak F max Pulse Rate 0.605 H tidak ditolak Kebisingan Pulse Rate 0.578 H tidak ditolak F max Kebisingan Pulse Rate 0.243 H tidak ditolak KESIMPULAN Berikut merupakan kesimpulan yang diambil oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian: 1. Service Level Based Vehicle Routing Problem telah diselesaikan dengan Bat Algorithm dan dapat memberikan solusi yang baik dapat dibuktikan dengan berhasil memverifikasi kasus kecil. 2. Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah kebisingan, pulse rate dan frekuensi maksimal. Parameter frekuensi maksimal dan kebisingan tidak memiliki pengaruh terhadap solusi yang dihasilkan oleh algoritma untuk semua kasus. Sementara itu, parameter pulse rate memiliki tidak pengaruh pada kasus 3 dan 4. DAFTAR PUSTAKA Ballou, R.H., 1999, Business Logistics Management, Prentice Hall, New Jersey. Bowersox, D.J., Cooper, M.B., 2002, Supply Chain Logistics Management, Michigan State Unersity, McGraw Hill . Chopra, S., Meindl,P., 2007. Supply Chain Management : Strategy, Planning, and Operation, 3 rd edition, Prentice Hall, New Jersey . El Hassani et al. 2008. A Hybrid Ant Colony System Approach for the Capacitated Vehicle Routing Problem and the Capacitated Vehicle Routing Problemwith Time Windows . Keith Oler, R. Webber, M., 1982.Supply Chain Management : logistics catches up with strategy. Mitsuo G, Runwei C., 1999. Genetic Algorithms Engineering Optimization. Pissinger, 2005.A General Heuristic for Vehicle Routing Problem. S. Ólafsson. 2006. “Metaheuristics,” in Nelson and Henderson eds.. Handbook on Simulation. Shapiro. J. F., 2000. Modeling the Supply Chain. Semarang, 7 Oktober 2015 353 Sunjaya. A. W, 2015. Penerapan Bat Algorithm untuk Menyelesaikan Probabilistic Travelling Salesman Problem . Talbi.E, 2009.Metaheuristics : From Design to Implementation. John Wiley and Sons. Xia Ri, 2003. Service Level Based Vehicle Routing Problem Mathematical Models, Neural Networks Heuristic and Operational Implications Xin-She Yang. 2010. A New Metaheuristic Bat-Inspired Algorithm, in: Nature Inspired Cooperate Strategies for Optimization NISCO 2010 Eds. J. R. Gonzalez et al., Studie sin Computational Intelligence, Springer Berlin, 284, Springer, 65-74. Xin-She Yang. 2013. Bat algorithm: literature review and applications, Int. J. Bio-Inspired Computation. Semarang, 7 Oktober 2015 354 PENERAPAN METODE THE STRUCTURE WHAT IF TECHNIQUE DAN BOW TIE ANALYSIS UNTUK PENILAIAN RESIKO OPERASIONAL PADA SAFETY MANAGEMENT SYSTEM BANDARA Bambang Purwanggono, Darminto Pujotomo, Sodli Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik – Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto, SH Tembalang Semarang 50239 Telp. 024 7460052 E-mail: b_purwanggonogmail.com, darminto_pujotomoyahoo.com, ie.sodli.stgmail.com ABSTRAK Penerapan safety management system di bandara berfungsi menjamin keamanan dan keselamatan dalam penerbangan. Dalam kegiatan operasional safety management system terutama pada daerah pergerakan pesawat tidak luput dari berbagai bahaya yang dapat menimbulkan berbagai macam resiko. Setiap resiko membutuhkan penilaian untuk melihat tingkat kekritisan dan mengetahui tindakan pengendalian yang dilakukan. Kegiatan penilaian resiko menggunakan konsep metode The Structure What If Technique dan Bow Tie Analysis. Kedua metode ini dapat memberikan hasil penilaian resiko yang baik karena metode ini tidak hanya berpedoman pada alur proses tapi juga mempertimbangkan penyimpangan dari operasi normal yang diidentifikasi dengan brainstorming dan inspeksi langsung kelapangan serta memberikan gambaran visual terhadap permasalahan yang ada. Berdasarkan penilaian resiko terdapat 12 resiko yang dianggap paling kritis dan diprioritaskan pengendaliannya yaitu: cracking, disintegration, kekesatan, perubahan permukaan konstruksi, gagal catu daya listrik, jetblast pesawat, paparan kebisingan, bahan dan barang berbahaya, aktivitas burung berlebihan, rusaknya peralatan pelayanan darat, kecelakaan pada daerah pergerakan dan penumpukan bagasi penumpang. Kata Kunci: Bahaya, Resiko, Penilaian Resiko, The structure what if technique, Bow tie analysis 1. PENDAHULUAN PT Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto Yogyakarta merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penerbangan di Indonesia. Mengingat pentingnya keamanan dan keselamatan dalam dunia penerbangan setiap bandara harus menerapkan safety management system. Hal ini berfungsi untuk menjamin bahwa aktivitas penerbangan dilaksanakan dengan mengedepankan faktor safety. Dalam pelaksanaan kegiatan operasional safety management system itu sendiri terdapat hazard yang dapat memicu munculnya berbagai macam resiko. Resiko yang ditimbulkan oleh hazard tersebut tentu akan sangat merugikan bagi perusahaan maupun pengguna jasa bandara karena dapat menimbulkan accident dan incident jika tidak dikelola dengan baik. Untuk itu dibutuhkan kegiatan risk assessment yaitu suatu kegiatan dimana setiap resiko yang ada dinilai tingkat kekritisannya. Risk assessment di bandara merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam penerapan safety management system. Melalui risk assessment ini dilakukan identifikasi resiko, penilaian resiko, evaluasi resiko dan pengendalian resiko operasional bandara. Manajemen resiko di bandara juga merupakan penerapan secara sistematis dari setiap kebijakan manajemen berupa prosedur, aktivitas dalam kegiatan pengidentifikasian resiko, penilaian resiko, penanganan resiko, serta pemantauan resiko. Adanya penerapan manajemen resiko pada bandara diharapkan sumber hazard yang menimbulkan resiko dapat diketahui, serta dilakukan penilaian terhadap resiko tersebut untuk mengetahui tingkat kekritisan resiko, sehingga pihak manajemen dapat mengambil tindakan pengendalain resiko tersebut baik yang bersifat prevention controls dan recovery controls. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jenis-jenis resiko yang ada pada kegiatan operasional safety management system di bandara khususnya pada daerah pergerakan pesawat apron, runway, taxiway, ground support equipment dan drainase dengan cara melakukan identifikasi resiko, menentukan nilai risk rating number pada semua resiko yang berhasil di identifikasi hal ini bertujuan untuk menyetahui dan melihat tingkat kekritisan dari setiap resiko yang ada. Penentian nilai risk rating number ini akan berpedoman kepada dua indicator penting yaitu severity dan frequency, selanjutnya menentukan tindakan pengendalian terhadap resiko yang paling kritis baik yang bersifat prevention controls dan recovery controls berdasarkan nilai risk rating number serta memberikan rekomendasi terhadap perusahaan. Semarang, 7 Oktober 2015 355

2. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan frame work dari metode the structure what if technique dan bow tie analysis. Metode the structure what if technique Veritas, 2009 merupakan sebuah metode identifikasi resiko yang memiliki sistem dan prosedur pada tingkat tinggi yang tidak hanya berfokus pada arus proses dan aktivitas kerja tetapi juga mampu mempertimbangkan penyimpangan dari operasi normal yang diidentifikasikan dengan brainstorming dan pendekatan langsung pada sumber bahaya dilapangan. Langkah pertama dari penggunaan metode ini adalah : 1. Menentukan objek penelitian atau sistem yang akan diamati yaitu kegiatan operasional safety management system khususnya pada daerah pergerakan pesawat yang meliputi apron, runway, taxiway, ground support equipment dan drainase. 2. Melakukan identifikasi resiko langsung kelapangan untuk mengetahui setiap resiko yang terdapat pada objek penelitian. 3. Melakukan penilaian resiko terhadap setiap resiko yang berhasil diidentifikasi di lapangan. Penilaian resiko akan menggunakan expert team. 4. Menentukan nilai risk rating number dari setiap resiko berdasakan dua indikator yaitu severity dan frequency. Dari hasil perkalian dua indikator tersebut nantinya akan didapatkan nilai risk rating number dari setiap resiko. Selanjutnya berdasarkan nilai RRN tersebut dapat diklasifikasikan setiap resiko tersebut masuk dalam resiko utamapaling kritis dan membutuhkan tindakan pengendalian secepatnya, prioritas resiko menengah, prioritas resiko rendah dan prioritas resiko paling rendah. Maragakis, 2009 Proses penilaian resiko pada metode the structure what if technique: Penentuan Nilai Severity Severity diukur berdasarkan tingkat keparahan kecelakaan yang terjadi dan dibagi ke dalam empat kategori seperti yang terdapat pada tabel 1 di bawah ini : Tabel 1 Tingkat Keparahan Bahaya Severity Description Category Score Definition Catastrophic I 4 Kematian dan kehilangan sistem Critical II 3 Luka berat, kecelakaan besar,cacat permanen Penyakit akibat kerja Kerusakan sistem yang berat Marginal III 2 Luka sedang yang membutuhkan perawtan kecil Penyakit akibat kerja Kerusakan sebagian sistem Neglicable IV 0.1 Luka ringan tidak terlalu parah Kerusakan sebagian kecil dari sistem Sumber : Desrianty, Hendro dan Gilang, 2012 Penentuan Nilai Frequency Frequency merupakan aspek yang menilai seberapa banyak potensi bahaya yang terjadi. Frekuensi terjadinya potensi bahaya dapat diklasifikasikan berdasarkan banyaknya bahaya itu terjadi pada sistem, yang dapat dilihat pada Tabel 2 : Semarang, 7 Oktober 2015 356 Tabel 2 Klasifikasi Frekuensi Bahaya Description Level Score Spesific Item Frequent A 5 Sering terjadi dan berulang Probable B 4 Terjadi hanya beberapa kali saja Occasional C 3 Terjadi kadang-kadang Remote D 2 Tidak pernah terjadi tetapi ada kemungkinan terjadi Improbable E 1 Tidak mungkin terjadi dan dapat diasumsikan tidak pernah terjadi Sumber : Desrianty, Hendro dan Gilang, 2012 Penentuan Risk Rating Number Untuk menentukan besarnya nilai dari risk rating number dapat dirumuskan seperti dibawah ini : RRN = Severity Frequency Selanjutnya untuk melihat tingkat keparahan dari risiko setelah dilakukan perhitungan risk rating number dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini : Tabel 3 Peta Prioritas Risiko Risk Rating Number Tingkat Resiko 0.1 – 0.3 Prioritas resiko paling rendah 0.4 – 4.0 Prioriras resiko rendah 6.0 – 9.0 Prioritas resiko menengah signifikan ≥ 10 Prioritas resiko utama tindakan secepatnya Sumber : Desrianty, Hendro dan Gilang, 2012 Kemudian setelah nilai risk rating number dari setiap resiko diketahui maka resiko yang digolongkan pada kategori resiko utama kritis akan dianalisis lebih lanjut menggunakan frame work dari metode bow tie analysis. Metode bow tie analysis merupakan sebuah metode diagramatis untuk menggambarkan dan menganalisis jalur suatu resiko dari penyebab hingga dampaknya. Melalui analisis bow tie ini nantinya akan mampu memberikan pemahaman yang lebih nyata terhadap permasalahan yang ada pada sistem karena di dalam analisis bow tie mampu memberikan gambaran visual yang mudah dipahami dan dimengerti dengan cepat seperti yang divisualkan pada gambar 1 di bawah ini Aqlan, 2013: Safety Event 1 Threat Escalation Factor Safety Event 4 Threat Safety Event 3 Threat Safety Event 2 Threat Control Control Control Control Control Hazard Control Control Control Control Control Control Control Control Control Potential Outcome Potential Outcome Potential Outcome Potential Outcome Escalation Factor Control Control PREVENTION CONTROLS RECOVERY CONTROLS Barriers Mitigation Gambar 1 Bow tie Diagram Sumber : Book, 2007 Tahapan terakhir adalah memberikan rekomendasi terhadap perusahaan berdasarkan hasil analisis dari kedua metode analsis resiko diatas yang nantinya akan bermanfaat dalam upaya untuk pengendalian resiko pada kegiatan operasional dari safety management system bandara terutama pada daerah Semarang, 7 Oktober 2015 357 pergerakan pesawat apron, runway, taxiway, ground support equipment dan drainase yang menjadi objek penelitian ini.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Risk Assessment Identifikasi Resiko Berdasarkan hasil dari identifikasi resiko terdapat 52 jenis resiko pada daerah pergerakan pesawat apron, runway, taxiway, ground support equipment dan drainase. Analisis Resiko Pada tahapan analisis resiko ini akan dilakukan penilaian masing-masing resiko yang telah didapatkan pada tahap identifikasi resiko sebelumnya. Penilaian resiko akan dilakukan berdasarkan dua indikator penting yaitu severity dan frequency. Dimana frekuensi merupakan aspek yang menilai seberapa banyak potensi bahaya yang terjadi sedangkan severity merupakan seberapa besar dampak bahaya yang diakibatkannya. Penentuan nilai severity dan frequency akan berpedoman kepada prinsip kerja dari metode The Stucture What If Technique dan penilaian ini akan dilakukan oleh expert team seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Evaluasi Resiko Evaluasi resiko merupaka suatu kegiatan membandingkan tingkat resiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu menentukan tingkatan risiko yang ada untuk dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat resiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian dan sebaliknya jika resiko itu tinggi maka dibutuhkan prioritas pengendaliannya. Tabel 4 Penilaian Resiko Berdasarkan Metode the Structure What If Technique No Resiko Severity Frequency Risk Rating Number Nilai Kategori Nilai Kategori 1 Kebakaran pada saat pengisian bahan bakar 3 II 1 E 3 2 Keselamatan penumpang di daerah apron 2 III 3 C 6 3 Tumpahan bakar bakar 3 II 3 C 9 4 Jetblas pesawat terbang 4 I 3 C 12 5 Penumpang memasuki daerah yang terlarang 3 II 2 D 6 6 Penumpang masuk pada pesawat yang salah 0.1 IV 1 E 0.1 7 Penumpang dapat terhisap kedalam mesin pesawat 4 I 2 D 8 8 Adanya bahan dan barang berbahaya 2 III 4 B 8 9 Tabrakan sayap pesawat di parking stand 3 II 3 C 9 10 Paparan kebisingan 2 III 5 A 10 11 Aircraft docking guidance 2 III 2 D 4 12 Masuknya kendraan lain atau pesawat lain ke lokasi pergerakan pesawat 0.1 IV 1 E 0.1 13 Masuknya manusia ke daerah pergerakan pesawat 2 III 2 D 4 14 Adanya hewan liar pada daerah pergerakan 2 III 2 D 4 15 Garis marka yang tidak jelas 0.1 IV 3 C 0.3 16 Lighting system tidak berfungsi 2 III 3 C 6