METODOLOGI PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN

Semarang, 7 Oktober 2015 149 Berdasarkan data yang diperoleh pada survey awal, selanjutnya disusun kuesioner penelitian lanjutan untuk menggali informasi mengenai faktor yang menentukan tingkat kesulitan pekerja dalam membuat produk bordiran dan sulaman. Rekapitulasi hasil kuesioner mengenai faktor yang menentukan tingkat kesulitan pekerja dalam membuat produk bordiran dan sulaman ditunjukkan seperti pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Rekapitasi faktor penentu tingkat kesulitan No Faktor Sub Faktor 1 Jenis Kain 1. Organdi 2. Sutra 3. Katun 4. Taveta 5. Foal 6. Tissue 7. Hero 2 Warna Kain 1. Gelap 2. Terang 3. Lembut Soft 3 Jenis Sulaman 1. Suji Caia 2. Suji Kapalo Samek 3. Terawang 4. Rantai Biaso 5. Rantai Sau 4 Motif Sulaman 1. Mawar 2. Anggrek 3. Dahlia 4. Tulip 5. Serunai 5 Variasi Warna Benang 1. 1 warna 5 turunan 2. 1 warna 4 turunan 3. 1 warna 3 turunan 4. 1 warna 2 turunan 5. 1 warna 1 turunan Kemudian dari hasil kuesioner yang diperoleh maka dilakukan pengumpulan data untuk kebutuhan penentuan bobot tertinggi dari faktor penyebab tingkat kesulitan dengan metode AHP. b Hasil dan Pembahasan Untuk mempermudah proses perhitungan dan analisa data, maka tahapan pengolahan data pada penelitian ini menggunakan bantuan Software Expert Choice versi 11. Data yang diinput adalah data hasil kuesioner yang diisi oleh pengrajin produk bordiran yang telah memiliki 15 orang pekerja anak jahit. Langkah awal dari pengolahan data adalah dengan membuat struktur hirarki dengan tujuan penentuan faktor tingkat kesulitan produk bordiran dan sulaman. Kemudian dilakukan pengisian dan analisa data berdasarkan hasil kuesioner. Berikut ini disajikan contoh dari pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan Software Expert Choice versi 11. Semarang, 7 Oktober 2015 150 Gambar 3. Contoh pengisian kuesioner matriks berpasangan Gambar 4. Contoh perhitungan inconsistensi rasio Gambar 5. Hasil perhitungan bobot tertinggi Semarang, 7 Oktober 2015 151 Gambar 6. Grafik analisa sensitifitas Rekapitulasi hasil pengolahan data menggunakan metode AHP ditunjukkan seperti pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Rekapitasi hasil pengolahan data No Faktor Persen Bobot Sub Faktor Persen Bobot 1 Jenis Kain 40,4 1. Organdi 2. Sutra 3. Katun 4. Taveta 5. Foal 6. Tissue 7. Hero 30,5 25,5 12,1 7,9 2,4 12 9,6 2 Warna Kain 26,9 1. Gelap 2. Terang 3. Lembut Soft 75,9 17,2 6,8 3 Jenis Sulaman 13,1 1. Suji Caia 2. Suji Kapalo Samek 3. Terawang 4. Rantai Biaso 5. Rantai Sau 44,3 20,2 16,7 10,4 8,4 4 Motif Sulaman 5,1 1. Mawar 2. Anggrek 3. Dahlia 4. Tulip 5. Serunai 17,5 11 5,2 32,6 33,8 5 Variasi Warna Benang 14,5 1. 1 warna 5 turunan 2. 1 warna 4 turunan 3. 1 warna 3 turunan 4. 1 warna 2 turunan 5. 1 warna 1 turunan 43,3 23,8 17,8 10,2 5 Berdasarkan rekapitulasi hasil pengolahan data pada Tabel 3 tersebut diketahui bahwa faktor jenis kain yang digunakan memberikan bobot prioritas tertinggi yaitu sebesar 40,4 sebagai faktor yang Semarang, 7 Oktober 2015 152 menyebabkan kesulitan dalam menyulam. Perbedaan jenis kain umunya dapat dilihat dari serat kain dan tebal tipis kain yang digunakan. Faktor berikutnya adalah warna kain yaitu sebesar 26,9. Dalam hal ini warna kain dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu gelap, terang dan lembut soft. Warna kain yang gelap cenderung dirasakan lebih sulit dibanding warna terang dan lembut dikarenakan mata harus dipaksa lebih fokus ketika proses bordiran dan sulaman dilakukan. Akibatnya mata menjadi cepat lelah. Faktor dominan ketiga adalah disebabkan karena variasi warna benang yang digunakan yaitu sebesar 14,5. Semakin banyak variasi benang yang digunakan, maka proses bordiran dan sulaman menjadi lebih sulit. Bahkan untuk jenis sulaman suji caia diperlukan teknik pengulangan dan jumlah benang yang banyak untuk mendapatkan sulaman dengan kualitas yang lebih baik. Adapun faktor jenis sulaman yang dihasilkan ternyata tidak terlalu menjadi faktor prioritas dalam menentukan tingkat kesulitan terhadap produk bordiran dan sulaman yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kemampuan dan keterampilan pekerja anak jahit yang diperoleh secara turun temurun serta umumnya telah bekerja dalam jangka waktu yang lama. Serupa halnya dengan faktor jenis sulaman, maka faktor motif sulaman juga tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat kesulitan dalam membuat produk bordiran dan sulaman. Keterbatasan kemampuan untuk menghasilkan desain motif baru masih dirasakan oleh pekerja. Mereka umumnya hanya mengandalkan kemampuan yang dimiliki secara turun temurun tersebut. Oleh karena itu motif sulaman pada produk bordiran dan sulaman dari Kecamatan Ampek Angkek cenderung tidak banyak mengalami perubahan.

9. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesulitan dalam membuat produk bordiran dan sulaman dipengaruhi atas beberapa faktor. Tingkat kesulitan yang beragam disebabkan karena banyaknya variasi jenis produk yang harus dihasilkan oleh pekerja untuk memenuhi keinginan konsumen yang berbeda-beda. Penelitian ini memberikan hasil bahwa tingkat kesulitan dominan disebabkan oleh faktor jenis kain sebesar 40,4, warna kain sebesar 26,9 dan variasi warna benang sebesar 14,5. DAFTAR PUSTAKA Cohen. L., 1995. Quality Function Deployment: How to Make QFD Work for You, Addison Wesley Publishing Company, Massachusetts. Kecamatan Ampek Angkek Dalam Angka, 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam. Razni, Dewi dan Mity J Juni. 2010. Sulam, Tenun, dan Renda Khas Koto Gadang, Yayasan Kerajinan Amai Setia Kotogadang, Dian Rakyat. Saaty, Thomas L., 1991. Pengambilan Keputusan: Bagi Para Pemimpin, Seri Manajemen No. 134, PT Pustaka Binaman Pressindo Setiawati, Lestari, dan Yesmizarti Muchtiar., 2014. Penentuan Keinginan Konsumen untuk Produk Bordiran dan Sulam Tangan Kecamatan Ampek Angkek , Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri 2014, BKSTI, Bukittinggi. Wacik, Triesna Jero., 2013. Adikriya Sulaman Indonesia, Jakarta. Semarang, 7 Oktober 2015 153 KEBUTUHAN PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA MENDUKUNG INDUSTRILISASI KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN STUDI KASUS PROPINSI JAWA TENGAH THE DEVELOPMENT NEEDS OF INDONESIA NATIONAL STANDARD SNI SUPPORTING FISHERIES COMMODITIES INDUSTRIALIZATION CASE STUDY IN CENTRAL JAVA PROVINCE Ary Budi Mulyono Puslitbang Standardisasi – Badan Standardisasi Nasional Jl. M.H Thamrin No.8 Jakarta Pusat Telp. 0213927433 Fax. 021 3927422 E-mail: arybudibsn.go.id ABSTRAK Dengan melihat potensi dan keunggulan yang dimiliki, Indonesia termasuk kategori negara maritim. Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi potensial yang memiliki hasil perikanan yang melimpah. Dalam mendukung daya saing produk perikanan maka diperlukan standardisasi. Selain itu, pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN ASEAN Economic Community yang akan segera dilakukan, juga akan membuat produk-produk dalam negeri harus bersaing dengan serbuan produk- produk impor yang masuk ke Indonesia. Produk hasil industri pengolahan komoditas unggulan perikanan dari Jawa Tengah yang memiliki mutu produk baik, tidak seharusnya kehilangan daya saing akibat tak adanya standardisasi. Untuk mendukung perdagangan dan peningkatan daya saing produk olahan komoditas perikanan dari Jawa Tengah, maka perlu disiapkan standar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi SNI serta kebutuhan pengembangan SNI untuk komoditas unggulan sektor perikanan Jawa Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka dengan analisa deskriptif. Berdasarkan kriteria penentuan untuk komoditas unggulan sektor perikanan daerah Jawa Tengah Analisa Location Quotient, didapatkan komoditas unggulan untuk sektor perikanan yaitu ikan bandeng, ikan nila, kepiting, ikan lele dan ikan gurame. Hasil identifikasi ketersediaan SNI didapatkan sejumlah 66 SNI untuk 5 komoditas unggulan sektor perikanan. Perlu dilakukan pengembangan SNI untuk mendukung industri produk olahan kepiting yaitu crab cake. Perlu juga dilakukan kaji ulang terhadap 33 SNI dikarenakan tahun penetapan SNI telah melebihi batas waktu tahun untuk dikaji ulang. Dengan adanya pengembangan standardisasi untuk komoditas unggulan sektor perikanan di Jawa Tengah, diharapkan industrilisasi produk olahan hasil perikanan dapat lebih ditingkatkan. Kata kunci : Standar Nasional Indonesia, komoditas unggulan, industrialisasi, sektor perikanan ABSTRACT Based on the potential and advantages, Indonesia is a maritime country category. Central Java is one potential provinces that have abundant fishery products. Standardization need to support the competitiveness of fishery products. Because of AEC ASEAN Economic Community, it will also make the products in the country have to compete with the invasion of imported products into Indonesia. Superior fishery commodities obtained by industry of Central Java which has a good quality product, it should not lose its competitiveness due to the lack of standardization. To support trade and increasing the competitiveness of products, standards need to be prepared. This study aims to identify the SNI and SNI development needs of the fisheries sector for the main commodity Central Java. The method used is literature study with descriptive analysis. Based on the criteria for determining main fisheries commodity in Central Java Location Quotient Analysis, obtained main commodity for the fisheries sector ; milkfish, tilapia, crab, catfish, and gurame. Results obtained availability of SNI for 5 superior commodity for fisheries sector are 66 SNI. The development of SNI needs to be done to crab cake. There are 33 SNI need to be reviewed because it’s over imit time for SNI review review once in five years after SNI established. With standardization development of superior fisheries commodity in Central Java, fishery products industrialization can be further improved. Keywords : Indonesia National Standard, superior fisheries commodity, industrialization, fisheries sector Semarang, 7 Oktober 2015 154

1. PENDAHULUAN

Sebagai negara yang sebagian besar wilayahnya merupakan lautan, Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar sebagai negara pengembangan sektor perikanan yang besar. Data yang berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan total produksi perikanan di Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun 2012 menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 15,06 . Trend produksi perikanan sudah memperlihatkan kecendrungan peningkatan dari mulai tahun 2003, dengan kenaikan rata-rata tahun 2003-2012 sebesar 11,29. Data yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2012 juga menunjukkan ekspor produk perikanan juga mengalami kenaikan yang signifikan sejak tahun 2003 yang mencapai peningkatan 5 Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013. Konsumsi produk perikanan di indonesia juga menunjukkan kenaikan rata-rata dari tahun 2008 sampai tahun 2012 sebesar 4.89 Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Angka konsumsi produk perikanan ini juga memberi andil bagi pengembangan sektor perikanan. Propinsi Jawa Tengah adalah propinsi yang memiliki garis pantai 791,76 km yang tediri dari panjang pantai utara 502,69 km dan pantai selatan 289,07 km. Dari data tahun 2008 sampai tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jawa Tengah merupakan propinsi di pulau Jawa dengan jumlah nelayan perairan laut dan perikanan dengan jumlah kenaikan rata-rata nya sejumlah 6,44 menduduki peringkat pertama di pulau Jawa dan peringkat kelima di Indonesia. Pada tahun 2012, volume produksi perikanan tangkap di wilayah Jawa Tengah menduduki peringkat pertama dengan volume 19.466 ton dan volume produksi perikanan budidaya sejumlah 261.736 ton Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013. Dalam perdagangan produk di negara ASEAN, negara-negara ASEAN telah menyepakati terbentuknya sebuah pasar tunggal ASEAN yang akan diberlakukan pada akhir tahun 2015. Hal ini akan menyebabkan perdagangan arus barang keluar masuk dalam negara ASEAN akan menjadi lebih terbuka. Indonesia sebagai negara ASEAN yang memiliki jumlah penduduk 255 Juta jiwa pada tahun 2015, akan menjadi pasar yang potensial bagi produk-produk negara ASEAN lainnya. Untuk menjamin mutu dan meningkatkan daya saing produk perikanan maka diperlukan standar. Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihakPemerintah keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya UU Nomor 20 Tahun 2014. Standar yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Standar Nasional Indonesia SNI UU Nomor 20 Tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Standar Nasional Indonesia SNI serta kebutuhan pengembangan Standar Nasional Indonesia SNI untuk komoditas unggulan sektor perikanan di propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan SNI komoditi unggulan daerah yang belum memiliki SNI.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Komoditas Unggulan Komoditas adalah produk yang dihasilkan secara kontinyu oleh suatu produsen. Komoditas dikatakan unggulan jika memiliki kontribusi yang besar, minimal untuk produsen itu sendiri, berdasarkan kriteria tertentu Ningsih, 2010. Menurut Syafaat dan Supena 2000, konsep dan pengertian komoditas unggulan dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penawaran supply dan sisi permintaan demand. Dilihat dari sisi penawaran, komoditas unggulan merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi bio-fisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah tertentu. Kondisi sosial ekonomi ini mencakup penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur misalnya pasar dan kebiasaan petani setempat. Pengertian tersebut lebih dekat dengan locational advantages , sedangkan dilihat dari sisi permintaan, komoditas unggulan merupakan komoditas yang mempunyai permintaan yang kuat baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional dan keunggulan kompetitif Hendayana, 2003. Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia SNI adalah Standar yang ditetapkan oleh BSN dan berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia UU Nomor 20 Tahun 2014. Dalam hal penerapan Standar Nasional Indonesia SNI, Penerapan SNI adalah bersifat voluntary sukarela. Namun SNI tersebut menyangkut kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup,