Hasil Penyusunan Strategi untuk Memfasilitasi Terwujudnya GM

Semarang, 7 Oktober 2015 120 dialirkan ke lahan sawah sebagai proses irigasi. Salah satu cara yan dapat dilakukan oleh pemerintah untuk ikut serta dalam mewujudkan GM pada UKM Batik adalah melakukan kegiatan sosialisasi mengenai supply chain air limbah bagi industri batik dan kelompok petani. 9. Memberikan fasilitas untuk mengoptimalkan rantai pasok air limbah dengan cara membuat pemetaan jalur irigasi dari masing-masing IPAL ke lahan sawah sekitarnya. Pemetaan jalur irigasi dari masing-masing IPAL ke lahan sawah bertujuan agar pendistribusian air limbah dapat berjalan sesuai dengan jalur pendistribusian yang telah dibuat pada setiap wilayah dengan memperhitungkan jarak. 10. Meningkatkan kesadaran industri batik tentang pentingnya pengelolaan limbah khususnya pada kebutuhan rantai pasok sehingga limbah yang dihasilkan oleh industri batik dapat digunakan kembali oleh lingkungan sekitar. Selain peran pemerintah, terwujudnya GM juga membutuhkan peran dari pemilik UKM Batik. Dalam pelaksanaan sebuah strategi dibutuhkan komitmen dari pemerintah yang berperan dalam membina UKM Batik dan komitmen dari UKM Batik untuk menjalankan kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekitar. Menurut Kepala Seksi UMKM Disperindag Kota Pekalongan, tanpa adanya kesadaran mengenai pentingnya pengelolaan limbah dari industri batik, maka strategi atau rencana tindak yang dilakukan oleh pemerintah akan sia-sia. Dibutuhkan sebuah kerjasama antara pemerintah dan industri batik untuk mewujudkan lingkungan Kota Pekalongan yang bebas pencemaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pembekalan kepada industri batik mengenai wawasan pencemaran lingkungan dan kiat-kiat dalam menanggulanginya. 11. Melakukan penggalakan regulasi yang sudah ada dengan cara sosialisasi peraturan daerah mengenai pencemaran lingkungan, sehingga kegiatan rantai pasok akan diterapkan oleh semua industri batik sebagai salah satu upaya dalam pencegahann pencemaran lingkungan dan mewujudkan GM Melakukan sosialisasi mengenai peraturan daerah merupakan salah satu cara untuk mengingatkan kembali kepada industri batik bahwa peraturan yang ada haruslah ditaati dan segala tindakan yang dilakukan industri batik harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.

5. KESIMPULAN

Sejumlah kesimpulan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang dapat berperan sebagai pendorong terwujudnya GM pada UKM Batik Kota Pekalongan baik industri batik skala kecil maupun menengah adalah keuntungan finansial, nama baik UKM Batik, kepatuhan terhadap peraturan, kebutuhan rantai pasok, motivasi internal dan faktor pesaing. 2. Bobot kepentingan yang menduduki peringkat pertama dari keenam faktor yang berperan sebagai pendorong terwujudnya GM pada UKM Batik Kota Pekalongan adalah faktor kebutuhan rantai pasok 0,4182 yang kemudian diikuti oleh faktor nama baik UKM batik 0,1842, faktor keuntungan finansial 0,1796, faktor kepatuhan terhadap peraturan 0,0881, faktor motivasi internal 0,0691 dan faktor pesaing 0,0609. 3. Terdapat 11 usulan strategi yang dihasilkan dari penelitian ini untuk mendorong terwujudnya GM melalui jalinan rantai pasok antara UKM Batik Pekalongan dengan industri lainnya. Penelitian ini baru menghasilkan usulan strategi untuk mendorong terwujudnya GM dan belum memperhatikan langkah-langkah rencana aksi yang dapat dilakukan untuk masing-masing strategi, maka pengembangan dari penelitian ini selanjutnya adalah dengan menambahkan perencanaan langkah-langkah implementasi pada masing-masing strategi yang telah dirumuskan sebagai optimalisasi GM pada IKM Batik Kota Pekalongan. DAFTAR PUSTAKA Buckley, J.J. 1985. Fuzzy Hierarchical Analysis. Fuzzy Sets and System. Vol.17, No. 3. Pp. 233-247 Chang, L. H., Gable, G. 1993. A Critique of the Delphi Method in the Context of IS Key Issues Studies . PACIS Proceedings. Cho, J., Lee, J. 2013. Development of a New Technology Product Evaluation Model for Assessing Commercialization Opportunities using Delphi Method and Fuzzy AHP Approach . Vol. 40. Pp. 5314- 5330. Semarang, 7 Oktober 2015 121 Dermawan. 2004. Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan Perencanaan Strategis. Bandung : Alfabeta. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mandiri Kecil Menengah UMKM Pekalongan. 2011 Dornfeld, D., Yuan, C., Diaz, N., Zhang, T., Vijayaraghavan, A. 2013. Introduction to Green Manufacturing . In: Green Manufacturing. US: Springer Glavind, M., Damtoft, J.S., Rottig, S. 2001. Cleaner technology solutions in the life cycle of concetrete products. In Proc. CANMETACI International Symposium for Sustainablity of cement and concrete in construction 147 Sustainable Development of Cement and Concrete, San Francisco, USA. Govindan, K., Shankar, K. M. 2013. Evaluation of Essential Drivers of Green Manufacturing using Fuzzy Approach . In Proc. 4 th International Workshop Advanced in Cleaner Production, Sao Paulo, Brazil, 1-9 Hui, I. K., Chan, A. H. S., Pun, K. F. 2001. A study of the Environmental Management System Implementation Practices. Journal of Cleaner Production. Vol. 9, No. 3. Pp. 269-270 Kari, F., Rajah, R. 2008. Automobiles Emisions and The Environment. Canada Melnyk, S. A., Smith, R. T. 1996. Green Manufacturing. Dearborn, MI: SME Publication Merriam Webster Dictionary. 2010. Define: green. http:www.merriam-webster.comdictionarygreen ; accessed 8 April 2015 Mittal, V. M., Sangwan, K. S. 2014. Prioritizing Drivers for Green Manufacturing Environmental, Social and Economic Perspective. Procedia CIRP. Vol. 15. Pp. 135-140. Mratihatani, A. S Susilowati, I. 2013. Menuju Pengelolaan Sungai Bersih di Kawasan Industri Batik yang Padat Limbah Cair Studi Empiris: Watershed Sungai Pekalongan di Kota Pekalongan. Diponegoro Journal of Economics. Vol. 2, No. 2. Pp. 1-12. Nurdalia, I. 2006. Kajian dan Analisa Peluang Penerapan Produksi Bersih pada Usaha Kecil Batik Cap Studi Kasus pada Tiga Usaha Industri Kecil Batik Cap di Pekalongan. Semarang: Magister Ilmu Lingkungan Undip Shizen, P., Yan, L., Han, S., Ping, Z. 2005. Studies on Barries for Promotion of Clean Technology in SMEs of China. Chinese Journal of Population, Resources and Envirnment. Vol. 3, No. 1. Pp. 9-17. Spinardi, G., Williams, R., Clayton, T. 1998. Cleaner Technology and technology transfer: a critique of the linier model Greening of Industry Network conference, Rome, 15-181198. In Proc. Seventh International Conference of Greening of Industry Network: Partnership and Leadership: Building Alliances for a Sustainable Future, Roma, Italia. Wulandari, A. 2011. Batik Nusantara- Makna Filosofis, Cara Pembuatan dan Industri Batik. Yogyakarta: Andi Publisher. Yacob, P., Syaheeda, N., Fared, M., W. Adi. 2013. The Policies and green practices of Malaysian SMEs. Global Business and Economics Research Journal. Vol. 2, No. 2. Pp. 52-74. Semarang, 7 Oktober 2015 122 KONSEP PRODUK MULTI FUNGSI SEBAGAI STRATEGI PENURUNAN BIAYA DAMPAK LINGKUNGAN BERBASIS LIFE CYCLE ASSESSMENT Heru Prastawa, Mohamat Ansori, Sri Hartini 1,2,3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH. Semarang 50239 Telp. 024 7460052 E-mail: heru.prastwagmail.com , anzorryna.01gmail.com , ninikhidayatyahoo.com ABSTRAK Saat ini perusahaan tidak hanya dituntut untuk meningkatkan kinerja operasional namun juga harus mampu membuat produk yang makin ramah lingkungan. Produk elektronik mempunyai dampak ke lingkungan yang sangat tinggi. Bukan hanya karena tingkat penggunaan yang tinggi, namun perubahan desain yang cepat menjadikan umur produk lebih pendek sehingga semakin cepat kemungkinan menjadi e-waste. E-waste sangat berbahaya, karena beberapa komponen produk elektronik mengandung toxic bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan pada masing- masing fase hidup produk sangat dipengaruhi tahap desain produk. Makalah ini mengkaji pengaruh desain produk terhadap dampak lingkungan dengan metode life cycle assessment LCA, dengan bantuan software simaPro metode eco- cost 2012 v1.00 . Sebagai negara tropis, salah satu produk elektronik yang cukup tinggi tingkat konsumsinya adalah kipas angin. Dari hasil perhitungan LCA, kipas angin desain 3 in 1 ternyata mempunyai dampak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan dengan 3 fungsi produk yang terpisah. Kipas angin tipe stand fan dalam unit produk terpisah mempuyai eco cost sebesar Rp.627.180,00 per unit produk. Sedangkan alternatif produk dengan konsep integrasi produk 3 in 1, memiliki nilai eco- cost sebesar Rp. 223.821,00 per unit produk. Nilai Eco-cost kipas angina multi fungsi lebih kecil jika dibandingkan dengan produk produk terpisah karena jumlah material dan komponen yang digunakan lebih sedikit. Penurunan nilai eco-cost dengan konsep produk multi fungsi mampu menurunkan eco cost sebesar Rp.403.360,00 per unit produk. Kata Kunci: kipas angin, dampak lingkungan, life cycle assessment, eco- cost

1. PENDAHULUAN

. Menurut Rebitzer, G. dkk 2004, setiap produk pasti memiliki fase hidup atau siklus hidup, mulai dari tahap desain produk, ekstraksi raw material, proses produksi, fase penggunaan oleh konsumen, dan fase end of life. Song, dkk 2012, menyebutkan bahwa melalui fase hidupnya, produk elektronik menghasilkan banyak dampak ke lingkungan. Pada fase manufaktur produk, membutuhkan sejumlah sumber daya alam. Pada fase penggunaan produk membutuhkan energi listrik, dan sedangkan pada tahap disposal atau end of life produk dapat memberikan dampak terhadap kesehatan manusia dan kualitas ekosistem ketika tidak dilakukan pengelolaan dengan baik. Dampak lingkungan yang ditimbulkan pada masing-masing fase hidup produk sangat dipengaruhi oleh keputusan yang diambil pada tahap desain produk. Tahap desain telah diakui secara luas sebagai fase kunci pada daur hidup produk dalam penerapan konsep sustainabilitas Chiu, 2012. Desain suatu produk akan berpengaruh pada tahapan-tahapan setelahnya, antara lain material yang akan digunakan, proses manufaktur, konsumsi energi pada saat digunakan, serta berpengaruh pada tahap disposal produk Rebitzer, dkk 2004. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perlindungan lingkungan dan mulai ketatnya peraturan perlindungan lingkungan, menantang para desainer produk untuk mempertimbangkan aspek lingkungan ke dalam tujuan desain produk pada tahap awal desain Jong, 2010. Tahap paling awal dari proses desain dipercaya merupakan tahap yang paling berpengaruh dalam menentukan eco-factor produk. Ulrich, 1999. Meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya perlindungan lingkungan dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari proses manufaktur produk, distribusi, konsumsi dan pengelolaan limbah produk, mendorong pengembangan metode untuk memahami dan mengidentifikasi dampak lingkungan tersebut. Salah satu metode yang telah dikembangkan adalah life cycle assessment LCA Asari et al., 2008; Besnainou and Coulon, 1994; ISO, 2000; Rivela et al., 2006; Sejumlah konsep dan tools dalam rangka penerapan konsep sustainabilitas antara lain environmental impact assessment EIA, strategic environmental assessment SEA, positional analysis