bisa menerima output tanpa dapat mempengaruhi atau mengubah system. Oleh karena itu masyarakat menyerah pada kebijaksanaan dan
keputusan dari pemegang kekuasaan. Budaya politik partisipan terdapat dalam masyarakat yang
sudah maju dan modern. Dalam budaya politik yang demikian setiap orang menganggap dirinya dan orang lain sebagai anggota aktif dalam
kehidupan poltik. Setiap orang sadar akan hak dan kewajibantanggung jawabnya, dan setiap orang dapat memberikan penilaian secara
menyeluruh atas system politiknya. Masyarakat dengan budaya politik partisipan
memiliki orientasi
terhadap system
politik dalam
keseluruhannya, baik menyangkut segi input, proses, dan output. Kepada masyarakat tidak cukup hanya disodorkan kebijakan
pemerintah yang dianggap baik, akan tetapi masih harus ditunjukkan bahwa kebijakan semacam itu memang sesuai dengan aspirasi
masyarakat, dan diproses melalui cara-cara yang demokratis. Masyarakat tidak ingin hanya menerima begitu saja kebijakan
pemerintah, akan tetapi lebih dari itu menuntut dilibatkan dalam proses politik untuk menghasilkan kebijakan tersebut.
3. Budaya Politik Indonesia
Didalam system politik Indonesia dapat ditemukan adanya
budaya politik
Indonesia. Budaya
politik Indonesia
menunjukkan gejala kompleksitas. Variasi budaya kita yang begitu besar menyebabkan timbulnya banyak sub budaya politik yang
berbeda satu sama lain. Dengan demikian apa yang disebut budaya politik Indoensia lebih merupakan kombinasi dari semua sub
budaya politik yang diangkat ke tingkat nasional oleh para pelaku politik. Ini berarti bahwa di dalam budaya politik itu sering terjadi
interaksi antara sub budaya politik yang terdapat didalamnya. Kelemahan yang sering muncul adalah bahwa inetraksi itu sering
berupa persaingan antar sub budaya politik.
Konstitusi, Demokrasi, dan Budaya
Walaupun agak sulit untuk mendeskripsikan secara tepat budaya politik Indonesia itu, akan tetapi setidak-tidaknya dapat dikemukakan garis
besarnya dengan mengacu pada pandangan para pakar politik dan kebudayaan yang banyak menaruh perhatian dalam bidang tersebut. Sulitnya
mendeskripsikan budaya politk Indonesia karena masyarakat Indonesia diwarnai oleh perbedaan suku, agama, dan kebudayaan daerah. Dengan
demikian apa yang dinamakan budaya politik Indonesia pun menampakkan keanekaragaman unsure- unsur tersebut. Sesuatu yang sering dikatakan
sebagai budaya poilitik Indonesia kadang-kadang
masih mengundang pertanyaan apakah hal itu benar-benar merupakan budaya politik Indonesia
ataukah budaya politik kedaerahan. Disamping
itu, kerna
kebudayaan selalu merupakan hasil interaksi antara nilai-nilai asli endogenus dan pengaruh yang datang dari luar, oleh karena itu apa yang
dinamakan budaya politik Indonesia sulit untuk dilihat dengan batasan-batasan yang kaku.
Herbert Feith dalam sebuah tulisannya menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 2 dua budaya politik yang dominant, yaitu budaya aristokrasi jawa, dan
budaya wiraswatawan Islam Sjamsudin, 1991:30. Apa yang dikemukakan oleh Feith lebih mengacu pada pengelompokan terbesar masyarakat Indonesia,
dimana dari aspek kesukuan sebagian besar masyarakat Indonesia adalah suku Jawa, sedangkan dari aspek keagamaan adalah Islam.
Selanjutnya tanpa bermaksud memberikan batasan yang kaku tentang budaya politik Indonesia, Rusadi Kantaprawira menyebutkan adanya variabel-
variabel yang dapat dianggap sebagai ciri budaya politik Indonesia. Variabel tersebut adalah sebagai berikut:
a. Konfigurasi sub kultur, yang artinya bahwa budaya politik Indonesia diwarnai oleh keanekaragaman sub budaya politik
b. Budaya politik Indonesia bersifat parochial-kaula disatu pihak, dan budaya politik partisipan dipihak lain. Artinya bahwa disatu segi
Konstitusi, Demokrasi, dan Budaya
massa masih ketinggalan dalam menggunakan hak-hak dan memikul tanggung jawab politik, sedangkan dipihak lain elit
politiknya merupakan partisipan yang aktip. c. Masih kuatnya ikatan primordial, yang dapat dikenali dari kuatnya sentiment
kedaerahan, kesukuan, keagamaan dan sebagainya. d. Masih kuatnya partenalisme dan patrimonial, yang nampak dari sikap
bapakisme dan asal bapak senang. e. Adanya dilemma antara introduksi modernisasi dengan nilai-nilai tradisional,
dimana modernisasi dipersepsi sebagai westernisasi. Kantaprawira, 1983:40-43
Ciri-ciri budaya tersebut agaknya cukup menggambarkan keadaan yang nyata dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.
Sedangkan menyangkut keanekaragaman sub budaya politik di Indonesia, walaupun
budaya politik kedaerahan banyak memberi warna didalamnya, akan tetapi dapat dikatakan bahwa buidaya politik Indonesia secar dominant dipengaruhi
oleh budaya politik Jawa. Dengan demikian suku non- Jawa cenderung mengadaptasikan diri dengan nilai-nilai kejawaan atau menjadikan nilai-nilai
budaya Jawa sebagai basis persepsi politik mereka Muhaimin, dalam: Alfian dan Sjamsuddin, 1991:54. Bahwa budaya politik Jawa secara dominant
mewarnai budaya politik Indonesia, antara lain nampak dari idiom- idiom yang sering digunakan dalam wacana perpolitikan Indonesia, baik dikalangan
elit politik Jawa sendiri maupun elit politik dari suku- suku lain. Bahkan dengan sedikit kelakar sering dikatakan bahwa elit politik dari luar jawa pun banyak
diantaranya justru lebih “njawani” dibandingkan dengan orang-orang Jawa. Sampai batas-batas tertentu kenyataan semacam itu kiranya bisa dipahami,
mengingat bahwa orang Jawa meliputi sebagian besar dari keseluruhan penduduk Indonesia. Namun demikian issue jawanisasi agaknya juga perlu
mendapatkan perhatian dalam rangka mengembangkan budaya politik Indonesia agar tidak menimbulkan kecemburuan.