Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Kedaulatan Rakyat, Demokrasi, HAM, dan Kemerdekaan Berpendapat 2-62 10Kejahatan apartheid. pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000. Penenutuan kompetensi Pengadilan HAM ini sangat penting guna mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan antara Pengadilan HAM dan Pengadilan Pidana. Pengadilan HAM Indinesia mulai di gelar pertama kalinya pada tanggal 14 Maret 2002 yang mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Timur Pasca Jajak Pendapat.

c. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc

Berhubung Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum UU No. 26 Tahun 2000 diundangkan tidak menganut asas retroaktif, maka dapat dibentuk Pengadilan HAM Ad Hoc atas usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan Presiden. DPR mengusulkan pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc berdasarkan pada dugaan telah terjadi pelanggaran HAM yang berat yang dibatasi oleh locus dan tempus delicti tempat dan waktu kejadian tertentu, yang terjadi sebelum diundangkan UU No. 16 Tahun 2000. Dimulainya peradilan HAM ad hoc merupakan salah satu lembar sejarah baru dalam dunia peradilan di Indonesia, yang tidak saja mendapat perhatian di tanah air bahkan mendapat perhatian dunia internasional. Dengan Pengadilan HAM ad hoc dimungkinkan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat dimasa orde baru, seperti tragedi Tanjung Priuk, Tragedi Talangsari s di Lampung, tragedi Timika di Irian, tragedi Jajak Pendapat Di Timor Timur, dan lain-lain dapat diproses.

d. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

UU No. 26 Tahun 2000 memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM yang berat, di luar Pengadilan HAM, yaitu melalui Kedaulatan Rakyat, Demokrasi, HAM, dan Kemerdekaan Berpendapat 2-63 Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, yang dibentuk dengan undang- undang. Melalui komisi ini diharapkan perkara-perkara pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di masa lalu dapat segera dituntaskan, dengan penyelesaian yang dpat diterima oleh semua pihak. Dengan adanya pengadilan HAM dan Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi tersebut diharpakan upaya-upaya penegakan HAM di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Rangkaian acara pemeiksaan dan pemutusan perkara pelanggaran HAM yang berat, menurut UU No. 26 Tahun 2000 terdiri atas beberapa tahap, yaitu: 1 Tahap Penyelidikan, yang berwenang melakukan penyelidikan adalah Komnas HAM. Setelah melakukan penyelidikan, apabila Komnas HAM berpendapat bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup, telah terjadi peristiwa pelanggaran HAM yang berat, maka kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan kepada penyidik. 2 Tahap Penyidikan, kewenangan penyidikan pelanggaran HAM berat berada di tanagan jaksa agung. Jaksa Agung dapat mengangkat “penyidik ad hoc” yang terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat. Penyidik berwenang melakukan penangkapan dan penahanan untuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan pelanggaran HAM yang berat berdasarkan bukti permulaan yang cukup 3 Tahap Penuntutan, Penuntutan dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya Jaksa Agung dapat mengangkat “penuntut umum ad hoc”. Penuntutan wajib dilakukan oleh penuntut umum paling lambat 70 hari terhitung sejak hasil penyidikan diterima. 4 Tahap pemeriksaan di muka sidang, perkara pelanggaran HAM yang berat, diperiksa dan diputuskan oelh Pengadilan HAM dalam waktu paling lama 180 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan. Apabila perkara pelanggaran HAM yang berat dimohonkan banding ke pengadilan tinggi HAM, maka perkara tersebut diperiksa dan Kedaulatan Rakyat, Demokrasi, HAM, dan Kemerdekaan Berpendapat 2-64 diputus dalam waktu paling lama 90 hari. Apabila dimohonkan Kasasi ke Mahkamah Agung, pekara tersebut harus sudah diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari. Apabila terjadi suatu pelanggaran HAM yang berat yang berwenang menerima laporan dan pengaduan adalah Komnas HAM. Hak-hak asasi manusia dibataskan sebagai nilai-nilai dan prinsip-prinsip etis memberikan makna untuk hubungan-hubungan antara orang seorang, demikian pula untuk kehidupan individual dan sosial mereka. Seorang manusia bukanlah individu yang terisolasi, demikian pula dengan martabat manusia tidaklah secara ekslusif khusus bersifat individual. Martabat manusia meliputi semua matra aspek sosial dan kolektif, serta penyisipannya ke dalam lingkungan alam dan budaya. Adalah berdasarkan penghormatan seseorang kepada orang lain, maka kewajiban untuk membuat tindakan sendiri serasi dengan keseluruhan HAM sehingga hubungan-hubungan sosial dapat adil, sopan, dan bersifat kewarganegaraan serta mempunyai dasar hukum dan etik. HAM memampukan kita untuk “HIDUP BERSAMA” secara damai mengatasi konflik-konflik perseorangan dan sosial, mengharmoniskan moralitas individual dengan hukum-hukum dan hak- hak yang mengatur hubungan-hubungan sosial itu.

C. Rangkuman

1. Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia semenjak lahir yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak Asasi Manusia merupakan anugerah-Nya yang wajib dihoramati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian, maka Hak Asasi Manusia itu merupakan hak yang tidak bisa dikurangi non derogable right.