Konstitusi, Demokrasi, dan Budaya
2. Klasifikasi Budaya Politik
Budaya politik senantiasa mengalami pergeseran seiring
dengan perkembangan masyarakatnya. Ketika masyarakat menjadi
semakin maju dan modern, budaya politiknyapun akan bergeser ke arah yang lebih maju dan modern pula.
Sejalan dengan tingkat perkembangan masyarakat, budaya politik dapat dibedakan dalam 3
tiga tingkatan yaitu: a. Tingkatan kognitif, adalah tingkatan
budaya politik
dimana suatu
masyarakat hanya memiliki pengetahuan saja tentang system politiknya, tanpa memiliki perasaan maupun penghayatan tertentu terhadap
sistem politik tersebut. b. Tingkatan afektif adalah tingkatan budaya politik dimana suatu masyarakat
tidak hanya memiliki pengetahuan tetapi juga mempunyai perasaan dan penghayatan tertentu terhadap sistem politiknya.
c. Tingkatan evaluative adalah tingkatan budaya politik dimana masyarakat telah mampu memberikan penilaian terhadap sistem politik yang dimilikinya.
Hal itu berarti bahwa masyarakat bukan sekedar mengetahui dan mampu menghayati hal-hal apa yang terdapat dalam sistem politiknya,
akan tetapi juga mampu mengapresiasi dan menimbang mana yang dianggap baik dan mana yang tidakkurang baik.
Morton R. Davies and Vaughan A. Lewis dalam bukunya “Model of Political Syistem” mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut:
a. Budaya Politik Parokial Parochial Political Culture
b. Budaya Politik Kaula Subject Political Culture c. Budaya Politik Partisipan Participant Political Culture
Budaya politik parokial terdapat pada masyarakat yang masih tradisional, yang antara
lain ditandai adanya spesialisasi dalam masyarakat yang sangat kecil, diferensiasi terbatas, orientasi politik
sempit dari warga masyarakat, dan aktor politik sekaligus menjalankan berbagai peran yang lain. Belum terspesialisasinya masyarakat serta
diferensi yang terbatas, maka kehidupan masyarakat menampakkan keadaan yang relatif homogen dan tidak banyak diwarnai perbedaan-
perbedaan. Orientasi masyarakat hanya ditujukan pada obyek kehidupan yang ada di sekitarnya, dan belum memiliki cakrawala atau
pandangan tentang obyek-obyek dalam jangkauan yang lebih luas. Warga masyarakat yang ditokohkan biasanya membawakan banyak
peran, dan menjadi panutan dalam berbagai hal. Seorang tokoh agama misalnya, tidak hanya menjadi panutan dalam kehidupan
keagamaan, akan tetapi juga dalam kehidupan politik dan kehidupan lainnya. Dalam masyarakat dengan budaya politik yang demikian
masyarakat tidak menaruh harapan sama sekali terhadap sistem politiknya. Masyarakat menganggap masalah politik sebagai masalah
yang menjadi urusan pemerintah, sedangkan bagi mereka sendiri yang penting dapat menikmati kehidupan yang aman, tenteram,
terpenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Secara politis dengan cara apa kondisi yang demikian dapat terwujud, itu dianggap sebagai
urusan pemerintah. Budaya politik kaula terdapat dalam masyarakat yang sudah
beranjak maju dari kehidupan yang tradisional. Dalam budaya politik politik yang demikian warga masyarakat telah memiliki perhatian dan
kesadaran di bidang politik, namun terutama baru ditujukan pada segi output. Masyarakat telah memiliki harapan-harapan tertentu dari sistem
politiknya, akan tetapi harapan itu hanya diarahkan pada terwujunya kebijakan pemerintah yang dianggap baik. Masyarakat kerasa hanya
bisa menerima output tanpa dapat mempengaruhi atau mengubah system. Oleh karena itu masyarakat menyerah pada kebijaksanaan dan
keputusan dari pemegang kekuasaan. Budaya politik partisipan terdapat dalam masyarakat yang
sudah maju dan modern. Dalam budaya politik yang demikian setiap orang menganggap dirinya dan orang lain sebagai anggota aktif dalam
kehidupan poltik. Setiap orang sadar akan hak dan kewajibantanggung jawabnya, dan setiap orang dapat memberikan penilaian secara
menyeluruh atas system politiknya. Masyarakat dengan budaya politik partisipan
memiliki orientasi
terhadap system
politik dalam
keseluruhannya, baik menyangkut segi input, proses, dan output. Kepada masyarakat tidak cukup hanya disodorkan kebijakan
pemerintah yang dianggap baik, akan tetapi masih harus ditunjukkan bahwa kebijakan semacam itu memang sesuai dengan aspirasi
masyarakat, dan diproses melalui cara-cara yang demokratis. Masyarakat tidak ingin hanya menerima begitu saja kebijakan
pemerintah, akan tetapi lebih dari itu menuntut dilibatkan dalam proses politik untuk menghasilkan kebijakan tersebut.
3. Budaya Politik Indonesia
Didalam system politik Indonesia dapat ditemukan adanya
budaya politik
Indonesia. Budaya
politik Indonesia
menunjukkan gejala kompleksitas. Variasi budaya kita yang begitu besar menyebabkan timbulnya banyak sub budaya politik yang
berbeda satu sama lain. Dengan demikian apa yang disebut budaya politik Indoensia lebih merupakan kombinasi dari semua sub
budaya politik yang diangkat ke tingkat nasional oleh para pelaku politik. Ini berarti bahwa di dalam budaya politik itu sering terjadi
interaksi antara sub budaya politik yang terdapat didalamnya. Kelemahan yang sering muncul adalah bahwa inetraksi itu sering
berupa persaingan antar sub budaya politik.