Hubungan, Sistem Hukum, dan Organisasi Internasional 4-12
6. Perang
Perang merupakan suatu keadaan apabila perbedaan- perbedaan antara negara-negara mencapai suatu titik dimana kedua pihak
terpaksa menggunakan kekerasan, atau salah satu dari mereka melakukan tindakan kekerasan. Perang tersebut merupaka suatu kontes terutama
antara angkatan
bersenjata negara-negara. Perbedaan antara perang dan keadaan permusuhan bukan perang
ditentukan oleh : 1 besarnya konflik, 2 tujuan para kontestan, dan 3 sikap dan didahului adanya pernyataan perang atau ultimatum.
Pecahnya perang menimbulkan efek hubungan antar negara yang serius, seperti : Siapakah yang disebut musuh? Bagaimana hubungan
diplomatik pada masa perang? Bagaimana pelaksanaan traktat pada saat perang? Bagaimana kedudukan harta musuh dalam perang?
Hukum perang merupakan batas-batas yang ditetapkan oleh hukum internasional di mana digunakan kekuatan yang diperlukan untuk
menundukkan musuh dan prinsip-prinsipnya menentukan perlakuan terhadap individu-individu selama perang. Huku perang
dalam hal ini menjaga terjadinya kebiadaban antar manusia. Cara mengakhiri perang dibedakan dengan mengakhiri
permusuhan, dan hal tersebut sangat ditentukan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Peserta diharapkan
dapat menjelaskan
beberapa pertanyaan yang menyangkut efek pecahnya perang seperti di atas, serta dapat menjelaskan kapan perang dan
permusuhan itu berakhir
7. Netralitas
Netralitas menunjukkan adanya sikap suatu negara yang tidak turut berperang dan tidak ikut serta permusuhan. Netralitas tumbuh dari traktat
bilateral yang menetapkan bahwa pihak-pihak terhadap traktat tidak akan menolong musuh apabila salah satu pihak berada dalam
peperangan.
Hubungan, Sistem Hukum, dan Organisasi Internasional 4-13
Netralitas dapat dibenarkan oleh pertimbangan-pertimbangan berikut : 1 netralitas melokalisasi peperangan, 2 netralitas tidak
mengorbankan perang, 3 netralitas memungkinkan negara-negara menjauhkan diri dari peperangan, dan 4 netralitas membuat
hubungan internasional teratur. Status netralitas memuat hak-hak dan kewajiban antara
negara-negara netral di satu pihak dan hak-hak dan kewajiban- kewajiban negara-negara yang sedang berperang bersifat korelatif,
artinya hak suatu negara netral sesuai dengan kewajiban negara yangberperang dan hak negara yang berperang sesuai dengan
kewajiban negara netral. Haka dan kewajiban tersebut tercermin dalam hal-hal sebagai berikut : 1 kewajiban abstain duties ofabsention, 2
kewajiban pencegahan duties of prevention, 3 kewajiban persetujuan duties of acquiescence.
8. Indonesia dan Hubungan Internasional
Landasan hukum negara Indonesia dalam menjalankan hubungan internasionalnya didasarkan pada:
a. Landasan Ideal : Pancasila b. Landasan
Konstitusional : UUD 1945.
Hubungan internasional negara Indonesia berpedoman kepada prinsip politik luar negeri bebas aktif. Bebas dalam pengertian, negara
Indonesia tidak memihak kepada kekuatan-kekuatan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana tercermin dalam Pancasila.
Aktif berarti dalam menjalankan politik luar negerinya, negara Indonesia tidak bersifat pasif reaktif atas
kejadian- kejadian internasional, tetapi bersikap aktif.
Dalam pembahasan ini peserta diharapkan melihat keterlibatan negara Indonesia dalam masyarakat internasional, misalnya melalui
Gerakan Non-Blok, PBB, atau melalui bentuk-bentuk lainnya.
Hubungan, Sistem Hukum, dan Organisasi Internasional 4-14
9. Politik Luar Negeri Indonesia Bebas dan Aktif
Pada tahun-tahun pertama berdirinya negara Republik Indonesia, kita dihadapkan pada kenyataan sejarah, yaitu munculnya dua
kekuatan besar di dunia. Satu pihak Barat Amerika dengan ideologi liberal dan di pihak lain Blok Timur Uni Soviet dengan ideologi
komunis. Kenyatan dengan demikian sangat berpengaruh terhadap
usaha-usaha bangsa Indonesia untuk konsolidasi demi kelangsungan hidup negara. Pengaruh lain adalah adanya ancaman dari Belanda yang
ingin kembali menjajah bangsa Indonesia. Kondisi itulah
kemudian menguatkan tekad bangsa Indonesia untuk merumuskan politik luar negerinya.
Pada tanggal 2 September 1948, Pemerintah segera mengumumkan pendirian politik luar negeri Indonesia di hadapan
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat yang antara lain berbunyi : ... tetapi mestilah kita, bangsa Indonesia, yang memperjuangkan
kemerdekaan bangsa dan negara kita hanya harus memilih memilih antara Pro-Rusia atau Pro-Amerika ? Apakah tak ada pendirian lain
yang harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita.
Pemerintah berpendapat, bahwa pendirian yang harus kita ambil adalah pendirian untuk tidak menjadi objek dalam pertarungan politik
internasional, tetapi harus tetap menjadi subjek yang berhak menentukan sikap sendiri dan memperjuangkan tujuan sendiri, yaitu
Indonesia merdeka seluruhnya. Perjuangan kita harus dilakukan di atas dasar semboyan kita yang
lama, yaitu percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri. Dedngan semboyan ini kita menjalin
hubungan dengan negara-negara lain di dunia. Keterangan inilah yang kemudian menjadi dasar pertimbangan
politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Sudah seharusnya