Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Nasional

56 peraturan perundang-undangan lainnya harus bersumber, sesuai dan cocok, serta tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Adapun kekuasaan yang secara khusus harus dijalankan menurut UUD, di dalam UUD 1945 disebutkan antara lain tentang: 1 Pelaksanaan kedaulatan rakyat, pasal 1 ayat 2. 2 Pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden dalam masa jabatannya oleh MPR, pasal 3 ayat 3. 3 Kekuasaan pemerintahan di tangan Presiden, pasal 4 ayat 1. Mengapa ketiga macam kekuasaan tersebut di atas harus dijalankan menurut UUD? Coba diskusikan dengan teman-temanmu. Jika kalian belum menemukan jawaban yang memuaskan, Anda boleh bertanya kepada orang yang mampu memberikan jawaban secara memuaskan. Jangan lupa laporkan hasilnya kepada bapakIbu gurumu. 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya UU No. 10 Tahun 2004, terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peratutan Perundang-undangan, yaitu penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan setelah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang dimaksud dengan “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: IMPR2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003. 3. Undang-Undang UU UUD 1945 secara eksplisit tegas menyebutkan keharusan adanya 39 masalah yang harus diatur dengan UU. UU yang dibuat 57 berdasarkan ketentuan eksplisit di dalam UUD 1945 biasanya disebut UU Organik. Ketiga puluh sembilan UU yang diperintahkan pembuatannya secara eksplisit oleh UUD 1945 itu antara lain tentang: 1 Susunan MPR, pasal 2 ayat 1. 2 Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden, pasal 6 ayat 2. 3 Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pasal 6 ayat 5. 4 Perjanjian internasional, pasal 11 ayat 3. 5 Pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan oleh Presiden, pasal 15. 6 Dan seterusnya, untuk yang ke-6 sampai dengan ke-39, cari di dalam UUD 1945. Namun demikian, menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa Undang- Undang harus mengandung materi muatan atau berisi hal-hal yang: a mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi: 1 hak-hak asasi manusia; 2 hak dan kewajiban warganegara; 3 pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; 4 wilayah negara dan pembagian daerah; 5 kewarganegaraan dan kependudukan; 6 keuangan negara. b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang. Sebagai contoh, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas, memerintahkan adanya pengaturan oleh Undang-Undang sebanyak 2 Undang-Undang. Salah satu Undang-Undang yang dibuat menurut perintah Undang-Undang Sisdiknas tersebut adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal itu memenuhi ketentuan pasal 39 ayat 4 Undang-Undang 58 Sisdiknas, bahwa mengenai guru diatur dengan undang-undang tersendiri. 4. Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang Perpu Sebagaimana diatur oleh pasal 22 ayat 1 UUD 1945, bahwa dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang. Perpu mempunyai kedudukan setingkat dengan UU, meskipun pembuatannya dilakukan oleh Presiden sendiri, tidak dilakukan bersama atau atas persetujuan DPR. Menurut Undang-Undang No. 102004 tentang Pebentukan Peraturan perundang-undangan, materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang. Dasar universal pemberian kewenangan istimewa kepada Presiden ini adalah prinsip hukum yang berbunyi: “salus populi suprema lex”, yang artinya “keselamaan rakyat adalah hukum yang tertinggi.” Sedangkan pertimbangan khusus pemberian kewenangan ini adalah agar Presiden dapat mengambil tindakan cepat jika negara dalam keadaan genting gawat. Karena dibuat dalam keadaan kegentingan yang memaksa, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang itu, pada waktunya harus memperoleh persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut pasal 22 ayat 2, bahwa Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut. Bahkan, pasal 22 ayat 3 menggariskan dengan tegas, bahwa jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut. Contoh-contoh Perppu yang disahkan menjadi UU adalah UU No. 56PRP1960 tentang Lendreform, UU No. 52PRP1960 tentang Perubahan UU No. 23PRP1959 tentang Keadaan Bahaya, dan UU No. 15PRP2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta UU No. 16PRP2003 tentang Pemberlakuan Perppu No. 012003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pada peristiwa Bom Bali tanggal 12 Oktober 2002. Namun begitu, Undang-Undang No. 59 16PRP2003 tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi MK pada tanggal 23 Juli 2004, sehingga UU tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat lagi. 5. Peraturan Pemerintah PP Sebagaimana diatur oleh pasal 5 ayat 2 UUD 1945, bahwa Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. Dengan demikian, PP bukanlah satu peraturan yang berdiri sendiri, sebab ia dibuat untuk melaksanakan UU yang telah ada. Konsekuensinya, bahwa bentuk maupun isi sebuah PP tidak boleh bertentangan dengan UU. Misalnya, PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, merupakan pelaksanaan dari UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam hal ini, isi PP No. 65 Tahun 2001 sudah semestinya tidak bertentangan dengan UU No. 34 Tahun 2000. Hal itu ditegaskan oleh pasal 10 UU No. 10 Tahun 2004, menyatakan bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Meskipun fungsinya untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya, mengingat banyaknya perintah UU untuk mengatur suatu hal dalam PP, seringkali pemerintah tidak dapat segera menyelesaikan tugasnya menyusun PP dimaksud. Suatu contoh, UU Sisdiknas No. 202003 memerintahkan pengaturan hal-hal tertentu dalam PP sebanyak 38 buah. 6. Peraturan Presiden Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Berdasarkan pasal 11 Undang-Undang No. 102004, materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. Salah satu contoh hal yang harus diatur oleh Peraturan Presiden sebagai perintah Undang-Undang adalah mengenai tatacara penyusunan dan pengelolaan program legislasi nasional, yang diatur pada pasal 16 ayat 4 UU No. 10 Tahun 2004. Dalam UU tersebut memerintahkan adanya 4 Peraturan Presiden. Coba Anda cari 60 7. Peraturan Daerah Peraturan Daerah Perda merupakan peraturan perundang- undangan yang terendah. Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Peraturan Daerah meliputi Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah KabupatenKota, dan Peraturan Desaperaturan yang setingkat. Adapun materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lain yang kedudukannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang kedudukannya lebih tinggi, dan seterusnya sampai kepada UUD sebagai sumber hukum tertinggi. Setelah mempelajari peraturan perundang-undangan yang ada di negara kita, maka jelaslah bagi kita bahwa hukum harus mengatur dan melingkupi semua masalah yang dihadapi rakyat dan negara. Di dalam negara hukum Indonesia tidak boleh ada masalah yang terlewatkan oleh peraturan hukum. Singkatnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus ada kepastian hukum. Kepastian hukum adalah keniscayaan yang harus nyata adanya. Kita tidak boleh hidup dalam ketidakpastian, sebab bisa timbul kekacauan. Oleh karena itu, satu hal penting dalam negara hukum, adalah jaminan agar tidak terjadi kekosongan kepakuman aturan hukum.

4. Menaati Peraturan Perundang-Undangan

Seorang filsuf berkata, “Vox populi vox dei” suara rakyat adalah suara Tuhan. Apakah undang-undang yang dibuat atau dirumuskan telah sesuai dengan atau menyimpang dari hati nurani dan keinginan rakyat? Apabila suara rakyat tidak didengar, apabila kepentingan rakyat dikhianati, maka yang terjadi seperti tercermin dalam gambar di atas. Rakyat jelata pun berani protes dan mengkritik anggota DPR. Kelakuan 61 para wanita desa tersebut dengan bebek-bebek mereka adalah sindiran bagi anggota DPR yang tidak memperhatikan nasib rakyat kecil, tetapi malah “cuek bebek” atau tidak mau peduli. Selanjutnya coba perhatikan dengan seksama UUD 1945 pasal 27 ayat 1, 28, 28C ayat 2, 28D ayat 1, 28F, 28H ayat 1, 2, dan 3, 28I ayat 2 dan 5, serta pasal 34 ayat 1, 2, dan 3. Ketentuan apa saja yang Anda temukan dalam pasal-pasal tersebut, baik yang menyangkut hak maupun kewajiban? Berdasarkan temuan-temuan itu, apa konsekuensinya bagi warga negara Indonesia jika menemukan peraturan perundang-undangan yang mengandung penyimpangan terhadap kepentingan rakyat? Apa saja yang dapat dilakukan warga negara untuk mengontrol pembuatan peraturan perundang-undangan? Melalui saluran apa saja partisipasi warga negara dalam mengontrol perumusan aturan perundang-undangan? Baiklah, marilah secara berturut-turut kita jawab pertanyaan- pertanyaan di atas. Apabila ternyata Anda sudah memperoleh jawaban sendiri, maka ada baiknya pula Anda mencocokkan dengan apa yang akan dibahas di bagian ini. Anda tetap harus kritis. Apabila ada kejanggalan atau ada hal-hal yang sulit Anda pahami segera konsultasikan hal itu kepada gurumu.

1. Kesadaran akan Kedudukan yang Sama dalam Hukum

Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum. Warga negara merupakan subjek hukum. Pasal 27 ayat 1 dengan tegas menetapkan, bahwa: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dalam hal ini tegas, bahwa tidak ada diskriminasi di dalam hukum, baik yang menyangkut hak maupun kewajiban. Salah satu bentuk perwujudan tentang hal ini tampak jelas dalam keikutsertaan warga negara pada pemililhan umum yang jujur dan adil. Perhatikan sekali lagi, mantan Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, ikut antri menunggu giliran untuk memberikan suaranyapilihannya pada Pemilu Petama tahun 1955. 62 Ketika berhadapan dengan hukum seseorang tidak akan dipertimbangkan pangkat dan jabatan yang disandangnya. Di hadapan hukum setiap orang tidak dibedakan keturunan dan asal-usulnya. Hukum membe-baskan diri dari memper-hitungkan kekayaan yang dimiliki seseorang yang berperkara. Hukum juga tidak memihak kepada jenis kelamin, keyakinan agama, aliran politik, dan asal-usul kedaerahan. Setiap warga negara dihargai sama dan ditempatkan pada posisi yang sama di depan hukum. Apabila berhubungan dengan hak seseorang warganegara, maka hukum akan melindungi dan menjaga agar hak itu tetap terjaga dan sedapat mungkin dapat terpenuhi. Orang atau pihak lain, siapa pun dia oleh hukum akan dipaksa untuk menghormati dan tidak menganggunya. Sedangkan apabila berkaitan dengan kewajiban, maka hukum akan memaksa semua orang untuk menunaikannya. Penyimpangan dari aturan tersebut, maka hukum akan memberikan sanksi dengan tegas dan tidak pandang bulu. Mungkin Anda bertanya: “Apakah cita-cita dan fungsi hukum yang begitu mulia itu telah terwujud dalam dunia kenyataan?” Mungkin Anda juga menyaksikan dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang dilanggar hak-haknya oleh orang lain atau bahkan oleh pihak penguasa, tetapi hukum tidak dapat melingdungi sepenuhnya. Sebaliknya, banyak juga kita saksikan kejahatan tetap merajalela, baik yang dilakukan oleh orang seorang maupun oleh kelompok orang, tetapi hukum belum mampu mengatasi. Itulah masalahnya. Hukum baru akan berfungsi apabila ada kesadaran hukum dari semua warga negara untuk menjunjung tinggi hukum. Hukum adalah aturan yang baru berfungsi jika kita semua mematuhinya. Tanpa kesadaran dan kepatuhan terhadap aturan, maka hukum akan mandul. Bekerjanya hukum sangat tergantung kepada sikap dan perilaku manusia sebagai subjek hukum.

2. Kepatuhan dan Penegakan Hukum

Sebagaimana dikekukakan sebelumnya, bahwa kepatuhan hukum merupakan bentuk perwujudan dari kesadaran hukum warga negara. Orang yang sadar akan hak dan kewajiban akan berjuang