Pengambilan keputusan yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila menekankan pada empat prinsip penting sebagai
berikut. Keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu prinsip dalam
melaksanakan musyawarah ketika setiap orang mengetahui apa yang menjadi hak pribadi, hak orang lain dan kewajiban terhadap orang lain.
Persamaan yaitu prinsip yang menekankan bahwa setiap orang memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
Kebebasan yang bertanggung jawab, artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengemukakan pendapat.
Mengutamakan persatuan dan kesatuan, artinya setiap pelaksanaan musyawarah harus mengutamakan kepentingan umum.
Berdasarkan hal tersebut di atas, contoh pelaksanaan pengambilan keputusan berbentuk demokrasi Pancasila adalah pelaksanaan pemilihan
umum yang dilaksanakan di Indonesia pada tanggal 7 Juni 1999. Pemilu merupakan salah satu upaya bangsa Indonesia dalam mewujudkan
tegaknya kedaulatan rakyat. Disamping itu, pemilu tahun 1999 diharapkan menjadi momentum penting yang akan memberikan jalan penyelesaian bagi
penanggulangan “krisis nasional” yang melkalian kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilu tahun 2004 dilaksanakan 3 tiga kali karena disamping
pemilihan lembaga legislatif juga pertamakalinya presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat, sehingga tugas MPR tidak lagi memilih presiden
dan wakil presiden tetapi hanya melantikmengangkat saja. Ketentuan tatacara yang harus diperhatikan dalam pengambilan
keputusan berdasarkan Demokrasi Pancasila, sebagai contoh adalah pengambilan keputusan dalam sidang MPR, yang dapat diperhatikan pada
pasal 14 dan 15 UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa:
putusan ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 23 dari jumlah anggota MPR yang hadir;
putusan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar ditetapkan dengan persetujuan lima puluh persen ditambah 1 dari
seluruh anggota MPR; putusan yang diambil dalam melaksanakan tugas dan wewenang MPR
ditetapkan dengan suara terbanyak; dan
sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk
mencapai mufakat.
D. Rangkuman
1. Sistem politik suatu negara merupakan wujud atau gambaran kehidupan masyarakatnya, yang biasanya bersumber dan digali dari nilai-nilai luhur
bangsa. Sistem politik suatu negara harus mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan kehidupan,
langgeng, berkelanjutan,
mempunyai dorongan alamiah, serta tahan dalam segala kondisi lingkungan yang menekannya sampai batas tertentu. Pemerintah dalam
sistem politik merupakan mekanisme formal di samping ranata sosial politik lainnya yang tidak resmi.
2. Demokrasi Pancasila menghendaki suatu pemerintahan yang benar- benar menjunjung tinggi hukum rechstaat dan bukan berdasarkan
kekuasaan belaka machstaat. Dengan demikian, segala tindakan ataukebijaksanaan harus berdasarkan hukum yang berlaku.
3. Peran serta warganegara dalam memantapkan pelaksanaan demokrasi Pancasila adalah dengan mengembangkan budaya politik yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia. 4. Kebebasan
mengeluarkan pendapat
bukan sekadar
bebas mengeluarkan pendapat, melainkan harus disertai tanggung jawab yang
besar. 5. Contoh pelaksanaan pengambilan keputusan berbentuk demokrasi
Pancasila adalah pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
BAB II KEGIATAN BELAJAR 2
A. Kompetensi dan Indikatotor
1. Kompetensi: Mahasiswa memahami budaya politik sebagai salah satu variabel
yang berpengaruh terhadap sistem politik Indonesia. 2. Indikator:
a. Menjelaskan pengertian budaya politik b. Menjelaskan klasifikasi budaya politik
c. Menyebutkan ciri-ciri yang menonjol dalam budaya politik
Indonesia d. Menjelaskan pengaruh budaya politik terhadap sistem politik
B. Uraian Materi BUDAYA POLITIK
1. Pengertian
Kehidupan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan. Sebab setiap masyarakat betapapun sederhananya mereka memiliki kebudayaan
tertentu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang inheren dengan Masyarakat itu sendiri. Kebudayaan menurut Hoebel
adalah integrasi sistem pola-pola perilaku hasil belajar yang merupakan ciri khas anggota suatu masyarakat dan yang bukan merupakan warisan biologis
Joyomartono, 1990:10. Sedangkan wujud kebudayaan itu diantaranya adalah kompleks
idée, gagasan,
nilai, norma,
peraturan, dan
sebagainya Koentjaraningrat, 1997:5.
Dalam sistem politik, budaya politik merupakan variabel yang sangat penting, dan oleh karenanya menjadi bahasan yang pokok dalam kajian
system politik di samping variabel penting lainnya. Budaya politik sering diartikan sebagai pola tingkah laku individu dan
Konstitusi, Demokrasi, dan Budaya
orientasinya terhadap kehidupan politik Kantaprawira, 1983:29. Ada yang menyatakan bahwa budaya politik adalah seperangkat sikap,
kepercayaan, dan perasaan warga negara terhadap system politik dan symbol- simbol yang dimilikinya. Sjamsuddin, N, 1993: 90. Pendapat yang lain
menyatakan bahwa budaya politik adalah orientasi yang khas dari warga negara terhadap system politik dan aneka ragam bagiannya. Almond Verba
dalam: Sjamsuddin, 1993: 79. Dalam budaya politik dapat ditemukan bagaimana orientasi atau
pandangan individu terhadap system
kekuasaan, negara, pemerintah, demikian pula orientasi tentang keberadaan
dirinya sebagai bagian dari sebuah negara. Budaya poilitik melekat pada setiap masyarakat, baik masyarakat tradisional, transisional, maupun masyarakat
modern. Budaya politik berkaitan erat dengan perilaku politik, yaitu tindakan manusia dalam situasi politik. Perilaku politik individu sangat ditentukan
oleh pola orientasi umum common orientation pattern yang nampak secara jelas sebagai cermin budaya politik.
Budaya politik menjadi bahasan yang penting dalam system politik karena
budaya politik sangat mempengaruhi
bagaimana tampilan sebuah system politik. Pengenalan atas budaya politik merupakan salah satu informasi bagi pengenalan sistem politiknya. Dua
system politik dengan struktur yang hampir sama menjadi sangat berbeda tampilannya karena
adanya perbedaan dalam budaya
politiknya. Oleh karena itu, untuk memahami sebuah system politik niscaya harus memahami bagaimana budaya politik masyarakatnya. Namun demikian
bukan berarti bahwa persamaan budaya politik pasti membawa persamaan system politiknya, karena tampilan budaya politik masih dipengaruhi oleh faktor-
faktor lainnya. Indonesia misalnya, budaya politiknya belum banyak berubah dari waktu
ke waktu, akan tetapi system politiknya telah berkali-kali mengalami perubahan, yaitu dari system politik Demokrasi Liberal ke sistem politik Demokrasi Terpimpin,
dan kemudian Demokrasi Pancasila. Sebaliknya Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara persemakmuran, walaupun mereka memiliki budaya politik
yang relative sama, akan tetapi system politiknya berbeda satu sama lain.