333 Fase
Ke- Indikator
Aktivitas Guru pelatihan dan
penerapan penerapan kepada situasi lebih kompleks dan
masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
b Lingkungan belajar model pembelajaran langsung Lingkungan belajar perlu diatur dengan baik sehingga penerapan metode
ceramah, ekspositori, demonstrasi, dan tanya jawab dapat terlaksana dengan baik sehingga tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan dapat
tercapai.
2. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang anggotanya heterogen untuk bekerja sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan
masalah, tugas, atau mengerjakan sesuatu untuki mencapai tujuan bersama. Menurut teori motivasi, bentuk hadiah atau struktur pencapaian tujuan saat
peserta didik melakukan kegiatan merupakan motivasi dalam pembelajaran kooperatif. Struktur tujuan kooperatif menciptakan suatu situasi bahwa tujuan
pribadi dapat tercapai hanya apabila kelompok itu berhasil. Sebelum pembelajaran kooperatif diterapkan, peserta didik perlu mengetahui keterampilan-keterampilan
kooperatif yang akan digunakan bekerja dalam tim. Model pembelajaran ini sejalan dengan salah satu prinsip CTL, yaitu learning community.
a Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
1 Membantu peserta didik untuk mencapai hasil belajar optimal dan
mengembangkan keterampilan sosial peserta didik. 2
Mengajarkan keterampilan bekerjasama dan berkolaborasi 3
Memberdayakan peserta didik kelompok atas sebagai tutor sebaya bagi kelompok bawah.
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Fase ke-
Indikator Aktivitas Guru
1. Menyampaikan tujuan
dan memotivasi peserta didik
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran sandar kompetensi yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik belajar.
2. Menyajikan Informasi
Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
3. Mengorganisikan peserta
didik ke dalam kelompok- kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana cara membentuk kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien.
4. Membimbing kelompok
bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas dalam hal menggunakan keterampilan kooperatif.
334 Fase
ke- Indikator
Aktivitas Guru 5.
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok menyajikan hasil kerjanya.
6. Memberikan
penghargaan Guru memberikan cara-cara untuk menghargai,
baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
b Lingkungan Belajar Model Pembelajaran Kooperatif Lingkungan belajar dicirikan oleh proses demokratis dan peranan aktif
peserta didik dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya.
Lingkungan belajar untuk dapat melaksanakan pembelajaran kooperatif adalah :
1 Metode : Metode mengajar yang dapat digunakan adalah penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, atau pemberian tugas melalui pendekatan
kontekstual dan open-ended. 2 Media : Buku peserta didik, LKS
3 Peralatanbahan : Sesuai dengan materi
4 Prasaranasarana : Kelas yang dapat digunakan untuk diskusi
kelompok c Sistem Manajemen Model Pembelajaran Kooperatif
1 Guru membagi peserta didik dalam kelompok kecil 4-5 orangkelompok 2 Guru menjelaskan prosedur, kerja kelompok
3 Guru membimbing kelompok jika diperlukan dan memonitor semua
kegiatan peserta didik. 4 Materi pembelajaran seperti buku peserta didik dan LKS harus tersedia
di kelas. 5 Guru memberikan kuis pada setiap akhir pokok bahasan secara
individual. 6 Guru memberikan penghargaan pada kelompok yang berhasil.
d Unsur-Unsur Dasar Dalam Pembelajaran Kooperatif 1
Peserta didik dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan”.
2 Setiap peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap peserta didik
lainnya dalam kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3 Peserta didik haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4
Peserta didik haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
5 Setiap peserta didik akan diberikan evaluasi atau penghargaan yang
akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok. 6
Peserta didik berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7 Peserta didik akan diminta mempertanggungkawabkan secara individual
materi yang ditangani di dalam kelompoknya.
335 e Beberapa Variasi atau Tipe Pembelajaran Kooperatif
1 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif STAD dikembangkan oleh Robert Slavin, dan merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.
STAD terdiri dari sintaks kegiatan pengajaran sebagai berikut: a
Mengajar: Mempresentasikan pelajaran. b
Belajar dalam tim: peserta didik bekerja dalam tim mereka dengan dipandu oleh lembar kegiatan peserta didik untuk menuntaskan
materi pelajaran. c
Tes: peserta didik mengerjakan kuis atau tugas individual lain misalnya tes essai atau kinerja.
d Penghargaan tim: Skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan
anggota tim, dan sertifikat, laporan berkala kelas, atau papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan kepada tim
yang berhasil mencetak skor tertinggi.
2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada dasarnya sintaks atau langkah-langkah pembelajarannya sesuai dengan tipe STAD. Tipe
Jigsaw ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan adaptasi oleh Slavin. Pada tipe ini materi pembelajaran diberikan kepada peserta didik dalam
bentuk teks. Anggota tim yang berbeda dan memiliki materi sama berkumpul membentuk kelompok ahli untuk belajar dan saling
membantu mempelajari materi tersebut. Selanjutnya anggota kelompok ahli ini kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah
dipelajari dan didiskusikan di dalam kelompok ahlinya kepada teman kelompok asal. Ilustrasi yang menunjukkan pembelajaran Jigsaw dapat
dilihat pada gambar 3.
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X
X X X X
Kelompok ahli Kelompok asal
tiap kelompok ahli memiliki satu anggota dari tiap tim asal
X X
X X
336
3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok
Investigasi Kelompok IK merupakan model pembelajaran kooperatif yang lebih kompleks dari tipe kooperatif sebelumnya, dan agak sulit
diterapkan. Tipe ini memerlukan Guru untuk mengajarkan keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. Dalam penerapan IK,
peserta didik memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan
laporan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas. Ada enam langkah IK seperti berikut:
a Pemilihan topik: peserta didik memilih subtopik khusus dalam suatu
masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh Guru. b Perencanaan kooperatif: peserta didik dan Guru merencanakan
prosedur pembelajaran, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih.
c Implementasi: peserta didik menerapkan rencana yang telah mereka tetapkan pada tahap kedua. Guru secara ketat mengikuti
kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan. d Analisis dan sintesis: peserta didik menganalisis dan mengevaluasi
informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan mempersiapkan
presentasi di depan kelas. e Presentasi hasil final: beberapa atau semua kelompok menyajikan
hasil penyelidikannya, dengan tujuan agar semua peserta didik mengetahui topik. Presentasi ini dikoordinasikan oleh Guru.
f Evaluasi: dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, peserta didik dan Guru
mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat berupa individual atau kelompok.
4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Pendekatan Struktural PS
Pembelajaran ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta
didik. Terdapat dua macam struktur PS yang terkenal, yaitu Think-Pair- Share TPS dan Numbered-Heads-Togther NHT.
Struktur Think-Pair-Share TPS
Struktur TPS memiliki langkah-langkah yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi peserta didik waktu lebih banyak untuk berpikir,
menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Adapun langkah- langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Langkah 1: Thinking berpikir: Guru mengajukan suatu pertanyaan atau
isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian meminta peserta didik untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut
secara mandiri untuk beberapa saat. Langkah 2: Pairing berpasangan: Guru meminta peserta didik
berpasangan dengan peserta didik yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap
berpikir. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi
ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya Guru memberi waktu 4 – 5 menit untuk berpasangan.
Langkah 3: Sharing berbagi: pada langkah akhir, Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas
tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif
337 dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan,
sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
5 Struktur Numbered-Heads-Together NHT
Struktur NHT biasanya juga disebut berpikir secara berkelompok. NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak peserta didik dalam
menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Sebagai gantinya
mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut:
Langkah 1 : Penomoran: Guru membagi peserta didik ke dalam
kelompok beranggota 3 – 5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.
Langkah 2 : Mengajukan pertanyaan: Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada peserta didik. Pertanyaan dapat
bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau bentuk arahan.
Langkah 3 :Berpikir bersama: Peserta didik menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap
anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Langkah 4 : Menjawab: Guru memanggil peserta didik dengan nomor
tertentu, kemudian peserta didik yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab
pertanyaan untuk seluruh kelas.
Perbandingan Antara Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Kooperatif. Berikut ini ditampilkan tabel yang memuat perbandingan antara pembelajaran
kooperatif dan pembelajaran tradisional. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Tradisional 1.
Kepemimpinan bersama. 2.
Saling ketergantungan yg positif. 3.
Keanggotaan yang heterogen. 4.
Mempelajari keterampilan kooperatif. 5.
Tanggung jawab terhadap hasil belajar seluruh anggota kelompok.
6. Menekankan pada tugas dan
hubungan kooperatif. 7.
Ditunjang oleh Guru. 8.
Satu hasil kelompok. 9.
Evaluasi kelompok. 1. Satu pemimpin.
2. Tidak ada saling ketergantungan. 3. Keanggotaan homogen.
4. Asumsi adanya keterampilan sosial. 5. Tanggung jawab tehadap hasil
belajar sendiri. 6 Hanya menekankan pada tugas.
7 Diarahkan oleh Guru. 8 Beberapa hasil individual.
9 Evaluasi individual.
3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah dapat menyajikan masalah autentik dan bermakna sehingga peserta didik dapat melakukan penyelidikan dan menemukan
sendiri. Peranan Guru dalam model ini adalah mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan interaksi peserta didik. Model pembelajaran ini berlandaskan
338 psikologi kognitif dan pandangan konstruktif mengenai belajar. Model ini juga sesuai
prinsip-prinsip CTL, yakni inquiri, konstruktivisme, dan menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi.
a Tujuan Model Pembelajaran Berbasis Masalah 1 Membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir,
memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual. 2 Melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran melalui
pengalaman nyata atau simulasi sehingga ia dapat mandiri.
Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Ke-
Indikator Aktivitas Guru
1. Orientasi peserta didik
kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistic yang dibutuhkan, memotivasi peserta didik terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah yang dipilihnya.
2. Mengorganisasikan
peserta didik untuk belajar
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut. 3.
Membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok Guru mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya Guru membantu peserta didik dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5. Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
b Lingkungan Belajar Model Pembelajaran Berbasis Masalah 1 Lingkungan belajar dicirikan oleh proses demokrasi, keterbukaan,
dan peranan peserta didik yang aktif. 2 Lingkungan berorientasi pada pengajuan dan pemecahan masalah,
baik dari Guru terlebih dari peserta didik. Dengan lingkungan sebagai: a
Metode :
Disesuaikan dengan pokok bahasan b
Media : Informasi
tertulis, media,
benda manipulatif, pendekatan, teori belajar atau
pemecahan masalah itu sendiri. c
Peralatanbahan : Disesuaikan dengan mata pelajaran dan pokok bahasan.
d Saranaprasarana : Disesuaikan dengan mata pelajaran dan
pokok bahasan. c Sistem Manajemen Model Pembelajaran Berbasis Masalah
1 Guru mengarahkan peserta didik untuk mengajukan masalah yang menantang sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.
2 Peserta didik mengajukan pertanyaan atau soal terhadap masalah yang telah dipilih oleh Guru dan peserta didik untuk dipecahkan.
339 3 Peserta didik dan Guru menelaah pertanyaan atau soal yang diajukan
oleh peserta didik dalam hal jenis, tingkat keterselesaian, dan kandungan informasi pertanyaan tersebut.
4 Keseluruhan proses diarahkan untuk membantu peserta didik agar dapat mandiri dan percaya diri dalam melakukan kegiatan pemecahan
masalah. 5 Metode mengajar yang dapat digunakan adalah penemuan, inquiri,
pengajuan dan pemecahan masalah, atau pemberian tugas melalui pendekatan kontekstual dan open-ended.
4 Model Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual a Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan ramah, terbuka, negosiasi yang terkait dengan dunia nyata
kehidupan peserta didik daily life modeling, sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran peserta didik
menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif - nyaman dan menyenangkan.
b Tujuan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali peserta didik dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke
permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian peserta didik di dalam pembelajaran
kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang kuat dan mendalam sehingga peserta didik kaya akan pemahaman masalah dan cara
untuk menyelesaikannya.
c Prinsip pembelajaran kontekstual Peserta didik melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat,
dan pengembangan kemampuan sosialisasi peserta didik. Pembelajaran kontekstual menekankan pada berfikir tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan
lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan, dan pensintesaan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.
d Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual Pada pelaksanaan pembelajaran kontekstual perlu memperhatikan tujuh
komponen pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu: modeling pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian
kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh, questioning kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan
berpikir peserta didik, learning community seluruh peserta didik partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba,
mengerjakan, inquiry proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, peserta didik belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
melalui
identifikasi, investigasi,
hipotesis, generalisasi,
menemukan, constructivism membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-
aturan, analisis-sintesis, berdasar pada pengetahuan awal, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan,
reflection reviu, rangkuman, tindak lanjut, authentic assessment penilaian proses dan hasil pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha
peserta didik, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara.
e Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual Berdasarkan
ketujuh komponen
tersebut, maka
pelaksanaan pembelajaran kontekstual meliputi kegiatan berikut ini:
340 1 Pendahuluan
Pada kegiatan ini guru mengingatkan peserta didik tentang materi pelajaran yang
lalu, memotivasi
peserta didik,
mengkomunikasikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai secara rinci dan jelas, dan menjelaskan model pembelajaran yang akan dijalani. Pada tahap ini, guru juga
mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya
2 Kegiatan Inti Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah kontekstual kepada peserta
didik sesuai dengan pengalaman, tingkat pengetahuannya, dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut. Melalui kegiatan
inkuiri peserta
didik mengkonstruksi
pengetahuannya. Kegiatan
pembelajaran berlangsung secara interaktif partisipatif dalam diskusi kelompok. Peserta didik diberi kesempatan menjelaskan dan memberi
alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban teman atau peserta didik lain, menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap
jawaban yang diberikannya, memahami jawaban teman atau peserta didik lain, mencari alternatif penyelesaian yang lain. Pada tahap ini diperlukan
model sebagai contoh pembelajaran.
3 Penutup Pada kegiatan ini guru melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang
ditempuh atau terhadap hasil pelajaran, dan melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
5.
Model Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik a Karakteristik Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik
Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik bertolak dari masalah-masalah kontektual, peserta didik aktif, guru berperan sebagai
fasilitator, peserta didik bebas mengeluarkan idenya, peserta didik sharing ide-idenya, peserta didik dengan bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu
sama lain. Guru membantu membandingkan ide-ide tersebut dan membimbing peserta didik mengambil keputusan tentang ide terbaik untuk
mereka.
Titik awal proses belajar dengan pendekatan matematika realistik menekankan pada konsepsi yang sudah dikenal oleh peserta didik. Setiap
peserta didik mempunyai konsep awal tentang ide-ide matematika. Setelah peserta didik terlibat secara bermakna dalam proses belajar, maka proses
tersebut dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pada proses pembentukan pengetahuan baru tersebut, peserta didik bertanggung jawab
terhadap proses belajarnya sendiri. Peran guru hanya fasilitator belajar. Idealnya, guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif. Guru
harus memberi kesempatan kepada peserta didik untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu
peserta didik dalam menafsirkan persoalan real.
Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik memiliki lima buah karakteristik, yaitu:
1 Menggunakan masalah konstekstual the use of context
Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual dunia nyata, tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual
yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang “dikenali” oleh peserta didik.
341 2
Menggunakan model use models, bridging by vertical instrument Istilah model berkaitan dengan dengan model situasi dan model
matematika yang dikembangkan sendiri oleh peserta didik. Sewaktu mengerjakan
masalah kontekstual,
diharapkan peserta
didik mengembangkan model mereka sendiri.
3 Menggunakan kontribusi peserta didik students constribution
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan datang dari konstruksi dan produksi peserta didik sendiri, yang mengarahkan
mereka dari metode informal mereka kearah yang lebih formal. Streefland 1991 menekankan bahwa dengan produksi dan konstruksi,
peserta didik terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka sendiri anggap penting dalam proses belajar mereka.
4 Interaktivitas interactivity
Interaksi antar peserta didik dan dengan guru merupakan hal penting dalam pembelajaran matematika realistik. Guru harus selalu
memberikan kesempatan
kepada peserta
didik untuk
mengkomunikasikan ide-ide mereka sendiri melalui proses belajar yang interaktif, seperti presentasi individu, kerja kelompok, diskusi kelompok,
maupun diskusi
kelas Negosiasi,
intervensi, kooperatif
dan mengevaluasi sesama peserta didik dan juga dengan guru adalah faktor
penting dalam proses belajar mengajar. Peserta didik bebas untuk bertanya, menyatakan persetujuan atau penolakan pendapat temannya,
dan menarik kesimpulan.
5 Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya intertwining
Struktur dan
konsep matematika
saling berkaitan,
biasanya pembahasan suatu topik tercakup dalam beberapa konsep
yang berkaitan, oleh karena itu keterkaitan dan keintegrasian antar topik unit pelajaran harus dieksploitasi untuk mendukung terjadinya
proses belajar mengajar yang lebih bermakna.
b Mendesain Model Pembelajaran Matematika Realistik Untuk mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan pendekatan
realistik, model tersebut harus merepresentasikan karakteristik pembelajaran matematika realistik baik pada tujuan, materi, metode dan evaluasi. Dengan
rambu-rambu sebagai berikut. Tujuan. Tujuan harus menekankan pada kemampuan berargumentasi,
berkomunikasi dan pembentukan sikap kritis. Materi. Desain suatu materi yang sangat terbuka untuk dapat
didiskusikan di kelas; yang berangkat dari suatu situasi dalam realitas, berangkat dari konteks yang berarti dalam kehidupan peserta didik.
Aktivitas. Aktivitas peserta didik harus diatur sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya. Berdiskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi
ini peserta didik mempunyai kesempatan untuk bekerja, berfikir dan berkomunikasi dengan menggunakan matematika. Peranan guru hanya
sebatas fasilitator atau pembimbing.
Evaluasi. Materi evaluasi dibuat dalam bentuk ‘open question’ yakni pertanyaan terbuka, pertanyaan yang jawabnya tidak tunggal; yang
memancing peserta didik untuk menjawab secara bebas dan menggunakan beragam strategi atau beragam jawaban free productions.
c Pelaksanaan Model Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik 1
Pendahuluan: Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah soal yang riil bagi
peserta didik sesuai dengan pengalaman dan tingkah pengetahuannya sehingga peserta didik segera terlibat dalam pembelajaran secara
342 bermakna. Permasalahan yang diberikan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam pelajaran tersebut. 2
Pengembangan: Peserta didik mengembangkan atau menciptakan model-model
matematis simbolik secara informal terhadap persoalan atau maslah yang diajukan. Kegiatan pembelajaran berlangsung secara interaktif.
Peserta didik diberi kesempatan menjelaskan dan memberi alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban teman atau
peserta didik lain, menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban teman atau peserta
didik lain, mencari alternatif penyelesaian yang lain.
3 Penutup
Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran
5 Model Penemuan Terbimbing a Pengertian
Dalam model ini, peserta didik didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat ‘menemukan’ prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang
telah disediakan guru. Sampai seberapa jauh peserta didik dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.
Peserta didik dihadapkan kepada situasi di mana ia bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi, dan mencoba-coba trial and error hendaknya
dianjurkan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu peserta didik agar menggunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari
sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas peserta didik dan membantu
mereka dalam ‘menemukan’ pengetahuan yang baru tersebut. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila peserta didik dilibatkan secara langsung
dalam proses pemahaman dan ‘mengkonstruksi’ sendiri konsep atau pengetahuan tersebut. Model ini bisa dilakukan baik secara perseorangan maupun kelompok.
Secara sederhana, peran peserta didik dan guru dalam model penemuan terbimbing ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Penemuan Terbimbing Peran Guru Peran Peserta didik
Sedikit bimbingan -menyatakan persoalan - menemukan pemecahan
Banyak bimbingan - menyatakan persoalan
- memberikan bimbingan - mengikuti petunjuk
- menemukan penyelesaian
b Langkah-langkah dalam Penemuan Terbimbing. Agar pelaksanaan model penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif,
beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada peserta didik dengan data
secukupnya. Perumusannya
harus jelas,
hindari pernyataan
yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh peserta didik tidak
salah. 2 Dari data yang diberikan guru, peserta didik menyusun, memproses,
mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya
mengarahkan peserta didik untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.
343 3 Peserta didik menyusun prakiraanhipotesis dari hasil analisis yang
dilakukannya. 4 Bila dipandang perlu, prakiraanhipotesis yang telah dibuat oleh peserta didik
tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan peserta didik, sehingga akan menuju arah yang hendak
dicapai. 5 Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka
verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada peserta didik untuk menyusunnya. Di samping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin
100 kebenaran prakiraanhipotesis. 6 Sesudah peserta didik menemukan apa yang dicari, hendaknya guru
menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.
6. CHILD FRIENDLY TEACHING MODEL CFTM