316
Tahap 6: Orientasi Prinsip Etika Universal
Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis,
universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret. Pada hakikat inilah prinsip-
prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.
Hubungan antara tahap-tahap tersebut bersifat hirarkis, yaitu tiap tahap berikutnya berlandaskan tahap-tahap sebelumnya, yang lebih terdiferensiasi lagi
dan operasi-operasinya terintegrasi dalam struktur baru. Oleh karena itu, rangkaian tahap membentuk satu urutan dari struktur yang semakin dibeda-
bedakan dan diintegrasikan untuk dapat memenuhi fungsi yang sama, yakni menciptakan pertimbangan moral menjadi semakin memadai terhadap dilema
moral. Tahap-tahap yang lebih rendah dilampaui dan diintegrasikan kembali oleh tahap yang lebih tinggi. Reintegrasi ini berarti bahwa pribadi yang berada pada
tahap moral yang lebih tinggi, mengerti pribadi pada tahap moral yang lebih rendah.
Menurut Kohlberg dalam penelitian empirisnya memperlihatkan bahwa tidak setiap individu akan mencapai tahap tertinggi, melainkan hanya minoritas
saja, yaitu hanya 5 sampai 10 persen dari seluruh penduduk, bahkan angka inipun masih diragukan kemudian. Diakuinya pula bahwa untuk sementara waktu
orang dapat jatuh kembali pada tahap moral yang lebih rendah, yang disebut sebagai regresi fungsional.
3. Perkembangan Sosial Peserta Didik
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Atau sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama Yusuf, 2001: 122-126. Perkembangan sosial anak
sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, norma-norma kehidupan
bermasyarakat, serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya dalam menerapkan norma-norma tersebut. Proses bimbingan orangtua ini lazim disebut
proses sosialisasi. Proses sosialisasi merupakan proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial, sehingga menjadi anggota
masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Melalui hubungan sosial atau pergaulan dengan anggota keluarga, teman sebaya dan masyarakat anak
mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial baik positif maupun negatif, misalnya: kerja sama, simpati, agresi, persaingan. Perkembangan sosial anak sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya dan teman sebaya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau
memberi peluang terhadap perkembangan sosial yang positif, maka anak akan mencapai perkembangan sosialnya secara matang.
4. Perkembangan Kepribadian Peserta Didik
Kepribadian adalah susunan sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian individu yang unik terhadap lingkungannya. Dua
komponen utama kepribadian yakni konsep diri dan sifat Hurlock 1978: 236-238. Konsep diri berhubungan dengan bayangan atau cermin tentang diri sendiri, yang
dipengaruhi oleh peran dan hubungan dengan orang lain. Konsep diri meliputi: a konsep diri ideal, gambaran seseorang tentang penampilan dan kepribadian yang
didambakan. b konsep diri aspek fisik, konsep yang dimiliki individu tentang penampilan fisik sesuai dengan peran jenis kelaminnya dan harga dirinya
317 berhubungan dengan pandangan orang lain tentang fisiknya. c konsep diri aspek
psikologis, konsep seseorang tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain. Sifat adalah kualitas perilaku atau pola
penyesuaian diri, misalnya terhadap frustrasi, cara menghadapi masalah. Sifat mempunyai dua ciri yakni: a individualitas, yang diperlihatkan dalam variasi
kuantitas ciri tertentu dan b konsistensi, seseorang bersikap dengan cara yang hampir sama dalam kondisi dan situasi serupa.
Perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh bawaan, pengalaman awal dalam lingkungan keluarga dan pengalaman-pengalaman belajar melalui teman sebaya
dan pengaruh sekolah serta masyarakat dalam kehidupan selanjutnya. Peran unsur bawaan dalam perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh tingkat inteligensi. Pada
setiap usia, peserta didik yang lebih cerdas lebih mampu menginterpretasikan perasaan orang lain jika dibandingkan dengan peserta didik yang kurang cerdas.
Perkembangan sifat merupakan perpaduan dari bawaan dan hasil belajar. Sifat terutama dibentuk dan dikembangkan oleh pendidik di keluarga dan sekolah melalui
pembiasaan, teladan, peniruan, proses identifikasi dan penilaian diri Hurlock 1978: 236-240. Perubahan konsep diri dan sifat cenderung lebih sering terjadi pada
peserta didik yang lebih muda anak dan remaja dari pada yang lebih tua. Karena dengan berlangsungnya waktu, inti pola kepribadian semakin kurang fleksibel.
Perubahan konsep diri pada orang usia dewasa cenderung lebih sulit jika dibandingkan dengan anak dan remaja. Kondisi yang menunjang perubahan pola
kepribadian adalah: perubahan fisik, perubahan lingkungan, tekanan sosial, peningkatan kecakapan, perubahan peran dan adanya bantuan profesional. Kondisi
fisik yang mempengaruhi perubahan pola kepribadian adalah: kelelahan, malnutrisi, kondisi fisik yang mengganggu, penyakit menahun dan kelenjar endokrin.
Keberhasilan dan kegagalan juga dapat mempengaruhi pola kepribadian peserta didik. Pengaruh keberhasilan terhadap pola kepribadian yang positif antara
lain: membuat peserta didik bangga dan puas terhadap diri sendiri, memotivasi, menantang, mandiri, menumbuhkan rasa percaya diri, dan mendatangkan
kebahagiaan. Pengaruh keberhasilan terhadap pola kepribadian yang negatif antara lain: menjadi sombong dan angkuh. Pengaruh kegagalan terhadap pola kepribadian
yang positif antara lain: menurunkan aspirasi ke tingkat yang lebih realistik, lebih berhati-hati, mendorong untuk mencari bantuan. Pengaruh kegagalan terhadap
pola kepribadian yang negatif antara lain: tidak yakin akan kemampuan diri, dapat menimbulkan frustrasi, membuat malu dan canggung, menghindari situasi
mengancam, memproyeksikan kesalahan kepada orang lain, murung, depresi, marah dan merusak.
5. Teori-teori Belajar a. Teori Belajar Kognitif Menurut Piaget