Kawasan Agropolitan Berbagai Studi Terkait Terdahulu .1 Pengelolaan Berkelanjutan

68 Sedangkan pengolahan tanah secara biasa, pengadukan sisa tanaman ke dalam tanah dan pembakaran sisa tanaman merupakan perlakuan-perlakuan yang tidak menunjang untuk pengendalian erosi pada lahan berlereng. Mulsa sisa tanaman dapat mengurangi laju erosi, akan tetapi tidak selalu mengurangi aliran permukaan sedangkan teras bangku dan teras gulud dapat mengurangi erosi dan aliran permukaan Abdurachman et al. 1985.

2.11.2 Kawasan Agropolitan

Konsep Agropolitan dapat ditelusuri dari tulisan-tulisan Tiebout 1957, Isard 1966, Moses 1966, Hoover 1968, Friedmann dan Douglass 1976, namun penelitian yang berkaitan dengan Agropolitan relatif masih kurang. Di Indonesia penelitian tentang Agropolitan mulai banyak dilakukan sejak tahun 2004, namun aspek yang banyak diteliti adalah aspek ekonomi sedangkan penelitian yang bersifat komprehensif, yaitu yang mencakup aspek sosial, ekonomi, teknologi dan lingkungan, relatif masih kurang. Penelitian yang telah dilakukan tersebut menunjukkan hasil yang beragam tergantung pada aspek yang diteliti dan lokasi penelitian. Pada tahun 2004 dilakukan penelitian tentang “Aplikasi Penerapan Konsep Agropolitan di beberapa Kawasan“ yang memperoleh hasil positif bahwa penerapan konsep agropolitan menyiratkan telah tercapainya efektivitas kelembagaan Institutional Effectiveness, dan efektivitas kelompok sasaran Target Group Effectiveness serta efektivitas lingkungan Enviromental Effectiveness sehingga diperoleh manfaat bagi masyarakat luas di luar sasaran program ini Ernalia et al., 2004. Hasil penelitian Ella et al. 2004 di Sulawesi Selatan tentang “Sistem Usaha Tanaman-Ternak di Kawasan Agropolitan Barru melalui Pola Bantuan Langsung Masyarakat“ juga menunjukkan hasil positif dimana Kawasan Pertanian yang handal, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan akan tercapai bila didukung oleh prasarana jalan, sistem irigasi, lembaga keuangan perdesaan, sumberdaya manusia yang memadai. Rusastra et al. 2004 yang melakukan penelitian tentang “Kinerja dan Perspektif Pengembangan Model Agropolitan dalam mendukung Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agribisnis“ juga memperoleh beberapa hasil penelitian yang cukup positif yaitu : 1 Keberhasilan pengembangan program agropolitan di lapangan sangat ditentukan oleh kinerja Kelompok Kerja PokJa, fasilitas pemerintah dan metode pelaksanaan program agropolitan 69 2 Tiga indikator utama sebagai representasi dari sasarantarget yang mengindikasikan keberhasilan pengembangan program agropolitan adalah pengembangan infrastruktur, sistem, usaha agribisnis, dan pengembangan sumberdaya manusia Hasil yang berbeda dikemukakan Saptana et al. 2004 yang melakukan penelitian di Sumatera Utara tentang “Integrasi Kelembagaan Forum Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera KASS dan Program Agropolitan dalam rangka Pengembangan Agribisnis Sayuran Sumatera“ dimana disimpulkan bahwa : 1 Belum ada keterpaduan program antara kelembagaan forum KASS dengan Program Agropolitan 2 Integrasi kedua program tersebut akan dapat memenuhi empat faktor penggerak pengembangan agribisnis sayuran yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi dan kelembagaan. Penelitian di Jawa Barat, termasuk di Kawasan Agropolitan Cianjur oleh Anugrah et al. 2004 tentang “Pengembangan Sub Terminal Agribisnis STA dan Pasar Lelang Komoditas Pertanian dan Permasalahannya“ menyimpulkan: 1 STA merupakan salah satu struktur kelembagaan yang cukup penting dimasa yang akan datang, dalam upaya mendorong pemasaran komoditas pertanian yang dihasilkan di berbagai wilayah yang semakin beragam, sekaligus menjadi kelembagaan pertanian yang dapat menjamin kepastian harga produk pertanian yang dipasarkan oleh petani sebagai produsen, sehingga harga yang diterima dapat menguntungkan para petani 2 Konsep STA melalui sistem pasar lelang sebagai konsep baru dalam pelaksanaannya masih dihadapkan pada beberapa kendala, khususnya perubahan sistem serta perilaku dari para pelaku kegiatan usaha pertanian di berbagai daerah sentra produksi. Pranoto 2005 yang melakukan penelitian tentang “Pembangunan Perdesaan Berkelanjutan melalui Model Pengembangan Agropolitan“ juga memperoleh kesimpulan yang cukup menarik yaitu : 1 Bila didasarkan pada kelengkapan lembaga penunjang sistem usahatani, keragaan usahatani komoditas unggulan dan potensi keruangan ternyata di setiap wilayah agropolitan terdapat perbedaan kemajuan 2 Secara umum pengembangan agropolitan menghadapi kendala lahan garapan yang terbatas, alih fungsi lahan, degradasi lingkungan, permodalan, kualitas sumberdaya manusia, kelembagaan dan pemasaran. III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian