Persepsi dan Partisipasi Petani dalam Usahatani Berkelanjutan

41

2.7 Persepsi dan Partisipasi Petani dalam Usahatani Berkelanjutan

Persepsi menurut Sattar 1985 dapat didefinisikan sebagai suatu penilaian, penglihatan atau pandangan seseorang melalui proses psikologi yang selektif terhadap suatu obyek atau segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya, yang dipengaruhi antara lain oleh pendidikan, keadaan sosial, ekonomi dan budaya serta penyuluhan. Menurut Mubyarto 1984 partisipasi dapat didefinisikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri berkorelasi positif dengan kemampuannya untuk berpartisipasi dan meningkatkan taraf hidupnya. Partisipasi mencakup semua proses pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai tahap pemberian umpan balik. Ife 1995 menyatakan bahwa masyarakat akan berpartisipasi bila memenuhi 5 kondisi yaitu 1 bila mereka merasa bahwa aktivitasnya penting, 2 kegiatannya dapat memberikan hal yang berbeda, 3 bentuk partisipasi yang berbeda tersebut diakui dan bernilai, 4 masyarakat mampu dan didukung dalam berpartisipasi, 5 struktur dan prosesnya tidak dapat diabaikan. Ndraha 1990 menyatakan bahwa sasaran pembangunan, yang meliputi peningkatan taraf hidup masyarakat, pembangunan partisipasi dan penumbuhan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri, merupakan suatu paket usaha karena saling berkaitan seperti tertera pada Gambar 5. Penumbuhan Kemampuan Perbaikan Kondisi Masyarakat Untuk Dan Peningkatan Berkembang Taraf Hidup Secara Mandiri Masyarakat Pembangkitan Partisipasi Masyarakat Gambar 5 Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan. Pemanfaatan lahan kering di dataran tinggi sangat bervariasi, tetapi yang umum adalah komoditi yang bernilai ekonomis tinggi seperti hortikultura. Namun demikian pada areal tanaman semusim eksploitasi lahan belum sepenuhnya menerapkan upaya-upaya pelestarian sumberdaya tanah, sehingga rawan terhadap erosi. 42 Beberapa kendala yang dihadapi dalam adopsi teknologi konservasi terutama tanaman lorong menurut Basri 2003 adalah : 1 Ketersediaan jenis legume sesuai kebutuhan petani, status pemilikan dan penguasaan lahan yang relatif kecil, modal terbatas, ketersediaan saprodi yang relatif terbatas karena faktor aksesibilitas fisik wilayah yang kurang memadai dan sikap mental petani yang enggan mengadopsi teknologi 2 Status pemilikan tanah sangat berpengaruh terhadap adopsi teknologi, pemilik lahan tidak begitu tanggap dengan kegiatan konservasi, perhatiannnya hanya pada jumlah sewa lahan yang akan diperoleh. Persepsi petani berbeda-beda, misalnya petani di zona vulkanis tinggi tidak menganggap erosi yang terjadi sebagai masalah utama untuk keberlanjutan usahataninya. Hasil penelitian Saefuddin et al. 1988 menunjukkan bahwa di zone vulkanis telah terjadi erosi parit sehingga banyak umbi kentang yang muncul ke permukaan tanah atau bahkan hanyut karena hujan. Apabila terjadi erosi parit, petani segera memperbaikinya setelah hujan selesai atau pada akhir musim hujan, namun apabila tanaman tidak rusak, petani tidak memperdulikan erosi parit tersebut. Banyak petani yang telah membuat parit memotong lereng namun karena kualitas bangunan parit dan jarak antar parit tidak memadai, menyebabkan banyak parit yang tidak berfungsi dan rusak. Kondisi yang hampir sama terjadi di zone bukit lipatan dimana petani tampaknya kurang begitu peduli dengan bahaya erosi. Mereka mengusahakan tanaman dengan pengelolaan lahan sistem gulud memotong arah lereng karena tujuannya untuk peningkatan efisiensi penggunaan pupuk yaitu agar pupuk yang diberikan tidak hanyut. Kondisi yang berbeda terjadi di zona kapur dimana petani sadar akan ancaman bahaya erosi dan mereka dapat menunjukkan contoh nyata berupa lahan yang telah tererosi hebat sehingga tinggal lapisan tanah bawahnya. Padahal 40 tahun yang lalu lahan tersebut sangat bagus dan produktif. Mereka menyadari bahwa pembuatan teras bangku pada lahan pertanian sangat perlu namun mereka enggan menerapkannya pada lahan garapan yang bukan miliknya Saefuddin et al., 1988. 43 2.8 Pengembangan Kawasan Agropolitan 2.8.1 Agropolitan