Keterkaitan Persepsi dengan Partisipasi Masyarakat

Persepsi tersebut tidak terlepas dari pengetahuan dan pengertian mereka tentang hutan, namun tidak dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi rumah tangga masyarakat tersebut karena masyarakat desa Sirnarasa telah terbentuk suatu pola pikir yang sama tentang hutan sebagai akibat proses interaksi dalam masyarakat tersebut yang telah bersama dalam waktu yang sangat lama. Pendapat masyarakat pertanian di Kawasan Agropolitan Pacet terhadap pengelolaan USDT berkelanjutan yang sudah tinggi tersebut ternyata belum diikuti oleh partisipasi masyarakat yang tinggi pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat di Kawasan Pacet dalam pengelolaan USDT berkelanjutan masih rendah, masyarakat hanya kadang-kadang berpartisipasi dalam pengelolaan USDT berkelanjutan. Kondisi tersebut hampir sama dengan hasil penelitian Ngakan et al. 2006 tentang ketergantungan, persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap sumberdaya hayati hutan dimana masyarakat desa Pampli di Luwu Utara memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya hutan yang terletak di sekitar kampung tempat mereka tinggal. Namun persepsi yang baik tersebut ternyata tidak diikuti dengan partisipasi yang baik dalam menjaga keberlanjutan keberadaan sumberdaya hayati hutan. Faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat menurut Ngakan et al. 2006 adalah karena tingkat pendidikan yang rendah dan karena keinginan masyarakat untuk menikmati manfaat dari hutan yang sebesar- besarnya tanpa upaya maksimal. Sadli 2005 menyatakan bahwa antara pemerintah dan masyarakat terdapat jurang persepsi dan kepentingan yang melebar, sehingga dapat memecut reaksi masyarakat yang hebat. Menurut Tim Peneliti Ininnawa 2007 partisipasi masyarakat yang rendah dapat terjadi karena tingkat pengetahuan masyarakat yang sangat kurang seperti kasus upaya pengembangan kapas transgenik dimana terungkap bahwa pengetahuan mereka tentang kapas transgenik Bt sangat kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara pendapat masyarakat pertanian di Kawasan Agropolitan Pacet dengan partisipasinya dalam pengelolaan USDT berkelanjutan tidak sinkron, dimana pendapatnya sudah tinggi namun tingkat partisipasinya masih belum aktif. Sehingga masyarakat di Kawasan Agropolitan Pacet masih memerlukan bimbingan dan keberpihakan kebijakan pemerintah serta pendampingan dari berbagai pihak agar masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam pengelolaan USDT berkelanjutan. Pentingnya keikutsertaan masyarakat dan swasta yang telah menjadi kebijakan nasional di hampir seluruh negara di dunia semenjak dicetuskannya Dublin statement, di Irlandia 1992 yang kemudian diikuti oleh Agenda 21 Perserikatan Bangsa-Bangsa saat ini sudah menjadi kebijaksanaan umum. Secara teoritis perlunya pendekatan partisipasi masyakat dijabarkan oleh Piers Blake dan Harold Broofield dalam Kadri 1998 dalam bukunya Land Degradation and Society bahwa : ” we must put the land manager ‘ center stage ’ in the explanation, and learn from the land manager ‘perceptions of their proble ” yang mengartikan bahwa perlu meletakkan masyarakat sebagai land manager atau menjadi pusat pengaturan setiap permasalahan dan berdasarkan persepsi dasar masyarakat tersebut. Pembangunan seharusnya dianggap sebagai suatu kewajiban moral dari seluruh masyarakat, bukan suatu ideologi baru yang harus diamankan. Anonim 2003 menyatakan bahwa dalam pengembangan suatu proyek Clean Development Mechanism CDM partisipasi masyarakat merupakan salah satu syarat untuk menjamin bahwa proyek CDM memberikan dampak positif terutama bagi masyarakat lokal, baik secara sosial, ekonomi dan lingkungan disamping menjamin akuntabilitas dan transparansi proyek CDM. Apabila proyek CDM justru mengakibatkan kerugian bagi masyarakat lokal, maka mereka dapat memberikan pengaduan ke Badan CDM Nasional untuk ditindaklanjuti, sehingga badan ini tidak akan memberikan persetujuan. Pada tahap pengimplementasian proyek, masyarakat lokal dan masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan proyek bisa terus melakukan pengawasan terhadap kontribusi proyek pada pembangunan berkelanjutan. Proyek-proyek CDM yang hanya menimbulkan dampak negatif dapat dihentikan. Anonim 2007 menyatakan bahwa pembangunan daerah merupakan prasyarat utama yang harus digalakkan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akselerasi pembangunan daerah dilaksanakan tidak hanya oleh pemerintah daerah saja, melainkan juga melalui partisipasi masyarakat untuk mendukung pembangunan yang dimaksud. Menurut Cohen dan Uphoff dalam Musa 2000, partisipasi dapat diarahkan pada empat sasaran, yakni partisipasi dalam pembuatan keputusan; penerapan keputusan; menikmati hasil; dan evaluasi hasil. Robert Chambers dalam Kadri 1998 mengartikan partisipasi sebagai “ suatu pendekatan dan metoda untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan dan oleh masyarakat desa ”. Definisi ini memberikan pencerahan akan perlunya memperhatikan masyakat yang terlihat didalamnya dalam proses pengelolaan suatu sumber daya. Hasil penelitian partisipasi masyarakat di kawasan agropolitan dalam pengelolaan usahatani sayuran dataran tinggi USDT berkelanjutan terlihat sangat rendah. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan USDT ternyata juga terjadi pada bidang-bidang lain seperti dibidang kehutanan, dimana eksploitasi hutan alam masih berlangsung terus, sementara partisipasi masyarakat belum diakomodasikan secara bagus. Anonim 2006 juga menyatakan bahwa tingkat partisipasi warga pada periode sosialisasi Program Pengembangan Kecamatan PPK maupun pada musyawarah-musyawarah desa, cukup bervariasi, ada yang sangat antusias namun juga ada yang sangat rendah. Tingkat partisipasi warga yang rendah dan sikap apatis warga terhadap PPK, umumnya terjadi karena pemerintah terdahulu hanya memberikan janji-janji program. Mereka merasa tidak pernah dilibatkan dalam program-program terdahulu dan terpaksa menerima yang sudah ada. Sedangkan Hikmah dalam Anonim 2007 menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pembangunan daerah masih sebagian kecil saja. Hal ini terlihat dari penyelenggaraan Musyawarah rencana pembangunan Musrenbang yang sebenarnya adalah forum warga, namun di banyak tempat masih menjadi forum aparat. Sehubungan dengan hal tersebut maka pemerintah perlu meningkatkan partisipasi masyarakat melalui beberapa pendekatan, sebagaimana dilakukan oleh PemKab Sukabumi dimana partisipasi masyarakat masih perlu ditingkatkan karena partisipasi masyarakat merupakan salah satu prasyarat utama untuk keberhasilan proses pembangunan daerah. Konsep partisipasi masyarakat yang diharapkan adalah kerja sama antara masyarakat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, dan membiayai pembangunan. Untuk mengembangkan dan melembagakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan harus diciptakan suatu perubahan persepsi pemerintah terhadap pembangunan dan memerlukan sikap toleransi dari aparat pemerintah terhadap kritik, pikiran alternatif yang muncul dalam masyarakat sebagai akibat dinamika pembangunan itu sendiri, karena kritik dan pikiran alternatif merupakan suatu bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan BAPPEDA, 2006. Depkimpraswil 2000 juga telah mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat melalui perencanaan model bottom-up dimana caranya adalah dengan menyelenggarakan Pertemuan Konsultasi dengan Masyarakat PKM. Pertemuan ini merupakan study komprehensif untuk memformulasikan secara komprehensif rencana induk pengembangan dan pengelolaan SDA Wilayah Sungai Bengawan Solo berdasarkan proyeksi kebutuhan di Sumberdaya Air Wilayah Sungai SWS Bengawan Solo tahun 2025 mendatang. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan di wilayah hukum adat dinyatakan oleh WALHI 2006 bahwa masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam pengelolaan hutan melalui pengelolaan Hutan Kemasyarakatan yaitu hutan negara yang ditetapkan oleh Menteri untuk diusahakan oleh masyarakat setempat dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan dengan menitikberatkan kepentingan menyejahterakan masyarakat. Dalam program bank pohon, partisipasi masyarakat tidaklah dapat diharapkan “seragam” akan tetapi “beragam” sesuai dengan perannya dan perlu adanya keterpaduan antar kelompok, yang penting adalah adanya tim pendamping fasilitator yang berperan mendampingi masyarakat dalam melaksanakan proses partisipasi masyarakat KLH, 2004. Pada akhirnya partisipasi masyarakat menurut Anonim 2007 hanya bisa diukur melalui kuantitasnya saja seperti dinyatakan Jurgen Habermas sebagai partisipasi dalam kuantitas quantity of participation. Kualitasnya masih kurang karena belum ada insiatif dari pemerintah untuk mengusahakan masyarakat lebih kritis dalam segala hal agar hasil rumusan pembangunan lebih holistik. Dalam demokrasi, selain quantity of participation yang penting, juga quality of discourse, yaitu selain partisipasi publik penting, substansi dalam partisipasi publik jauh lebih penting. Anonim 2000 menyatakan bahwa masyarakat madani, yang merupakan kata lain dari masyarakat sipil civil society pada dasarnya adalah sebuah komunitas sosial dimana keadilan dan kesetaraan menjadi fundamennya. Muara dari pada itu adalah pada demokratisasi, yang dibentuk sebagai akibat adanya partisipasi nyata anggota kelompok masyarakat. Karakteristik masyarakat madani, adalah ditemukannya fenomena di masyarakat : o demokratisasi, o partisipasi sosial, dan o supremasi hukum. 185 IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN

9.1 Karakteristik Responden

Dalam rangka pengambilan keputusan maka perlu dilakukan Analytical Hierarchy Proc ess AHP Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran Tinggi USDT Berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Pacet, Cianjur. Responden yang diambil berasal dari pakar yang berjumlah 20 orang, namun hanya 19 orang yang kuesionernya dapat diolah. Karakteristik pakar yang dijadikan responden seperti terdapat pada Tabel 55. Tabel 55 Latar Belakang Pekerjaan Responden No Pekerjaan Uraian Jumlah 1 Dosen 2 10,50 2 Wiraswasta 2 10,50 3 Penyuluh Pertanian 4 21,05 4 Petani 2 10,50 5 Petani-Pedagang 1 5,26 6 Staf Dinas Pertanian 7 36,80 7 KCD Pertanian 1 5,25 Jumlah 19 100,00 Ditinjau dari aspek pendidikan terlihat bahwa sebagian besar responden berpendidikan S1 yaitu sebanyak 9 orang 47,40 , berpendidikan S2 sebanyak 2 orang 10,50 , DIII dan SMA masing-masing 3 orang 15,80 dan SLTP sebanyak 2 orang 10,50 . Bidang keahlian sebagian besar responden yaitu 12 orang 63.20 adalah teknis pertanian, 5 orang 26,30 memiliki bidang keahlian sosial, dan hanya 2 orang 10,50 yang memiliki bidang keahlian ekonomi. Masing-masing pakar telah berpengalaman dibidangnya masing-masing dengan pengalaman terbanyak antara 16-20 tahun yaitu sebanyak 7 orang 36,80 , 31–35 tahun sebanyak 6 orang 31,60 dan masing-masing 2 orang 10,50 yang berpengalaman 5-10 tahun, 21-25 tahun dan 26-30 tahun. Ditinjau dari segi usia, sebagian besar responden yaitu 8 orang 42,10 berusia 41-50 tahun, sebanyak 7 orang 36,80 berusia 51-60 tahun, 3 orang 15,80 berusia 31-40 tahun dan hanya 1 orang yang berusia kurang dari 30 tahun. 186

9.2 Analytical Hierarchy Process AHP

Pengambilan keputusan Pengelolaan USDT Berkelanjutan dilakukan menggunakan Analytical Hierarc hy Process AHP atau Proses Hierarki Analitik PHA . AHP Pengelolaan USDT Berkelanjutan mencakup analisis Fokus, Faktor, Aktor, Tujuan dan analisis Program Alternatif. Hasil penilaian responden terhadap setiap variabel pada aspek-aspek tersebut kemudian dirata-ratakan secara geometri yang hasilnya terdapat pada Lampiran 32. Berdasarkan data tersebut selanjutnya dilakukan analisis AHP dengan menggunakan software Criterium Decision Plus CDP Student Version, version 3.0 . Hasil analisis Consistency Ratio CR terdapat pada Tabel 56. Tabel 56 Hasil Nilai Consistency Ratio pada AHP Pengelolaan USDT Berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Cianjur, Pacet No Aspek Variabel Nilai Faktor 1 Fokus Pengelolaan USDT Berkelanjutan 0,067 2 Faktor 1. Agroinput 0,094 2. Agroproduksi 0,082 3. Agroindustri 0,079 4. Agromarketing 0,081 5. Sarana Penunjang 0,041 3 Aktor 1. Pemerintah 0,089 2. Petani 0,094 3. Perusahaan 0,090 4. Perbankan 0,080 5. Pedagang 0,049 4 Tujuan 1. Kesempatan Kerja 0,089 2. Pendapatan 0,019 3. Produksi 0,084 4. PAD 0,030 Berdasarkan data tersebut terlihat nilai setiap aspek berada pada kisaran 0,1 yang berarti penilaian aspek-aspek dalam AHP oleh responden konsisten Marimin, 2004. Hasil analisis CR terbaik ditunjukkan oleh variabel tujuan pendapatan dan PAD masing-masing dengan nilai CR 0,019 dan 0,030. Sedangkan variabel yang memiliki CR kurang baik yaitu faktor agroinput dan aktor petani masing-masing dengan nilai CR 0,094. Gambar Struktur Hierarkinya sebagaimana terlihat pada Lampiran 33 dan hasil pairwise setiap variabel sebagaimana terlihat pada Lampiran 34. Berdasarkan analisis menggunakan CDP diperoleh hasil data sebagai terlihat pada Tabel 57.