35
Sitorus 2003 menyatakan bahwa kendala dalam pemanfaatan lahan kering dataran tinggi untuk pertanian tanaman pangan adalah :
1 Kendala Fisik : - relief dengan lereng curam berbukit sampai bergunung, peka terhadap
erosi dan longsor - berkurangnya kesuburan tanah karena erosi sehingga terjadi kemunduran
produktivitas lahan 2 Kendala Sosial Budaya keluarga petani adalah sulitnya mengajak
kebersamaan dan individualisme tinggi. Walaupun memiliki banyak permasalahan, daerah lahan kering dataran
tinggi juga memiliki peluang pengembangan berkelanjutan berbagai komoditas pertanian terutama hortikultura. Manwan 1988 mengatakan bahwa prospek
pengembangan buah-buahan dan sayuran di lahan kering nampak cukup bagus karena semakin meningkatnya permintaan pasar terutama di kota-kota besar.
Kecocokan suatu jenis komoditi di daerah tertentu tergantung pada faktor agroklimat dan pemasaran. Hasil studi menunjukkan bahwa pengembangan
tanaman hortikultura dapat dilakukan di semua zone lahan kering. Di dataran tinggi dapat dikembangkan sistem usaha pertanian yang
mempunyai keunggulan komparatif bagi komoditas bernilai ekonomi tinggi. Menurut Adimihardja et al. 2000 dataran tinggi merupakan tempat tumbuh yang
ideal bagi berbagai komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan atau merupakan sumber devisa kopi, teh, makadamia dan kina, selain komoditas
hortikultura yang sangat diperlukan pasar seperti jeruk manis, jeruk keprok, apel, sayuran, bunga-bungaan.
2.6.2 Kondisi Agroklimat untuk Tanaman Sayuran
Di dataran tinggi, usahatani yang banyak dilakukan petani adalah sayuran. Tanaman sayuran diusahakan mulai dari daerah berombak sampai
bergunung dengan lereng 3–45 pada ketinggian tempat 800 m dpl. Tanaman kentang banyak diusahakan pada lereng 25 dan ditanam menurut kontur,
sedangkan wortel diusahakan dalam bedengan pada berbagai kondisi lereng, dengan atau tanpa teknik konservasi Suryani et al. 2003
Sentra produksi sayuran dataran tinggi umumnya terletak pada ketinggian 700-2.500 m dpl, dengan suhu udara rata-rata relatif sejuk sekitar
22 C sampai dingin. Menurut Gunadi 1998 dalam Kurnia et al. 2004 suhu
udara rata-rata di beberapa sentra produksi sayuran dataran tinggi di Jawa Barat
36
berkisar 18,1 C - 19,9
C. Suhu udara rata-rata di bawah 22 C merupakan
kondisi yang ideal untuk pertumbuhan tanaman sayuran dataran tinggi. Kondisi suhu udara yang sejuk di dataran tinggi merupakan persyaratan
utama dan sangat diperlukan serta sangat memungkinkan untuk perkembangan bagi komoditas pertanian dataran tinggi. Dengan demikian wilayah dataran tinggi
yang berhawa sejuk dan memiliki panorama yang indah mempunyai peluang untuk pengembangan agrowisata sehingga terbuka peluang pasar bagi beberapa
komoditas hortikultura. Menurut Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi 2003 curah hujan di
daerah sayuran dataran tinggi antara 2.500 – 4.000 mm. Kondisi curah hujan di beberapa sentra sayuran dataran tinggi di Pulau Jawa tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Kondisi Curah Hujan di beberapa Daerah Sentra Sayuran Dataran Tinggi di Pulau Jawa
No Daerah Sentra Sayuran Dataran Tinggi
Curah Hujan mm
1. Campaka, Cianjur, Jabar
2.898 2.
Pacet, Cianjur, Jabar 3.063
3. Dieng , Wonosobo, Jateng
3.917 4
Tawangmangu, Karang Anyar, Jateng
3.329
2.6.3 Pola Usahatani Sayuran
Sistem Usahatani menurut Partohardjono et al. 1990 adalah suatu penataan yang mantap dan unik dimana keluarga petani mengelola
usahataninya berdasar tanggapannya terhadap faktor-faktor lingkungan fisik, biologi dan sosial ekonomi sesuai dengan tujuan dan sumberdaya petani sendiri.
Hasil penelitian Arief 1996 di Pacet-Cianjur menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi tanaman sayuran dataran tinggi oleh kelompok tani
sangat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi petani yang terdiri dari intensitas penyuluhan, hubungan sosial dan pendapatan petani.
Menurut Basuki dan Santoso 1990 dalam Guritno et al. 1997 usahatani sayuran kentang di DAS mengalami keterbatasan lahan. Hal ini
disebabkan karena terbatasnya lahan dataran tinggi, disamping di daerah tersebut terjadi persaingan usahatani dengan komoditas lain seperti bawang
putih, kubis, wortel, bunga-bungaan maupun buah-buahan bahkan terdapat pemukiman baru yang semakin mendesak lahan pertanian. Berbagai masalah
yang dihadapi dalam usahatani di DAS bagian hulu menurut Sukmana et al. 1990 adalah sebagai berikut :
37
1 Pembangunan pertanian di masa lampau dipusatkan pada padi sawah sehingga daerah lahan kering daerah hulu kurang mendapat keuntungan
2 Di daerah lahan kering, sulit dibangun sawah beririgasi karena lereng yang curam dan ketersediaan air terbatas, sehingga pertaniannya tergantung pola
hujan yang dapat menimbulkan risiko besar 3 Di daerah lahan kering bagian hulu potensi erosi cukup tinggi karena
intensitas hujan yang cukup tinggi, tanah peka terhadap erosi, lereng curam, dan pola tanam yang kurang baik
4 Masalah kekeringan di musim kemarau dan erosi di musim hujan 5 Keterbatasan modal dan motivasi subsisten yang berkaitan dengan
rendahnya pendapatan dan produktivitas yang disebabkan oleh karena sempitnya pemilikan lahan dan sistem bagi hasilsewa
6 Kegiatan penyuluhan dihadapkan pada kendala sosial budaya, prasarana sarana perhubungan, kurangnya program penyuluhan, rendahnya
ketrampilan petani dan kurangnya penekanan pada partisipasi petani. Aktivitas budidaya sayuran yang sangat intensif berpengaruh tidak baik
terhadap lahan pertanian yaitu terjadinya pemadatan permukaan tanah yang dapat meningkatkan volume aliran permukaan akibat menurunnya laju infiltrasi,
sehingga dapat memperbesar konsentrasi sedimen dalam aliran permukaan. Sungai-sungai di daerah sayuran dataran tinggi merupakan bagian hulu dari
Daerah Aliran Sungai DAS, berlereng curam dan dasarnya berbatu-batu. Aliran sungai biasanya deras karena perbedaan tinggi antara hulu dan hilir sungai
cukup besar. Akibatnya kemungkinan terjadinya pengendapan sedimentasi pada badan sungai sangat kecil. Namun karena aktivitas budidaya sayuran di
bagian hulu DAS sangat intensif dan tanahnya peka erosi maka sungai-sungai ikut berperan mengalirkan air aliran permukaan yang mengandung sedimen
tanah yang tinggi ke dalam sungai yang lebih besar di bagian hilir DAS. Di sentra sayuran Rurukan, Tondano, Sulawesi Utara, usahatani sayuran
yang diusahakan adalah kentang, wortel, bawang daun, kubis, cabe, dan tomat yang ditanam baik secara monokultur maupun tumpangsari, dengan atau tanpa
teknik konservasi Suryani et al., 2003. Jenis-jenis sayuran yang memiliki nilai jual lebih baik bisanya ditanam dalam pola tanam monokultur dan ada juga
dalam pola tanam campuran. Pola tanam campuran biasanya dilakukan untuk mengurangi risiko kegagalan komoditas sayuran, baik kegagalan secara
agronomis maupun ekonomis.
38
Berbagai jenis sayuran di dataran tinggi ditanam dalam bedengan atau
guludan. Bedengan adalah gundukan tanah yang sengaja dibuat oleh petani
untuk menanam tanaman hortikultura dengan lebar dan tinggi tertentu serta panjang disesuaikan dengan panjang petakan lahan. Ukuran bedengan
bervariasi mulai dari lebar 70–120 cm dan tinggi bedengan 20-30 cm dengan panjang bervariasi mengikuti ukuran petakan. Berbagai macam sistem
bedengan yang digunakan oleh petani yaitu : -
bedengan searah lereng -
bedengan diagonal terhadap lereng menyerang -
bedengan dengan mulsa plastik -
bedengan dalam teras bangku -
bedengan searah kontur. Diantara bedengan dipisahkan oleh saluran air atau parit drainase yang
berguna untuk mengalirkan kelebihan air agar aerasi tanah atau kelembaban tanah dalam bedengan tetap terjaga. Disamping itu pembuatan bedengan
dimaksudkan untuk memudahkan penanaman, pemeliharaan dan panen. Akhir-akhir ini pada usahatani hortikultura banyak dijumpai bedengan
yang ditutupi dengan plastik berwarna perak. Penggunaan mulsa plastik ini dilakukan terutama oleh petani bermodal tinggi karena memerlukan biaya.
Penggunaan mulsa plastik memberikan keuntungan yaitu : -
dapat mengkompensasi pengeluaran untuk biaya penyiangan -
menghambat tumbuhnya gulma -
menjaga kelembaban tanah -
mencegah terkikisnya dan penghancuran permukaan tanah sehingga tidak ada erosi.
Petani sayuran dataran tinggi umumnya menggunakan pupuk anorganik dan pupuk organik dalam takaran lebih tinggi dari takaran anjuran sehingga
dengan kondisi ekosistem lahan hortikultura yang rentan terhadap erosi diperkirakan banyak unsur-unsur hara dari pupuk tersebut hilang terbawa aliran
permukaan dan erosi. Upaya pemupukan akhirnya menjadi tidak efisien sehingga diperlukan tindakan pencegahan erosi dan kehilangan unsur-unsur hara dari
daerah perakaran tanaman agar tercipta sistem usahatani hortikultura yang berkelanjutan. Produktivitas beberapa komoditas hortikultura di lahan kering
dataran tinggi seperti tertera pada Tabel 3.
39
Pada Tabel 3 terlihat produktivitas beberapa komoditas hortikultura di lahan kering dataran tinggi telah mengalami penurunan. Hal ini diduga sebabkan
karena adanya erosi yang menimbulkan penurunan tingkat kesuburan tanah ditambah tanah umumnya bereaksi masam, masalah gulma dan hama penyakit
sehingga produktivitas lahan kering menjadi rendah.
Tabel 3 Produktivitas Beberapa Jenis Sayuran Dataran Tinggi Tahun 2002
No. Jenis Sayuran
Produktivitas tha 1998
2002
1. Kentang
16,6 14,9
2. Kubis
22,1 20,9
3. Wortel
15,9 15,5
Berdasarkan Tabel 3 tersebut terlihat bahwa produktivitas kentang menurun cukup tajam yaitu 1 ton per ha, kubis sekitar 1 ton per ha dan wortel
menurun sekitar 0,5 ton per ha.
2.6.4 Degradasi Lahan Sayuran