6
Dinamika pembangunan terus berkembang dengan cepat dan semakin kompleks karena tantangan dan tuntutan lingkungan strategis, baik dalam negeri,
regional maupun global. Menurut Sawit et al. 1988 apabila pembangunan diabaikan di daerah lahan kering, khususnya di dataran tinggi, maka dalam
jangka panjang akan terjadi akibat fatal, baik di dataran tinggi sendiri misalnya penurunan produktivitas lahan, maupun di dataran rendah, misalnya penyusutan
umur waduksaluran irigasi dan pendangkalan sungai. Dengan demikian isu penting pembangunan pertanian di lahan kering adalah bagaimana
meningkatkan kesejahteraan, khususnya pendapatan petani dan mampu mempertahankan keberlanjutan sustainability sistem pertanian dengan tingkat
erosi yang lebih kecil dari erosi yang masih dapat dibiarkan. Berdasarkan penjelasan diatas maka implementasi program agropolitan
memerlukan penanganan yang serius, terutama pada lahan kering dataran tinggi dengan komoditas utama sayuran mengingat banyaknya aspek yang terkait di
dalamnya. Kondisi lingkungan lahan kering di daerah hulu lebih beragam sehingga sistem pertaniannya juga sangat beragam. Kondisi sosial-ekonomi
petani juga berbeda-beda, tergantung kondisi wilayah, kesuburan lahan, ancaman bahaya erosi, dan tingkat pendidikannya, menyebabkan tingkat
persepsi dan partisipasi dalam keberlanjutan usahataninya juga berbeda-beda. Oleh karena itu, kebutuhan pembangunan pada agro-ekosistem ini menjadi lebih
kompleks. Teknologi yang diperlukan tidak dapat diberlakukan sama di semua tempat, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan dan sosial
ekonomi setempat Manwan, 1988. Dalam rangka pengembangan Kawasan Agropolitan dengan orientasi
pengembangan ekonomi berbasis tanaman sayuran dataran tinggi, maka perlu dilakukan penelitian tentang model pengelolaan usahatani sayuran yang
berkelanjutan.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam rangka menyeimbangkan pembangunan, mengurangi disparitas desa-kota dan menyiapkan lapangan kerja di desa agar tidak terjadi urbanisasi,
pemerintah mencoba untuk mencari jalan keluar. Salah satu upaya pemerintah untuk memperkuat fundamental perekonomian nasional adalah memperkuat
perekonomian perdesaan dengan pengembangan sektor pertanian melalui Program Pengembangan Kawasan Agropolitan.
7
Pengembangan Kawasan Agropolitan mengandalkan pada pengembangan ekonomi yang berbasis pertanian. Dalam implementasinya, Program Agropolitan
dilaksanakan diberbagai ekosistem, termasuk di dataran tinggi. Hal tersebut telah menarik perhatian banyak kalangan, disamping juga menimbulkan kekhawatiran
terjadinya kerusakan lingkungan, terutama lahan pertanian. Para pihak yang khawatir beralasan karena pengembangan Kawasan Agropolitan akan menarik
minat para pelaku ekonomi dan spekulan, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan penduduk di kawasan tersebut.
Peningkatan penduduk, baik yang berasal dari migrasi maupun karena pertambahan penduduk dari daerah itu sendiri dapat mengakibatkan :
- terjadinya peningkatan kebutuhan pangan yang berdampak pada tekanan terhadap lahan pertanian yang dapat ditanami arable land
- terjadinya alih fungsi lahan sehingga luas lahan pertanian berkurang, - masyarakat asli kawasan terpinggirkan sehingga mereka mengelola lahan
kurang subur dan merambah hutan yang dapat menimbulkan terjadi erosi - terjadinya pencemaran karena bertambahnya volume sampah.
Program Agropolitan telah dilaksanakan di 98 kabupatenkota dengan karakteristik kawasan yang sangat beragam, mulai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi, dengan melakukan pengembangan berbagai komoditas unggulan berupa tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.
Pengembangan Kawasan Agropolitan di dataran tinggi berbasis usahatani sayuran memerlukan penanganan yang serius karena beberapa permasalahan
yang dihadapi yaitu : 1 Kurnia et al. 2000 menyatakan bahwa aktivitas budidaya sayuran dataran
tinggi yang intensif menyebabkan berkurangnya tingkat kesuburan tanah akibat lapisan atasnya tererosi. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu
dilakukan penelitian tentang bagaimana kondisi eksisting pengelolaan usahatani sayuran dataran tinggi di Kawasan Agropolitan
2 Kurnia et al. 2000 menyatakan bahwa dataran tinggi merupakan tempat tumbuh yang ideal bagi berbagai komoditas sayuran bernilai tinggi yang
sangat diperlukan pasar. Namun demikian, masih banyak petani sayuran dataran tinggi yang melakukan usahataninya hanya berdasarkan kebiasaan,
belum berorientasi pada pasar, sehingga sayuran yang diusahakan bukan merupakan komoditas unggulan dan harganya rendah
8
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan evaluasi kesesuaian beberapa jenis tanaman sayuran dataran tinggi yang diusahakan petani di
Kawasan Agropolitan 3 Komoditas sayuran banyak diusahakan di lahan berlereng 25, pada curah
hujan yang tinggi sehingga menjadi penyebab besarnya bahaya erosi. Selain itu, sayuran berumur pendek sering panen dan merupakan short term
penggunaan lahan. Lahan yang sering terbuka dalam setahun akan mempengaruhi keseimbangan air dalam tanah, terutama kemampuan tanah
menahan air dan evaporasi. Kekuatan jatuh air hujan yang besar dan meningkatnya kemampuan aliran permukaan run off menggerus permukaan
tanah menyebabkan terjadinya erosi yang sangat besar dan menimbulkan banjir di daerah tengah dan hilir. Sehubungan dengan permasalahan tersebut
maka perlu dilakukan pendugaan tentang besarnya erosi yang mungkin terjadi di daerah usahatani sayuran dataran tinggi di Kawasan Agropolitan
4 Beberapa komoditas sayuran mengalami over product padahal komoditas sayuran itu mudah rusak perishable sehingga harganya sangat fluktuatif,
disamping belum berkelanjutannya usaha-usaha pengolahan hasil dan pemasaran hasil pertanian. Depkimpraswil 2002 mengemukakan bahwa
tingkat keberlanjutan usaha-usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian masih sangat rendah karena kecilnya skala usaha tidak mencapai
skala ekonomi dan masih tersekatnya subsistem produksi usahatani on farm dengan pengolahan dan pemasaran. Sehubungan dengan
permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang peluang pengembangan agroindustri yang dapat dilaksanakan di Kawasan
Agropolitan 5 Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Saefuddin et al. 1988 menunjukkan
bahwa persepsi petani terhadap keberlanjutan usahataninya sangat bervariasi pada berbagai zona lahan yaitu :
- di zona vulkanis tinggi, petani menganggap bahwa erosi bukan merupakan masalah utama untuk keberlanjutan usahataninya
- di zona vulkanis tengah, petani telah sadar akibat negatif dari erosi dan memerlukan konservasi tanah untuk keberlanjutan usahataninya
- di zona bukit lipatan, petani juga kurang peduli terhadap bahaya erosi yang terjadi dan
- di zona kapur , petani sangat sadar akan ancaman bahaya erosi.
9
Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang bagaimana persepsi petani sayuran dataran tinggi di Kawasan
Agropolitan terhadap keberlanjutan usahataninya 6 Persepsi melandasi partisipasi, sehingga persepsi petani sayuran dataran
tinggi akan menentukan partisipasinya dalam mengelola usahataninya. Persepsi petani yang positif akan berpengaruh terhadap partisipasinya
dalam berusahatani secara berkelanjutan dengan melakukan pengelolaan lahan yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi lahan dan air.
Ndraha 1990 menyatakan bahwa pada fase permulaan gerakan pembangunan desa di berbagai Negara, prakarsa initiative dan partisipasi,
yang merupakan salah satu elemen proses pembangunan desa, tidak segera tergerak. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pembangunan
desa perlu dibangkitkan terlebih dahulu oleh pihak lain. Pihak lain tersebutlah yang mengambil prakarsa dan masyarakat diminta atau diberi kesempatan
berpartisipasi turut serta.Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian seberapa jauh partisipasi yang telah dilakukan
petani sayuran dataran tinggi di Kawasan Agropolitan dalam mengelola usahataninya secara berkelanjutan
7 Kondisi lahan kering dataran tinggi di daerah satu dengan daerah lainnya sangat berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dataran
rendah. Ekologi pertaniannya juga amat heterogen dilihat dari iklim, tanah, elevasi dan kemiringan tanah, sehingga pilihan komoditi sayuran yang
ditanam juga amat beragam Sawit et al., 1988. Tekanan penduduk yang semakin kuat terhadap lahan pertanian di dataran tinggi dan terbatasnya
lapangan kerja non pertanian, telah menimbulkan gangguan ekologis seperti banjir, kekeringan, erosi dan krisis kayubakar. Sawit et al., 1988.
Permasalahan yang kompleks tersebut, yang mencakup bidang biofisik dan sosial ekonomi, memerlukan pemecahan dari berbagai disiplin ilmu sehingga
perlu dirancang model pengelolaan usahatani sayuran dataran tinggi berkelanjutan khususnya di Kawasan Agropolitan.
Berdasarkan rumusan-rumusan permasalahan tersebut maka
pengembangan Kawasan Agropolitan yang berbasis sayuran dataran tinggi memerlukan pengelolaan usahatani secara berkelanjutan agar tercapai
Agropolitan lestari.
10
Beberapa pertanyaan penelitiannya adalah : 1 Bagaimana tingkat keberlanjutan kondisi eksisting pengelolaan usahatani
sayuran dataran tinggi di Kawasan Agropolitan ? 2 Apakah komoditas sayuran yang dikembangkan di lahan usahatani sayuran
dataran tinggi sudah sesuai ? Berapa perkiraan besarnya erosi yang terjadi dan agroindustri apa yang sebaiknya dikembangkan di Kawasan
Agropolitan ? 3 Bagaimana pendapat dan partisipasi masyarakat tani dalam pengelolaan
usahatani sayuran dataran tinggi berkelanjutan di Kawasan Agropolitan? 4 Bagaiman model pengelolaan usahatani sayuran dataran tinggi berkelanjutan
di Kawasan Agropolitan ?
1.3 Tujuan Penelitian