Prospek Pengolahan Hasil Pertanian

Usaha pemasaran sayuran dalam bentuk segar masih sangat rawan karena petani masih memungkinkan memperoleh harga rendah terutama apabila terjadi kelebihan pasokan. Sehubungan dengan tersebut maka sayuran perlu diolah sehingga umbi wortel dan bawang daun dapat diolah menjadi berbagai produk olahan yang dapat disimpan dalam waktu yang relatif lebih lama. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Balitsa, Lembang, Jawa Barat, juga melakukan pengkajian produk olahan sayuran untuk mengatasi permasalahan panen raya baik untuk komoditas wortel maupun bawang daun, bahkan berbagai jenis sayuran lainnya seperti seledri dan kubis. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan pengklajian pengeringan sayuran. Sayuran diiris-iris kemudian dikeringkan, untuk digunakan sebagai sup. Jika disiram air panas, sayuran kering akan mengembang kembali sebab masih memiliki daya rehidrasi tinggi. Agar bisa seperti itu, sayuran harus dikeringkan dengan mengunakan teknik yang tepat. Perlakuan sebelum masuk ke alat pengering disebut bleaching yang bertujuan menginaktivasi enzim dalam sayuran agar stabil. Cara yang paling mudah adalah dengan teknik pengukusan. Lamanya pengukusan tergantung bobot sayuran yang akan dikeringkan. Sayuran 1 kg cukup dikukus selama 5 menit; 10 kg membutuhkan waktu 15 menit. Semakin banyak jumlahnya, waktu pengukusanpun lebih banyak. Inaktivasi enzim membuat sayuran tak cepat gosong ketika dikeringkan dalam oven dan vitamin yang terkandungpun tidak mudah hilang. Selain suhu, lama pengeringan mempengaruhi hasil sayuran. Lama pengeringan dipengaruhi laju respirasi tanaman. Tanamankomoditas yang memiliki stomata kecil menyebabkan air sulit keluar sehingga laju respirasi lambat. Di dalam oven, suhu pengeringan harus di bawah 60 o C. Suhu pengeringan yang tinggi menyebabkan sel rusak sehingga sayuran tak mengembang saat disiram air panas. Selain itu, ikatan klorofil juga terputus, akibatnya rasa dan bau menguap ke udara serta menyebabkan sayuran menjadi kuning seperti daun gugur. Teknik pengeringan sederhana seperti itu memungkinkan petani dapat melakukannya sehingga prospek pengolahan hasil sayuran baik wortel maupun bawang daun menjadi berbagai produk masih sangat terbuka. 165 VII PENDUGAAN BESARNYA EROSI Besarnya erosi yang terjadi diduga dengan menggunakan metode USLE di Kawasan Agropolitan Pacet. Pendekatannya dilakukan pada skala usahatani berdasarkan atas kondisi fisik lahan. Pada setiap lahan usahatani dianalisis besarnya faktor-faktor penentu erosi untuk selanjutnya dilakukan pendugaan besarnya erosi menurut metode USLE. Prediksi besarnya erosi yang terjadi kemudian dibandingkan dengan Erosi yang masih dapat dibiarkan tolerable erosion = T, sehingga dapat dianalis is teknik-teknik konservasi tanahnya.

7.1 Erosi yang masih dapat Dibiarkan tolerable erosion = T

Erosi yang masih dapat dibiarkan tolerable erosion = T, menggunakan nilai maksimum T yang ditetapkan oleh Hardjowigeno 1987 sebesar = 2,5 mm per tahun atau 30 ton per hektar per tahun. Alasan penggunaan nilai tersebut adalah karena nilai T sebesar 2,5 mm per tahun 30 tonhath sesuai untuk kondisi Indonesia dimana tanah-tanahnya dalam dengan lapisan subsoil yang permeabel dengan substratum yang tidak terkonsolidasi telah mengalami pelapukan.

7.2 Pendugaan Erosi

Pendugaan besarnya erosi yang terjadi dengan menggunakan rumus : A = R x K x LS x C x P Besarnya nilai-nilai faktor erosi yaitu faktor R, K, LS, faktor C dan faktor P seperti terdapat pada Lampiran 22, 23, 24, 25, 26, 27 dan 28. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dugaan besarnya laju erosi pada setiap lahan USDT di Kawasan Agropolitan Pacet seperti terdapat pada Lampiran 29. Berdasarkan hasil analisis diperoleh laju erosi di Kawasan Agropolitan Pacet rata-rata 222,05 thatahun, yang bila diasumsikan berat volume tanah 1,2 gramcc maka rata-rata tanah tererosi setebal 18,50 mmtahun.

7.2.1 Indeks Erosi Hujan R

Indeks Erosi Hujan R diperoleh dari pendekatan energi kinetis EI 30 yang diterima lahan di Kawasan Agropolitan Pacet dengan rumus : EI 30 = 6,119 RAIN 121 DAYS –0,47 MAXP 0,53 166 dimana : - EI 30 merupakan indeks erosi hujan bulanan ton-mhacm - RAIN adalah curah hujan rata-rata bulanan cm - DAYS adalah jumlah hari hujan rata-rata per bulan hari - MAKP adalah curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan tertentu cm - EI 30 Tahunan adalah jumlah EI 30 bulanan. Berdasarkan data curah hujan di stasiun Pacet yang telah dilaporkan ke Balai Penelitian Agroklimat di Cimanggu, diperoleh keadaan curah hujan sejak tahun 2002 sampai tahun 2006 sebagaimana terdapat pada Lampiran 22. Berdasarkan data tersebut maka dapat dihitung curah hujan rata-rata bulanan seperti terdapat pada kolom 3 pada Lampiran 23. Berdasarkan data tersebut juga dapat dihitung hari hujan rata-rata bulanan seperti terdapat pada kolom 5 pada Lampiran 23. Selanjutnya berdasarkan data dari Balai Penelitian Agroklimat di Cimanggu, diperoleh data curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan Juli 2006 sampai dengan bulan Juni 2007 sebagaimana terdapat pada kolom 7 Lampiran 23. Hasil perhitungan sebagaimana rumus diatas diperoleh energi kinetis bulanan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember, sehingga hasil penjumlahan seluruh energi kinetis pada bulan - bulan yang bersangkutan diperoleh perkiraan besarnya energi kinetis tahunan EI 30 yaitu sebesar 7.437,71 ton-mhacm. Selanjutnya angka tersebut digunakan sebagai pendekatan untuk besarnya indeks erosi hujan R. Oleh karena hujan biasanya terjadi pada satu kawasan tertentu maka besarnya indeks erosi hujan R pada setiap lahan di Kawasan Agropolitan Pacet diasumsikan sama. Berdasarkan pendekatan EI 30 tahunan tersebut maka dapat diperkirakan besarya indeks erosi hujan R = 7.437,71 ton-mhacm.

7.2.2 Faktor Erodibilitas Tanah K

Penentuan besarnya faktor erodibilitas tanah K didasarkan pada hasil analisis tanah sebanyak 50 sampel tanah yang dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB dan Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian yaitu antara lain : - kandungan bahan organik seperti terdapat pada kolom 3, Lampiran 24 - persentase pasir sangat halus dan debu pada kolom 5, Lampiran 24