32
2.6 Usahatani Sayuran Dataran Tinggi
2.6.1 Kondisi Lahan Tabel 1 Luas Lahan Kering Yang Sesuai dan Yang Tersedia
Untuk Pengembangan Hortikultura Dataran Tinggi No.
PulauPropinsi Lahan Yang
Sesuai ha Lahan Yang Tersedia Untuk
Pengembangan ha
1 Aceh
160.000 64.000
2 Sumut
890.000 178.000
3 SumBar
63.000 63.000
4 Riau
24.000 21.000
5 Jambi
235.000 141.000
6 Bengkulu
160.000 112.000
7 SumSel
70.000 4.500
8 Lampung
50.000 20.000
Sumatera 1.652.000
603.500
9 Jabar
9.000 10
Jateng 50.000
11 Jatim
9.000 12
Bali -
-
Jawa + Bali 68.000
13 Sulut
- -
14 SulTeng
21.000 4.000
15 Sultra
- -
16 Sulsel
25.000
Sulawesi 46.000
4.000
17 Kalbar
13.000 13.000
18 Kalsel
- -
19 Kalteng
- -
20 Kalsel
66.000 54.000
Kalimantan 79.000
67.000
21 NTB
- -
22 NTT
160.000 64.000
23 Maluku
- -
24 Papua
- -
NT, Maluku,Papua 127.000
32.000 Indonesia
1.972.000 706.500
33
Berdasarkan kesesuaian lahan, lahan kering dataran tinggi yang sesuai dan yang tersedia untuk pengembangan pertanian hortikultur dataran tinggi
masih sangat luas, yaitu lahan sesuai sekitar 2 juta hektar, dan lahan tersedia sekitar 700 ribu hektar, seperti terlihat pada Tabel 1.
Hasil penelitian Suryani et al. 2003 menunjukkan bahwa hasil evaluasi kesesuaian lahan kentang dan wortel di daerah Tondano, Sulawesi Utara
menunjukkan cukup sesuai S2, sesuai marginal S3 dan tidak sesuai N. Usahatani sayuran yang tergolong tidak sesuai pada umumnya karena
diusahakan di lereng curam. Carson 1989 dalam Adimihardja et al. 2000 berdasarkan hasil
evaluasi kesesuaian lahan mengemukakan beberapa jenis tanaman yang diusahakan petani di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara berdasarkan ketinggian
tempat, komoditas yang paling sesuai di lahan kering dataran tinggi adalah : - Kelompok sayuran : kentang, bawang daun, dan kubis
- Kelompok buah-buahan dan perkebunan : apel, alpokat, dan kopi arabika - Kelompok kehutanan : Casia siamea, kasuarina, Accasia decurens dan
- Kelompok pakan ternak : kaliandra, rumput gadjah, Erithrina sp. Pada saat ini alih fungsi lahan produktif terus berlanjut. Menurut
Sumaryanto et al. 2002 dalam Suharta et al. 2003 pola penggunaan lahan sangat terkait dengan kepadatan penduduk. Di Jawa dan sentra-sentra produksi
dengan kepadatan penduduk tinggi, usaha pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang paling berkembang, sedangkan di wilayah dengan kepadatan
penduduk rendah berkembang usahatani perkebunan tanaman tahunan. Kondisi demikian telah menimbulkan ketimpangan penggunaan lahan
antara tanaman pangan dengan tanaman tahunan. Tanaman pangan memerlukan kualitas lahan yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman
perkebunan. Untuk mengantisipasi ketimpangan tersebut maka dalam penyusunan penataan ruang pertanian perlu adanya skala prioritas dalam
pemilihan komoditas yang akan dikembangkan untuk satu wilayah disamping perlu adanya pencadangan lahan untuk tanaman pangan.
Kurnia et al. 2004 mengatakan bahwa daerah-daerah sayuran dataran tinggi secara umum berada dalam wilayah pengaruh aktivitas gunung berapi baik
yang masih aktif maupun tidak. Jenis-jenis tanah yang umum dijumpai adalah Andisol dan Entisol, pada ketinggian 1.000 m dpl dan Inceptisol pada
ketinggian 700–1.000 m dpl. Sifat-sifat tanah ini, umumnya baik yaitu struktur
34
tanah remahgembur friable sampai lepas loose dengan kedalaman tanah solum dalam, drainase baik dan porositas tinggi. Kesuburan tanah pada lahan
sayuran dataran tinggi lebih baik dari jenis tanah mineral lainnya dan tergolong tinggi. Hal tersebut karena tanahnya terbentuk dari bahan volkan dengan bahan
organik dan kandungan fosfor tinggi dan secara umum kapasitas tukar kation KTK tanah Andisol biasanya tinggi ditandai dengan nilai C organik yang tinggi.
Tanah Andisol mempunyai sifat tiksotropik tanah licin dan berair bila dipirid mengindikasikan tekstur tanahnya mengandung fraksi debu lebih banyak
dibandingkan dengan tanah mineral lainnya. Menurut Morgan 1979 dalam Kurnia et al. 2004 tanah dengan kandungan debu tinggi mempunyai kepekaan
terhadap erosi lebih tinggi atau rentan terhadap erosi. Tanah di daerah sayuran dataran tinggi umumnya mempunyai sifat-sifat fisik tanah yang baik dengan
posisi lahan yang umumnya terletak pada topografi berlereng dengan curah hujan tinggi, sehingga tanahnya tergolong rentan terhadap erosi dan mudah
mengalami kerusakan. Basri 2003 menyatakan bahwa jenis tanah lahan kering terluas di
Indonesia adalah Podsolik Merah Kuning, yang menurut Hardjowigeno 1991 dapat dimasukkan kedalam beberapa ordo tanah yaitu Entisol, Inceptisol, Alfisol,
Ultisol dan Oxisol. Menurut Rangkuti dan Prawiradiputra 1997 di sebagian besar kawasan barat Indonesia terdiri-dari tanah-tanah yang telah mengalami
perkembangan lanjut seperi Ultisols dan Oxisols yang memiliki tingkat kesuburan rendah. Mengingat curah hujan yang tinggi maka pada saat hutan dibuka untuk
lahan pertanian, kandungan bahan organik akan berkurang atau hilang sama sekali sehingga mengakibatkan tingkat kesuburan tanahnya menurun dengan
cepat Nugroho 2002. Permasalahan jenis tanah Ultisols dan Oxisols karena : - teksturnya relatif berat, struktur gumpal, permeabilitas lambat, agregasi lemah,
- kandungan bahan organik, kejenuhan basa dan pH rendah masam 4,2-4,8. Partohardjono et al. 1990 menyatakan bahwa lahan kering beriklim
basah yang tersebar luas, umumnya berjenis tanah masam yang memiliki berbagai kendala unsur hara, peka erosi dan cepat mengalami degradasi bila
diusahakan tanpa usaha-usaha konservasi yang tepat. Sejalan dengan pendapat tersebut Kurnia et al. 2004 juga mengatakan bahwa berbagai jenis tanaman
sayuran dataran tinggi diusahakan pada lahan kering berlereng di tanah Andisol, Inceptisol, atau Entisol di DAS bagian hulu yang secara umum tanah-
tanah tersebut peka terhadap erosi.
35
Sitorus 2003 menyatakan bahwa kendala dalam pemanfaatan lahan kering dataran tinggi untuk pertanian tanaman pangan adalah :
1 Kendala Fisik : - relief dengan lereng curam berbukit sampai bergunung, peka terhadap
erosi dan longsor - berkurangnya kesuburan tanah karena erosi sehingga terjadi kemunduran
produktivitas lahan 2 Kendala Sosial Budaya keluarga petani adalah sulitnya mengajak
kebersamaan dan individualisme tinggi. Walaupun memiliki banyak permasalahan, daerah lahan kering dataran
tinggi juga memiliki peluang pengembangan berkelanjutan berbagai komoditas pertanian terutama hortikultura. Manwan 1988 mengatakan bahwa prospek
pengembangan buah-buahan dan sayuran di lahan kering nampak cukup bagus karena semakin meningkatnya permintaan pasar terutama di kota-kota besar.
Kecocokan suatu jenis komoditi di daerah tertentu tergantung pada faktor agroklimat dan pemasaran. Hasil studi menunjukkan bahwa pengembangan
tanaman hortikultura dapat dilakukan di semua zone lahan kering. Di dataran tinggi dapat dikembangkan sistem usaha pertanian yang
mempunyai keunggulan komparatif bagi komoditas bernilai ekonomi tinggi. Menurut Adimihardja et al. 2000 dataran tinggi merupakan tempat tumbuh yang
ideal bagi berbagai komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan atau merupakan sumber devisa kopi, teh, makadamia dan kina, selain komoditas
hortikultura yang sangat diperlukan pasar seperti jeruk manis, jeruk keprok, apel, sayuran, bunga-bungaan.
2.6.2 Kondisi Agroklimat untuk Tanaman Sayuran