Faktor Lereng LS Pendugaan Erosi

168 Berdasarkan hasil survai lapangan diperoleh hasil pengukuran panjang setiap lereng pada lahan USDT responden sebagaimana tercantum pada kolom 3 Lampiran 25 dan kemiringan lereng pada kolom 4 Lampiran 25. Hasil analisis data tersebut diperoleh rata-rata panjang lereng adalah 10,075 m dengan tingkat kemiringan rata-rata 9,26 , sehingga lahan USDT di Kawasan Agropolitan Pacet termasuk kategori agak miring karena kecuramannya termasuk diantara 8-15 . Nilai faktor LS setiap lahan USDT di Kawasan Agropolitan Pacet dapat dilihat pada Lampiran 25. Berdasarkan data pada Lampiran 25 terlihat bahwa nilai faktor LS bervariasi mulai dari 0,7000-2,9679 dan tingginya nilai faktor LS disebabkan oleh karena ada areal yang terletak di daerah berbukit dengan kemiringan yang cukup curam.

7.2.4 Faktor Penutupan dan Pengelolaan Tanaman C

Faktor C dalam USLE adalah nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang bertanaman dengan pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan diolah bersih. Faktor C ini mengukur pengaruh besarnya jenis tanaman dan pengelolaannya. Nilai faktor penutupan dan pengelolaan tanaman ditetapkan melalui penelusuran hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Zubair 1994, yang menentukan besarnya nilai faktor C berdasarkan nilai faktor yang telah diketahui seperti kacang tanah 0,452 dan kentang 0,4 serta pertanian lahan kering dengan pola campuran 0,43. Selanjutnya berdasarkan nilai tersebut Zubair 1994 menganalisis kemampuan tanaman dalam menutupi permukaan tanah dengan struktur tajuk yang hampir menyamai kacang tanah sehingga ditetapkan perbandingan relatif penutupan permukaan tanah jenis-jenis tanaman berturut-turut kentang 80 , kubis 70 , wortel 60 , sawi 55 , lombok besar 50 , jagung 45 dan bawang prei 40 . Berdasarkan hasil analisis, Zubair 1994 memperoleh nilai faktor C untuk berbagai tanaman dan pengelolaannya sebagaimana terdapat pada Lampiran 26. Berdasarkan data pada Lampiran 26 maka dapat ditentukan nilai faktor C yaitu faktor penutupan dan pengelolaan tanaman untuk pola tumpang sari yang sama, sedangkan untuk pola tumpang sari yang tidak tersedia dilakukan perhitungan-perhitungan. Hasilnya sebagaimana terdapat pada Lampiran 27. 169 Pola tumpang sari yang umum ditanam di Kawasan Agropolitan Pacet adalah : - wortel – wortel - wortel sebanyak 18 - wortel + bawang daun – wortel + bawang daun – wortel + bawang daun sebanyak 9 - wortel – bawang daun – caisim ; wortel + caisim – wortel + caisim – wortel + caisim ; wortel + bawang daun – lobak – kailan sebanyak masing-masing 6 - pola tumpang sari lainnya sangat variatif.

7.2.5 Faktor Tindakan Konservasi P

Tanaman sayuran dataran tinggi yang diusahakan di Kawasan Agropolitan Pacet pada umumnya diusahakan pada teras, namun kondisi teras sangat beragam mulai dari teras tradisional sampai teras bangku. Teras bangku ada yang sudah baik yaitu teras bangku dengan bedengan yang telah searah dengan kontur, namun masih ada petani yang menanam tanaman pada teras tradisional dengan bedengan yang searah lereng. Besarnya nilai faktor P pada setiap lahan USDT didekati dengan kondisi tindakan konservasi yang dilakukan petani pengelola sayuran dataran tinggi kemudian besarnya nilai P ditetapkan dengan menggunakan Tabel 16, sehingga hasil nilai P sebagaimana terdapat pada Lampiran 28. Data pada Lampiran 28 memperlihatkan bahwa kondisi sebagian besar tindakan konservasi yang dilakukan oleh petani sayuran dataran tinggi di Kawasan Agropolitan adalah sebagai berikut : - penggunaan teras bangku dengan konstruksi sudah baik mencapai 36 - penggunaan teras bangku dengan konstruksi sedang mencapai 28 - penggunaan teras bangku dengan konstruksi kurang baik mencapai 28 - penggunaan teras bangku dengan konstruksi tradisional mencapai 8 Berdasarkan keadaan tersebut maka tindakan konservasi tanah dan air yang telah dilakukan oleh petani sayuran dataran tinggi di Kawasan Agropolitan Pacet sudah baik karena sebagian besar konstruksi terasnya dengan konstruksi sedang dan sudah baik.