161
7.2.3. Penurunan Pengaruh Lender Driven Sebesar 10 Persen
Lender driven atau intervensi lender dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pengaruh lender atas pelaksanaan pinjaman luar negeri pemerintah, yang
dilakukan melalui persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam Loan Agreement atau dokumen-dokumen lain seperti Lender Guidelines for
Procurement, Memorandum of Understanding, dan lain-lainnya. Peraturan- peraturan tersebut memuat persyaratan-persyaratan dalam pengadaan barang dan
jasa, sehingga pada akhirnya membuat kesulitan bagi kontraktor, konsultan dan supplier dalam negeri untuk bersaing dengan perusahaan konsultan supplier
dari luar negeri dalam international bidding karena kalah dalam kualifikasi. Besarnya angka lender driven dikumpulkan dari bagian setiap loan yang
dibelanjakan untuk kegiatan procurement dalam pengadaan barang dan jasa. Umumnya pemenang pelelangan internasional adalah perusahaan luar negeri.
Hasil simulasi kebijakan penurunan lender driven dapat dilihat pada Tabel 44.
Tabel 44. Dampak Penurunan Pengaruh Lender Driven Sebesar 10 Persen No.
Variabel Nilai Dasar
DRIVEN ↙ 10 Predicted
1 Produk Domestik Bruto
978457 974377 -0.417
2 Konsumsi Rumah Tangga
530602 525979 -0.871
3 Investasi Masyarakat
271245 271463
0.080 4
Belanja Pemerintah 108873
109132 0.238
5 Nilai Ekspor Bersih
67738 67803
0.096 6
Pendapatan Pemerintah 87920
88275 0.404
7 Defisit Anggaran
2.1019 2.1405
0.039 8
Pembiayaan Rupiah Murni 16687
16947 1.557
9 Pengel. Rp S. Pendidikan
3322 3350
0.837 10
Pengel. Rp S. Kesehatan 2518
2534 0.635
11 Pengel. Rp S. Pertanian
3939 4092
3.879 12
Pengel. Rp S. Energi 2282
2303 0.911
13 Pengel. Rp S. Perhubungan
2527 2556
1.140 14
Pengel. Rp S. Lainnya 2100
2113 0.600
15 Total Utang LN Pemerintah
29174 28518 -2.249
16 Utang LN S. Pendidikan
3951 3875 -1.934
17 Utang LN S. Kesehatan
3715 3623 -2.471
18 Utang LN S. Pertanian
5442 5239 -3.727
19 Utang LN S. Energi
8022 7900 -1.526
162
No. Variabel
Nilai Dasar DRIVEN ↙ 10
Predicted
20 Utang LN S. Perhubungan
6049 5921 -2.119
21 Utang LN S. Lainnya
1994 1961 -1.675
22 Total Pemby. ULN Pemerintah
4107 4095 -0.302
23 Pemb. Utang S. Pendidikan
570 570 -0.147
24 Pemb. Utang S. Kesehatan
493 482 -2.225
25 Pemb. Utang S. Pertanian
987 976 -1.132
26 Pemb. Utang S. Energi
789 797
0.999 27
Pemb. Utang S. Perhubungan 901
907 0.651
28 Pemb. Utang S. Lainnya
367 363 -0.918
29 Angka Partisipasi Sekolah
91.9711 91.8126 -0.158
30 Angka Lama Bersekolah
7.0334 7.0048 -0.406
31 Angka Kematian Bayi
48.8447 49.4856
1.312 32
Angka Usia Harapan Hidup 61.4597
61.1869 -0.444 33
Growth Sektor Pertanian 3.0619
3.2593 0.197
34 Growth Sektor Energi
5.4076 5.6340
0.226 35
Growth Sektor Perhubungan 6.2840
6.0231 -0.261 36
Angka Pengangguran 7732
7832 1.298
Kebijakan pemerintah untuk menurunkan pengaruh lender driven sebesar 10 persen mengakibatkan jumlah kumulatif stok utang pemerintah menurun
sebesar 2.249 persen. Karena target pertumbuhan ekonomi nasional harus tetap dicapai, penurunan lender driven ini menyebabkan pemerintah harus menaikkan
alokasi rupiah murni di setiap sektor pembangunan. Namun dampak dari penurunan lender driven dan kenaikan alokasi belanja pembangunan untuk
setiap sektor berbeda. Hal ini menunjukkan sensitifitas tiap sektor pembangunan tidak sama dalam merespon fenomena tersebut diatas.
Dampak selanjutnya dari kebijakan pemerintah mengurangi intervensi lender sebesar 10 persen adalah naiknya alokasi rupiah murni untuk
pembiayaan pembangunan sebesar 1.557 persen. Hal ini akan mengakibatkan naiknya anggaran belanja pemerintah sebesar 0.238 persen. Kebutuhan
pendanaan akibat naiknya belanja ini harus ditutup pemerintah dengan meningkatkan pendapatan pemerintah sebesar 0.404 persen. Selain itu, kebijakan
pemerintah ini secara tidak langsung akan menyebabkan berkurangnya pendapatan masyarakat sehingga akan menurunkan konsumsi rumah tangga
sebesar 0.871 persen.
163
Di sisi lain, mesyarakat mempunyai peluang yang lebih baik dalam berinvestasi sehingga angka investasi akan meningkat. Dampak yang lebih jauh
adalah turunnya PDB sebesar 0.417 persen. Kenaikan pendapatan dan belanja pemerintah yang disertai dengan turunnya PDB akan meningkatkan rasio
keseimbangan fiskal pemerintah terhadap PDB, yang dicirikan dengan meningkatnya defisit anggaran pemerintah sebesar 0.039 persen.
Selanjutnya, turunnya PDB akibat kebijakan pemerintah menurunkan lender driven sebesar 10 persen, ternyata disumbang oleh turunnya indikator-
indikator keberhasilan pembangunan sektoral, yaitu angka partisipasi sekolah menurun sebesar 0.158 persen, tahun lama bersekolah turun sebesar 0.406
persen, angka kematian bayi naik sebesar 1.312 persen, angka usia harapan hidup turun sebesar 0.444 persen, dan angka pertumbuhan sektor perhubungan
dan transportasi turun sebesar 0.261 persen. Selain itu, kebijakan pemerintah menurunkan pengaruh intervensi lender
ini justru akan meningkatkan angka pertumbuhan sektor pertanian dan pengairan sebesar 0.197 persen dan angka pertumbuhan sektor pertambangan dan energi
sebesar 0.226 persen. Dari hasil simulasi ini dapat ditunjukkan bahwa intervensi kreditur dalam kebijakan pembangunan yang dibiayai dari pinjaman luar negeri
pada beberapa sektor ternyata menimbulkan dampak yang positif. Hal tersebut dikarenakan sumber daya manusia dan kemampuan perusahaan-perusahaan
internasional yang berasal dari luar negeri relatif memang masih lebih baik. Hal yang merugikan adalah banyak perusahaan nasional yang tidak
mempunyai kesempatan berkompetisi dalam international bidding dan rendahnya pembelanjaan porsi loan di dalam negeri. Keberadaan pinjaman luar
negeri masih kurang mendukung penciptaan lapangan kerja baru. Namun hal tersebut lebih disebabkan karena kurang siapnya sumber daya manusia Indonesia
memasuki kompetisi global. Secara simultan dampak yang signifikan dari kebijakan ini adalah meningkatnya angka pengangguran sebesar 1.298 persen.
7.2.4. Penurunan Kebocoran Utang LN Pemerintah Sebesar 10 Persen