24
sebagian  terbesar  dari  pinjaman  luar  negeri  pemerintah  tersebut  bersifat konsesional,  yaitu  jangka  waktunya  panjang,  suku  bunganya  tetap  dan  relatif
rendah.  Bahkan untuk  pinjaman pemerintah  yang berasal  dari sektor swasta-pun, yang berdasarkan laporan Bank Indonesia Maret 2005, yang berjumlah sekitar 2
miliar Dolar AS, relatif memiliki bunga yang cukup rendah. Pinjaman swasta ini antara  lain  berbentuk  pinjaman  sindikasi  yang  semula  untuk  pinjaman  siaga
dengan  bunga  LIBOR  ditambah  spread  kurang  dari  1  persen.  Demikian  juga Obligasi  Pemerintah  Yankee  Bond  pada  saat  dikeluarkan  tahun  1995  berbunga
Treasury Rate ditambah spread 1 persen. Karena itu, secara keseluruhan pinjaman luar negeri pemerintah pada posisi saat itu memiliki bunga yang relatif rendah.
Jika  kurs  Rupiah  terhadap  mata  uang  Dolar  AS  cukup  stabil,  suku  bunga tersebut sangat jauh lebih rendah dibandingkan dengan bunga utang dalam negeri
pemerintah,  yaitu  yang  sebagian  berbunga  tetap  di  atas  10  persen.  Sebagian  lagi dikaitkan  dengan  bunga  SBI  Sertifikat  Bank  Indonesia  dan  selebihnya
diindekskan  dengan  inflasi.  Beban  bunga  ini  memang  akan  menjadi  lebih  berat jika mata uang Rupiah melemah.
Dengan gambaran ”cash outflow” utang semacam itu, pada akhirnya perlu dilihat  jumlah  pinjaman  yang  akan  diterima  pemerintah  dari  luar  negeri.  Jika
cicilan pinjaman akan di-reschedule lagi, sedangkan pinjaman baru tetap diterima, otomatis jumlah pinjaman akan meningkat cepat. Tekad untuk mengurangi utang
tersebut  baru  akan  menjadi  kenyataan  jika  jumlah  pinjaman  baru  yang  ditarik lebih  kecil  daripada  cicilan  utang  yang  dibayar  dengan  catatan  tidak  ada
perubahan  kurs  Dolar  AS  dengan  mata  uang  lainnya.  Karena  itu,  strategi  inilah yang  harus  dipertimbangkan  secara  sungguh-sungguh,  yaitu  pinjaman  baru  yang
bagaimana  yang  memang  dapat  memberikan  dampak  bagi  peningkatan kemampuan Indonesia untuk membayar utang tersebut di masa mendatang.
2.2.4. Permasalahan Utang Pemerintah
Untuk mengetahui permasalahan utang dan mengukur besarnya utang luar negeri pemerintah, ada gunanya diberikan perbandingan utang  yang dilakukan di
berbagai negara lain, termasuk negara-negara industri. Jumlah pinjaman Pemerintah Jepang Harinowo, 2002 sudah berada pada
25
tingkat  mendekati  140  persen  dari  PDB  mereka.  Jumlah  ini  diperkirakan  masih akan  bisa  meningkat  dengan  lesunya  perekonomian  Jepang  yang  setiap  kali
memerlukan stimulus ekonomi yang memperbesar defisit APBN mereka. Amerika Serikat  memiliki  utang  sekitar  35  persen  dari  PDB,  tetapi  dalam  angka  nominal
berjumlah hampir empat triliun Dolar. Dengan adanya defisit APBN di AS sejak tahun  2001,  jumlah  utang  tersebut  menjadi  semakin  meningkat.  Belgia  memiliki
utang sebesar 98 persen dari PDB, menurun dibandingkan puncaknya yang pernah mencapai di atas 130 persen dari PDB. Negara-negara yang tergabung dalam Uni
Eropa  mentargetkan  untuk  dapat  menurunkan  dan  kemudian  menjaga  utang pemerintah di bawah 60 persen dari PDB. Dengan membandingkan jumlah utang
pemerintah  negara-negara  tersebut  dengan  jumlah  utang  Pemerintah  Indonesia, dapat disimpulkan bahwa utang luar negeri pemerintah kita sebesar 40 persen dari
PDB masih bisa dimaklumi. Permasalahan  yang  lebih  besar  justru  utang  dalam  negeri  yang  telah
mencapai sekitar Rp 650 triliun, yang belum termasuk dalam rasio 40 persen dari PDB  tersebut.  Dengan  utang  dalam  negeri  tersebut,  seluruh  utang  pemerintah
setelah dikeluarkan pinjaman IMF diperkirakan mencapai rasio sekitar 87 persen dari  PDB  pada  posisi  Desember  2005.  Namun  demikian,  jumlah  seluruh  utang
pemerintah ini ternyata masih berada di bawah utang Pemerintah Jepang, Yunani, Belgia, Itali, maupun banyak negara lainnya.
Meskipun  demikian,  utang  dalam  negeri  pemerintah  yang  dikeluarkan dalam  bentuk  obligasi  ini  memberikan  beban  bunga  yang  cukup  besar,  yaitu  di
atas  10  persen.  Sementara  itu,  beban  bunga  utang  luar  negeri  jauh  lebih  rendah. Beban  bunga  pinjaman  dari  IDA  International  Development  Association  Bank
Dunia, misalnya bahkan mendekati nol persen. Sementara, beban bunga pinjaman IMF  berada  di  sekitar  4  persen.  Oleh  karena  itu,  jika  nilai  tukar  Rupiah  bisa
dikendalikan  cukup  stabil,  tingkat  bunga  pinjaman  luar  negeri  sebetulnya  justru lebih menguntungkan dibandingkan dengan tingkat bunga pinjaman dalam negeri.
2.3. Utang Dunia
Seluruh  negara  di  dunia,  hampir  tanpa  terkecuali,  ternyata  mengandalkan utang  sebagai  bagian  penting  dari  sumber  pembiayaan  pembangunan  mereka.