Penanganan Utang Negara-Negara Industri: Pengalaman Belgia

28 terhadap PDB dari 252 persen menjadi 105 persen. Demikian juga Guyana mengalami penurunan rasio dari 448 persen menjadi 176 persen, dan Mozambik juga mengalami penurunan dari 352 persen menjadi 153 persen.

2.3.3. Penanganan Utang Negara-Negara Industri: Pengalaman Belgia

Tradisi untuk memperoleh sumber pembiayaan dari utang ternyata memang bukan hanya monopoli dari negara-negara berkembang saja. Hal tersebut juga menjadi bagian penting dari kebijakan ekonomi negara-negara industri dalam proses perkembangan mereka hingga mencapai tingkat perkembangan ekonomi seperti yang saat ini mereka alami. Kebijakan diversifikasi sumber pembiayaan tersebut terus mereka lanjutkan sampai saat ini, dan bahkan surat utang yang mereka terbitkan pada akhirnya menjadi bagian penting dari instrumen kebijakan moneter. Pengalaman dari Belgia sebagai suatu negara industri yang memiliki utang cukup besar, dan upaya mereka untuk menekan utang tersebut ke tingkat yang wajar, merupakan suatu hal yang menarik untuk dipelajari. Sektor publik pemerintah Belgia secara tradisional memang memiliki tingkat utang yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara Eropa lainnya, seperti Denmark dan Inggris, yang dikenal sebagai negara yang sangat konservatif dalam berutang. Pada tahun 1960-an, tingkat utang Belgia dibanding PDB bahkan sudah dua kali lipat dibandingkan dengan rata-rata rasio di negara-negara Eropa lainnya. Krisis energi pada tahun 1970-an telah menimbulkan defisit yang besar, sehingga lebih memperburuk situasi. Pada tahun 1981 misalnya, defisit APBN Belgia mencapai 13.5 persen dari PDB, sedangkan jumlah pembayaran bunga dan utang pokok mencapai hampir 8 persen. Sementara itu total utang mencapai 82 persen dari PDB. Beban pembayaran utang tersebut semakin memperbesar utang sehingga menambah beban yang harus dipikul pemerintah Belgia. Perkembangan tersebut, ditambah dengan tingkat suku bunga yang tinggi pada tahun 1980-an dan pertumbuhan ekonomi yang rendah, telah menyebabkan rasio utang terhadap PDB meningkat lebih tinggi lagi menjadi 130 persen pada tahun 1987. Dengan upaya keras penghematan anggaran yang dilakukan sangat disiplin antara tahun 1982 sampai 1987, defisit anggaran akhirnya menurun sehingga mencapai 6.8 persen dari PDB. Perkembangan ini menstabilkan rasio utang negara Belgia tersebut. 29 Pada awal dasawarsa 1990-an, resesi dunia membuat defisit APBN Belgia kembali mengalami peningkatan sehingga mencapai 7.1 persen dari PDB. Sementara itu rasio utang terhadap PDB juga mengalami peningkatan sehingga mencapai 135.2 persen pada tahun 1993. Perkembangan yang terakhir ini memaksa pemerintah Belgia untuk kembali mengetatkan ikat pinggang, sehingga pada akhirnya dalam periode antara 1993 sampai 1997 tercapai suatu gambaran penurunan defisit dan rasio utang yang cukup jelas. Defisit APBN bahkan menurun begitu tajam sehingga hanya mencapai 2.1 persen, sementara rasio utang terhadap PDB juga menurun lebih dari 10 persen, sehingga akhirnya mencapai tingkat 122.2 persen. Surplus primer APBN yaitu surplus APBN sebelum dihitung pembayaran bunga utang pada tahun itu juga meningkat menjadi 5.8 persen dari PDB. Surplus primer ini telah diputuskan untuk ditargetkan pada tingkat yang tinggi, sehingga jika terjadi penurunan kegiatan ekonomi, penurunan tingkat utang masih dapat tercapai. Sementara itu, khusus dalam hal penanganan utang luar negeri, Belgia juga mengalami peningkatan utang luar negeri pada dasawarsa 70-an dan 80-an yang disebabkan oleh terjadinya defisit neraca pembayarannya, disamping defisit APBN sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Bank Sentral Belgia seringkali harus mengisi kembali cadangan devisanya melalui Departemen Keuangan yang kemudian mengeluarkan surat utang mereka. Utang luar negeri negara tersebut, sebagai proporsi dari keseluruhan utang, mengalami kenaikan yang cukup besar. Pada tahun 1978 utang luar negeri hanya 1 persen dari keseluruhan utang negara tersebut. Proporsi ini meningkat menjadi 24 persen pada tahun 1984. Dengan berbagai langkah, serta dalam kaitan dengan keanggotaan Belgia dalam Sistem Moneter Eropa, rasio utang luar negeri tersebut kemudian dapat secara pelan-pelan diturunkan sehingga pada tahun 1992 mencapai 12 persen. Jumlah itu kembali mengalami peningkatan pada saat terjadinya krisis Sistem Moneter Eropa pada tahun 1993 sehingga mencapai 17 persen, namun kembali berhasil ditekan sehingga mencapai hanya 7.5 persen pada tahun 1997. Tingkat ini pun semakin menurun lagi dengan dimulainya mata uang bersama Eropa yaitu Euro. 30

2.3.4. Penanganan Utang Negara-Negara Berkembang