Pendekatan Permintaan dan Penawaran

41 atau: M F X G T I S p       . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.10 Berdasarkan persamaan 3.8, surplus APBN dapat dianggap sebagai bagian dari surplus tabungan-investasi, atau defisit anggaran pemerintah adalah sebagian dari total defisit tabungan-investasi. Persamaan 3.9 menunjukkan bahwa surplus Transaksi Berjalan TB adalah sama dengan surplus tabungan nasional terhadap investasi di dalam negeri, yang memberi pengertian bahwa defisit dalam cadangan devisa merupakan bentuk dari tabungan luar negeri. Persamaan 3.10 memperlihatkan bahwa surplus TB sama dengan perbedaan tabungan swasta yang melebihi investasi ditambah surplus APBN. Seperti telah dibahas sebelumnya, arus modal masuk terdiri dari arus pinjaman luar . negeri dan arus investasi. Arus pinjaman luar negeri bisa dalam bentuk arus pinjaman jangka panjang, L lr lebih dari 1 tahun dan arus pinjaman jangka pendek, L sr kurang dari atau hingga satu tahun. Arus investasi dari luar negeri bisa berbentuk investasi langsung PMA, I fd , dan portfolio investment, I s . Perubahan dalam cadangan total devisa R-R -1 suatu negara dapat didefinisikan sebagai saldo TB ditambah dengan jumlah arus pinjaman luar negeri dan arus investasi: 1        R R TB I I L L p fd sr lr . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.11 Apabila utang luar negeri jangka panjang diistilahkan sebagai persediaan stock yakni L, dan tidak ada tunggakan Alun, 1992, maka jumlah utang luar negeri jangka panjang pada periode tahun tertentu adalah perubahan stok pada tahun tersebut, atau: lr L L L   1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.12 maka dapat diperoleh: p fd sr I I L TB R R L L           1 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.13

3.1.3. Pendekatan Permintaan dan Penawaran

Selain itu, perkembangan utang luar negeri dapat dianalisis melalui pendekatan permintaan dan penawaran utang luar negeri tersebut. Menurut Alun 42 1992, dasar teorinya adalah derajat keterutangan luar negeri sebuah negara ditentukan oleh tingkat optimalisasi dalam penggunaan dana yang ada oleh masyarakat di negara tersebut dengan kesempatan yang ada untuk meminjam uang dari pasar internasional, dan pilihan yang ada antara mengkonsumsi dan menanam modal. Analisisnya diawali dengan persamaan mengenai identitas pendapatan: M X G I C Y      . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.14 dalam hal ini: Y = pendapatan nasional atau PDB C = konsumsi rumah tangga dan pemerintah I = investasi G = pengeluaran pemerintah X = ekspor barang dan jasa M = impor barang dan jasa Dari teori diketahui bahwa korelasi antara investasi I dengan tingkat suku bunga r adalah negatif, sedangkan korelasi antara investasi I dengan tingkat pendapatan Y adalah positif, yang dapat dituliskan: r i Y i I 2 1   . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.15 Selanjutnya, Alun 1992 memberikan contoh misalnya pengeluaran rupiah dalam negeri, A domestic expenditure untuk konsumsi dan investasi adalah fungsi dari pendapatan nasional Y, defisit APBN G dan utang luar negeri neto. Bentuk persamaannya dapat ditulis: 3 2 1 a G a Y a a A     Utang Luar Negeri . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.16 atau, Utang Luar Negeri = G b A b Y b 3 2 1   . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.17 Kenaikan dalam PDB Y dan belanja masyarakat A cenderung menaikkan impor, baik barang-barang konsumsi maupun barang-barang modal dan penolong serta bahan-bahan baku untuk keperluan industri atau kegiatan-kegiatan ekonomi dalam negeri. Terutama di banyak negara yang sedang berkembang, kenaikan impor selalu lebih besar daripada kenaikan ekspor, sehingga kenaikan impor cenderung menaikan aliran utang luar negeri. Kenaikan 43 defisit anggaran belanja pemerintah APBN juga cenderung meningkatkan arus utang luar negeri. Menurut Sachs 1981, 1982 negara yang mempunyai masalah dalam pelunasan utang luar negerinya cenderung untuk tidak menunda membayar utang karena pilihan menunda akan menghadapi risiko gangguan dalam perdagangan internasional dan arus modal masuk. Karena itu, kenaikan dalam pelunasan utang LS cenderung menaikan utang luar negeri. Jadi, mengikuti Alun 1992, maka persamaan 3.17 dapat ditulis menjadi: Utang Luar Negeri = LS c G c A c Y c 4 3 2 1    . . . . . . . . . . . . . . . 3.18 Selain variabel-variabel di atas, permintaan utang luar negeri juga ditentukan oleh tingkat suku bunga di pasar uang internasional, atau lebih tepatnya spread S, yaitu margin di atas LIBOR London Interbank Offered Rate. Jadi persamaan ”permintaan” utang luar negeri negara-negara yang sedang berkembang dapat ditulis sebagai berikut: Utang Luar Negeri d = S d LS d G d M d X d Y d 6 5 4 3 2 1      . . . 3.19 dan persamaan ”penawaran” utang luar negeri ke negara-negara yang sedang berkembang dapat ditulis: Utang Luar Negeri s = S e LS e G e M e X e Y e 6 5 4 3 2 1      PK e 7  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.20 di mana PK adalah peringkat kredit negara yang bersangkutan. Idealnya, jika sebuah negara telah mencapai tingkat pembangunan tertentu atau pada later stage of development, ketergantungan negara tersebut terhadap pinjaman luar negeri akan lebih rendah daripada periode di mana negara itu baru mulai membangun early stage of development. Proksi yang umum digunakan untuk mengukur tingkat pembangunan sebuah negara adalah tingkat pendapatan atau PDB dalam nilai riil per kapita. Sedangkan indikator-indikator makro yang umum digunakan untuk mengukur tingkat ketergantungan sebuah negara terhadap bantuan luar negeri atau utang luar negeri antara lain adalah rasio jumlah bantuan luar negeri utang luar negeri terhadap PDB, rasio jumlah bantuan luar 44 negeri utang luar negeri terhadap total nilai perdagangan luar negeri, atau rasio jumlah bantuan luar negeri utang luar negeri terhadap nilai ekspor.

3.2. Solvabilitas dan Kesinambungan Fiskal