Dari segi pasti-tidaknya Bertindak Menurut Hati Nurani

217 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Oleh karena itu, hati nurani perlu dibina. Pembinaan hati nurani dapat dilakukan antara lain dengan: 1. mengikuti keputusan suara hati, bila sudah memberikan putusan yang jelas; 2. membiasakan diri untuk menjalankan perbuatan- perbuatan baik; 3. mengambil bagian dalam pembinaan-pembinaan rohani, rekoleksi, dan retret; 4. memperluas pengetahuan dengan membaca surat kabar dan buku-buku yang baik, membaca dan merenungkan Kitab Suci; 5. membiasakan diri untuk memeriksa hati, pikiran, dan perbuatan kita; 6. mempertimbangkan dengan teliti nilai-nilai dalam kasus yang kompleks. Santo Paulus mengatakan bahwa di dalam diri kita ada dua hukum, yaitu hukum Allah dan hukum dosa. Kedua hukum itu saling bertentangan. Hukum Allah menuju kepada kebaikan, sedangkan hukum dosa menuju kepada kejahatan. Santo Paulus menyadari bahwa selalu ada pergulatan antara yang baik dan yang jahat dalam hati manusia. Selanjutnya, Konsili Vatikan II dalam dokumen Gaudium et Spes Artikel 16, antara lain berkata: “Di dalam hati nuraninya manusia menemui suatu hukum yang mengikat untuk ditaati. Hukum yang berseru kepada manusia untuk menjauhkan yang jahat dan memanggil manusia untuk melakukan yang baik. Hukum ditanam dalam hati manusia oleh Allah sendiri”. Proses Pembelajaran Doa Pembuka Guru mengajak peserta didik untuk membuka pelajaran dengan doa, misalnya: Ya Yesus yang baik. Pada hari ini kami akan belajar tentang hati nurani, bantulah kami agar kami dapat mengetahui hati nurani, 218 Kelas VI SD sehingga kami akan selalu mengikutinya, dalam kehidupan sehari-hari serta bersedia melatihnya melalui berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan dan menyucikan hati nurani kami. Amin. Langkah Pertama: Mendalami Keputusan yang Didasarkan Hati Nurani

1. Membaca dan Menyimak Cerita Hati Nurani

Guru mengajak peserta didik untuk membaca dan mendengarkan cerita berikut ini: Mendengarkan dan Menaati Hati Nurani Edo adalah seorang siswa kelas 6, yang sekolah di sebuah SD Katolik. Edo tinggal agak jauh dari sekolahnya. Ia tinggal bersama ibunya yang sehari-hari menjadi tukang cuci pakaian, sementara ayahnya sudah meninggal, ketika Edo duduk di kelas 3 SD. Setiap hari ia pergi dan pulang sekolah dengan berjalan kaki. Sepulang sekolah, setelah membantu ibunya, Edo sesekali bermain bersama teman-temannya. Telah beberapa bulan, teman-temannya memiliki mainan baru, yang disebut tablet. Dengan mainan tersebut, teman-temannya asyik bermain aneka games. Sedangkan Edo hanya bisa melihat teman- temannya yang berkonsentrasi penuh dengan mainannya. Edo mulai merasa bahwa teman-temannya lebih perhatian kepada mainannya. Dalam hati, Edo sebenarnya ingin memiliki mainan seperti teman-temannya. Tapi Edo menyadari bahwa ibunya tidak akan memiliki uang yang cukup untuk membeli mainan yang mahal itu. Ia pun berusaha melupakan keinginan hatinya itu dengan kegiatan lainnya. Pada suatu pagi, Edo bangun kesiangan. Maka tanpa sarapan, Edo segera pergi ke sekolah dengan terburu-buru. Bahkan pagi itu, Edo naik angkutan pedesaan menuju ke 219 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti sekolah, dengan harapan tidak terlambat tiba di sekolah, meskipun harus menggunakan uang jajan yang ia kumpulkan jika ibu memberinya uang. Satu demi satu penumpang angkutan pedesaan tersebut turun, sedangkan Edo masih beberapa ratus meter untuk sampai di sekolah, di ujung desa. Ketika angkutan pedesaan hampir tiba di sekolah, Edo melihat sebuah tas hitam yang cukup bagus. Rupanya ada penumpang yang ketinggalan tas dan isinya di bawah tempat duduk. Ia pun memegang dan melihat-lihat tas tersebut. Rupanya, tas hitam tersebut berisi tablet, dompet dan kamera. Tanpa berpikir panjang, Edo pun membawa tas hitam tersebut, karena tempat tujuan sudah dekat. Untung, kegiatan belajar di sekolah belum dimulai. Edo pun segera menuju kelas untuk mempersiapkan pelajaran hari itu. Ketika istirahat, Edo bergegas ke kamar kecil untuk melihat lebih jelas isi tas hitam yang ditemukannya di angkutan Pedesaaan. Dari dalam tas tersebut, tampak ada sejumlah uang, KTP, kartu ATM dan identitas pemiliknya. Edo pun tidak mengenal identitas yang ada pada tas tersebut, karena berdasarkan identitas tersebut, pemiliknya tinggal jauh di Kota Besar. Edo mulai berpikir untuk tidak mengembalikan tas beserta isinya. Maklum, di dalamnya ada tablet, mainan yang selama ini ia dambakan, juga sejumlah uang dan barang berharga lainnya. Tapi ia pun merasa bahwa tas tersebut bukan miliknya. Ketika sedang melihat-lihat isi tas, Joni dan Toni, masuk ke kamar kecil. Edo pun menceritakan kejadian sesungguhnya mengenai tas yang ia temukan. Bahkan Edo pun bertanya: “Joni dan Toni, saya kebingungan dengan barang-barang ini. Jika seandainya kamu jadi saya, apa yang akan kamu lakukan terhadap tas dan isinya ini?” sumber: Mardika, SFK Guru meminta peserta didik untuk membentuk kelompok dan mendiskusikan pertanyaan berikut: Jika aku adalah Edo, maka yang akan aku lakukan adalah.... Beri alasannya