Masalah Peristilahan
Masalah Peristilahan
Di dunia Turkik terdapat banyak istilah untuk menyebut “orang-orang suci”. Di mana-mana, tentu saja, dipakai istilah-istilah yang berasal dari bahasa Arab (vali, avliya, syekh) dan Persia (ish n, p r, shah); satu-satunya perkecualian adalah penggunaan at , satu istilah asli Turkik, yang juga dipakai secara luas. Di Asia Tengah penggunaan istilah-istilah Arab paling lumrah, tetapi di Anatolia, sejajar dengan kata-kata bercorak “Islam” di atas, muncul juga berbagai istilah khas seperti eren, yatir, baba, dede yang semuanya berasal dari bahasa Turki. Dikenal juga istilah bakhsyi—yang tidak jelas asalnya, apakah Tionghoa atau Sanskerta—yang dipakai oleh berbagai kebudayaan untuk menyebut pemuka agama dan yang hingga kini
masih lumrah di kalangan orang Kirghiz 74 . Untuk menyebut tempat orang suci (makam, kuburan dan lain-lain) istilah-istilah yang paling umum juga
berasal dari bahasa Arab (maz r, ziy rat, türbe, qabr) atau Persia (gumbez, im m-z de , p r); di samping itu terdapat beberapa contoh istilah campuran Arab-Persia (ziy rat-g h) dan istilah Turkik (och glar atau oc k dalam bahasa Turki Istanbul) serta tekke (di kawasan Balkan saja).
Penggunaan istilah seperti wal , awliy ’, dan shaykh (syekh), yang merupakan padanan paling umum dari istilah Inggris-Prancis saint dan yang dipakai dari Istanbul sampai ke Kashgar, agaknya berasal dari berbagai manakib yang ditulis dalam bahasa Arab maupun Persia. Kami tidak akan menguraikan maknanya dengan panjang lebar. Cukup dicatat bahwa avily (bentuk jamak dari val ) adalah orang yang dianggap dekat dan bersahabat dengan Allah (akar kata Arab WLY, dekat). Dalam buku
72 Zeki Velidi Togan (1953, hlm. 523-529). 73 Bennigsen & Lemercier-Quelquejay (1986, hlm. 183-184, 199). 74 Lih. artikel yang sangat bagus oleh F. Köprülü (1986, hlm. 145-156).
Turki dan Asia Tengah 395
Kasyf al-Mahj ūb yang ditulis pada abad ke-11, al-Hujwir menyebut ayat- ayat al-Qur’an yang dijadikan acuan oleh tradisi mistis Islam untuk mengembangkan konsep kesucian khas Islam itu: “sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (10:63); “Allah Pelindung (wal ) orang-orang yang beriman”
(2:258) 75 . Sebaliknya, seorang syekh, secara teoritis, bukanlah seorang val tetapi seorang sufi tinggi atau seorang ketua tarekat. Oleh karena itu, istilah
syekh, dalam hal kesucian, agaknya dapat dipakai untuk menyebut orang suci yang berasal dari lingkungan tarekat 76 .
Istilah-istilah ish n dan p r, yang berasal dari bahasa Persia, hanya ditemukan di bagian timur dunia Turkik, terutama di kawasan barat Lautan Kaspia dan di tengah masyarakat Tatar di Volga. Kata p r sangat umum di kawasan budaya Persia, di Iran, Asia Tengah, Afghanistan dan sampai ke
India. Tetapi istilah itu dipakai juga di Turki sendiri 77 . Ish n adalah istilah khusus kalangan Islam Asia Tengah, yang berasal dari kata ganti bentuk
orang ketiga tunggal (‘dia’) dalam bahasa Persia; penggunaan kata itu menandakan rasa hormat dari murid-murid terhadap guru spiritual
mereka 78 . Istilah itu sudah dipakai paling sedikit sejak paruh kedua abad ke-14, ketika ish n ditemukan menyertai nama Bah ’ al-D n Naqsyband.
Tokoh besar sufi dari dinasti Timur Lenk, ‘Ubaydullah Ahrar (wafat 1490) disebut ish n, seperti juga syekh-syekh tarekat yang berontak melawan
kekuasaan Tsar dan Soviet 79 . Istilah itu juga ditemukan di Turkistan Timur (sekarang propinsi Tiongkok), yang perbatasannya dengan Republik-
Republik Islam dari Community of Independent States (CIS, Persatuan negara-negara bekas Uni Soviet) bersifat politik dan sama sekali bukan
kultural 80 . Akhirnya, istilah ish n dipakai sebagai sebutan umum untuk
75 Al-Hujwir (1976, hlm. 212). Suatu uraian panjang mengenai wali-wali Islam dapat ditemukan pada hlm. 210-241 buku tersebut. Untuk pembahasan yang lebih
terperinci mengenai istilah val (wali), lihat L m Celeb (1854, hlm. 10 dst.). Buku ini adalah terjemahan dalam bahasa Turki Usmani dari karya terkenal ‘Abd al- Rahman J m tentang wali-wali, dengan tambahan biografi wali-wali Turki.
76 Lih. Al-Hujwir (1976, hlm. 55-57); A. Gölpïnarlï (1977, hlm. 317-318). 77 Idem, hlm. 273. 78 Lih. S.M. Demidov (1988, hlm. 111-119) (tentang ish n-ish n pada umumnya),
dan hlm. 119-135 (tentang ish n-ish n di Turkmenistan); W. Barthold, “Ish n”, dalam Encyclopédie de l'Islam, edisi ke-2, jil. IV, hlm. 118.
79 Idem, hlm. 116. 80 Lih. Masami Hamada (1990a, hlm. 455-489); Gunnar Järring (1986, hlm. 191).
Dalam wilayah ini, kepala-kepala kelompok Naqsybandiyah, yang diangkat menjadi wali setelah wafat, dulu juga dipanggil khv ja, dengan merujuk kepada
Thierry Zarcone
beraneka tokoh, mulai dari dukun-dukun gadungan beraliran sufi sampai ke pemimpin tarekat dan wali. Mengenai gelar sh h (syah) yang di Asia Tengah kadang-kadang menyusul nama seorang wali (misalnya Fazil Sh h di Kirghiztan), istilah itu berasal dari India dan sering dipakai oleh kalangan sufi dari anak benua India.
Padanan Turkik dari istilah wali cukup banyak; masing-masing mengandung suatu interpretasi sosial atau spiritual dari konsep kesucian. Di kalangan bangsa-bangsa pengembara Asia Tengah istilah at lebih umum daripada berbagai istilah yang disebut di atas. At terutama dipergunakan untuk menyebut syekh dari tarekat Yasawiyah; makam- makam dari tarekat tersebut dapat diidentifikasi justru karena penggunaan istilah itu: Zeng At di Tasykend, Suleym n H kim At , Choban At , Gozli At , Ismamut At dan banyak yang lain di Turkmenistan. Dalam
bahasa biasa, at berarti “ayah” 81 , “kakek”, orang tua ataupun “leluhur”, dengan segala konotasi kehormatan yang ada pada posisi sosial atau ikatan
keluarga yang bersangkutan 82 . Kaitan dengan lingkungan suku nampak dengan jelas; bahkan di beberapa daerah Asia Tengah, ikatan suku sama
dengan keanggotaan pada tarekat Yasawiyah. Anggota dari suku At di Turkmenistan, misalnya, mengaku keturunan dari wali-wali Yasav seperti
Gozli At ; demikian pula suku yang bernama Shaykh 83 . Di Anatolia, walaupun istilah at telah lama dipergunakan juga, kini dia cenderung
digeser oleh b b , yang mempunyai arti yang sama dalam kehidupan sehari-hari dan yang sangat populer di kalangan sufi. Istilah b b terutama dipakai untuk menamakan suatu kelompok sufi heterodoks dari abad ke-13,
yakni para B b ’ 84 ; istilah itu juga menyertai berbagai nama pangkat dalam jajaran tarekat Bektasyiyah. Pada akhirnya, istilah itu dapat juga
ditempel begitu saja pada nama sufi dan wali, apa pun tarekatnya, termasuk
silsilah prestisius dari para Khv jag n Naqsybandiyah Asia Tengah (lih. Hamada 1990a, hlm. 468).
81 Kata kuno dalam bahasa Turki Usmani, namun digunakan untuk menekankan segi kepahlawanan Mustafa Kemal, yang dijuluki Kemal Atatürk, yakni Kemal
Bapak Bangsa Turki. 82 Lih. S.E. Buh r (1291). Kata ini juga mempunyai berbagai arti yang serupa
dalam bahasa Uzbek masa kini. Lih. Z.M. Ma’rufav (1981, jilid I, hlm. 547). Istilah ini juga muncul di samping nama-nama penguasa dan dinasti, sebagai tanda jabatan pemerintahan dan militer. Lih. F. Köprülü (1945, “At ”).
83 Lih. S.M. Demidov (1976, hlm. 140-159) tentang At , dan (hlm. 86-112) tentang Shaykh ; M.E. Subtelny (1989, hlm. 599).
84 Lih. A.Y. Ocak (1980). Mengenai istilah ini, lihat kamus Türkçe Sözlük (Ankara, Türk Dil Kurumu, 1983), jilid I, hlm. 102; Gölpïnarlï (1977, hlm. 43); F. Köprülü
(1945, “Baba”).
Turki dan Asia Tengah 397
tarekat ortodoks. Kata dede, yang kini berarti kakek, lebih dihormati daripada kata b b , walaupun perbedaan antara keduanya sangat kecil. Istilah itu pada umumnya tertempel pada nama kepala pondok tarekat Maulawiyah serta wali-wali mereka. Di kalangan ‘alev (Alawi), yang di pedesaan memegang peranan yang sama seperti tarekat Bektasyiyah di daerah perkotaan, dede dipakai untuk menamakan guru-guru spiritual. Dalam tarekat Bektasyiyah, para dede merupakan suatu cabang tarekat yang khusus untuk orang-orang yang tidak menikah; cabang itu dikepalai oleh “dede agung”. Anggota-anggota dari cabang intern dan elitis tarekat
itu disebut dede b b 85 . Istilah itu juga dipakai oleh para sufi dalam berbagai kesempatan, dan wali-wali disebut ala kadarnya entah b b atau
dede , kecuali untuk mereka berasal dari kalangan Bektasyiyah, Alawiyah, atau Maulawiyah. Dalam ruang terbatas artikel ini, tidak mungkin kita membahas kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam tarekat-tarekat Turki yang lain, di mana istilah-istilah di atas dapat mencakup artian yang, sekalipun berbeda, tidak pernah jauh dari yang baru disebut di atas.
Dua istilah Turkik lainnya dipakai untuk menyebut para wali; istilah itu tidak mengandung arti dalam kehidupan sehari-hari dan rupanya diciptakan khusus untuk konteks mistis. Yang pertama adalah eren (atau ermish ) yang sangat umum, dan dapat ditempelkan baik kepada orang yang sudah meninggal maupun kepada orang yang masih hidup. Yang kedua, yatïr/yatur , hanya diberikan kepada orang yang sudah meninggal. Eren, yang dibentuk dari akar Turkik er- (mencapai, tiba, sampai) menyangkut orang yang sudah mencapai tujuannya, yaitu sufi yang sempurna. Istilah itu kadang-kadang dihubungkan dengan kata Turkik lama er, yang etimo- loginya berbeda dan yang berarti “manusia” dalam artian “manusia sempurna”. Kedua akar er itu dapat digabung dalam ungkapan-ungkapan tertentu seperti Horasan erenleri, Horasan erleri (“manusia” Horasan) yang mengacu pada daerah kawasan Turkik-Persia yang, dalam legenda-
legenda, merupakan asal dari sufi-sufi Turki 86 . Sedangkan istilah yatïr/yatur (akar kata Turkik yat-: berbaring, tidur) merujuk pada posisi
berbaring dari jasad dalam makamnya. Istilah itu hampir selalu menyangkut wali-wali 87 .
Di Asia Tengah (Transoxania dan Khwarizm), tempat para wali disebut maz r, ziy rat, atau ziy ratg h. Ketiga nama itu mempunyai akar Arab yang sama, yaitu zyr, yang berarti “mengunjungi”. Istilah ziy rat
85 Gölpïnarlï (1977, hlm. 85-86). 86 Gölpïnarlï (1977, hlm. 118-119, 162) dan (1972, jilid III, hlm. 1490-1495). 87 Lih. Gölpïnarlï (1972, jilid IV, hlm. 4396-4397) dan (Derleme 1979, jil. XI, hlm.
4201); H. Tanyu (1967, hlm. 3).
Thierry Zarcone
pada awalnya hanya terbatas pada “kunjungan” atau “ziarah”; kata itu kemudian bergeser arti untuk mengambil arti “tujuan” ziarah. Istilah Arab/Persia Ziy r tg h (g h menandakan tempat) adalah tempat berziarah, seperti halnya kata benda maz r yang juga mengandung arti makam
(sekurangnya makam sebagai obyek ziarah) 88 . Dalam arti makam terdapat juga kata-kata qabr dan makbar 89 , walaupun kedua istilah itu pada
umumnya dipakai untuk makam yang tidak begitu penting atau cungkup kecil. Makam Islam, yang dilengkapi dengan sebuah kubah, tampaknya berasal dari Asia Tengah dan kemudian menyebar ke seluruh dunia Islam. Yang paling kuno berada di Bukhara dan dibangun pada abad ke-10. Gaya arsitektur itu kemudian berkembang di semua daerah jajahan bangsa-
bangsa Turkik 90 . Mengenai istilah gunbez, yang dipakai oleh bangsa Kirghiz dan di seluruh Turkistan Timur 91 asalnya adalah kata Persia
gumb d/gumb z (dari Pahlevi) yang arti pokoknya adalah atap melengkung atau kubah—dari Arab qubba 92 .
Di Azerbaijan, tempat-tempat wali diberi nama yang berasal dari bahasa Persia dan Turki. Yang pertama adalah istilah Persia p r 93 , yang
juga berarti guru spiritual, tetapi yang tidak dipakai dalam artian makam di Iran. Harus dicatat bahwa di Turki ditemukan ungkapan p revi (rumah guru
spiritual) untuk menyebut rumah induk tarekat Bektasyiyah di Anatolia 94 . Istilah lain yang juga ditemukan di Azerbaijan adalah ochag yang arti
pertamanya adalah perapian, yaitu tempat orang-orang berkumpul—di sekitar api. Kemudian kata itu bergeser dan mengambil arti yayasan, lembaga dan lain-lain. Di Turki dikenal ungkapan oc k-i Bekt shiyy n untuk menamakan tarekat Bektasyiyah sebagai lembaga; suku-suku Alawi juga terbedakan satu dari yang lainnya melalui penggunaan embel-embel oc k ini atau oc k itu, yang acap ditambahi nama wali pelindung suku, misalnya Sarï Saltuk ocag . Guru spiritual kaum Alawi (dede) kadang-
kadang dipanggil oc k-z de (anak oc k) 95 . Terselubung di bawah istilah oc k itu tentunya terdapat suatu kata lama dari dunia bangsa-bangsa
88 Lih. D. Reig (1983); Gölpïnarlï (1977, hlm. 364-365). 89 Lih. H.P. Laqueur, “Makbara” (di Turki), dalam Encyclopédie de l'Islam, edisi
ke-2, jil. VI, hlm. 122-123.
90 Lih. E. Diez, “Kubba”, dalam Encyclopédie de l'Islam, edisi ke-2, jil. V, hlm. 288. Lihat juga M.M. Mendikulov (1951, hlm. 229-240).
91 A. Bennigsen & Ch. Lemercier-Quelquejay (1986, hlm. 206). 92 Lih. M. Mu’ n (1985, jil. III, hlm. 3396); M. Kiy ni (1990, hlm. 135-136). 93 Lih. artikel “P r” dalam Azärbayjan Sovet Ensiklopediyasï, Baku, 1983, jilid VII,
hlm. 534 dan A. Ahädov (1991, hlm. 126-127). 94 Gölpïnarlï (1977, hlm. 273).
95 Idem, hlm. 262-263.
Turki dan Asia Tengah 399
pengembara Turkik. Im m-z de adalah nama yang diberikan kepada makam-makam wali dunia Syiah; di kalangan orang Turkik Azerbaijan 96 .
Di Turki, kata im mz de yang terdapat di kuburan masyarakat Syiah Istanbul tidak dikenal dengan nama itu di Uskudar 97 . Di Azerbaijan juga
dipakai istilah mugäddäs yang berarti “keramat”, dari akar kata Arab qds 98 . Baik di Turki maupun di daerah-daerah di bawah kekuasaan Turki
(dunia Slav dan Arab), makam wali dikenal dengan istilah türbe 99 , dari akar kata Arab trb yang berarti tanah, lantai, kuburan, dan makam. Türbe
adalah komponen penting dari arsitektur Seljuk dan Turki Usmani, dan oleh karena jumlahnya agak besar, türbe itu telah menjadi topik penelitian
yang favorit 100 . Walaupun ada saja türbe yang menjadi makam sultan dan pembesar kesultanan lainnya, kebanyakan dikenal sebagai makam wali.
Makam wali itu pada umumnya dikelola oleh suatu pondok sufi (tekke, derg h, z viye atau kh naq h) karena terletak di dekat atau bahkan dalam
kompleks pondok 101 ; itulah sebabnya di Balkan, tekke adalah istilah yang dipakai untuk menyebut makam wali-wali 102 . Di luar tempat-tempat ziarah
yang penting—yaitu yang merupakan kompleks makam besar atau kecil— terdapat juga banyak sekali tempat keramat yang terdiri dari suatu kuburan biasa atau sebuah jirat makam. Tempat-tempat itu kadang-kadang juga disebut türbe walaupun istilah maz r dan qabr lebih umum.