Islam Turkik Sebagai Sinkretisme Agama; Kunci Sistem Wali

Islam Turkik Sebagai Sinkretisme Agama; Kunci Sistem Wali

Wali-wali dari Islam Turkik ditemui di satu wilayah yang terbentang dari oasis-oasis Turkistan Timur sampai ke Eropa Timur. Bangsa-bangsa Turkik berasal dari daerah yang kini membentuk Mongolia, di mana mereka sudah dikenal dengan nama “Turk” sejak abad ke-6. Ekspansinya ke barat membawa mereka sampai ke batas Kemaharajaan Byzantium pada

abad ke-11 dan sampai ke daerah Balkan mulai abad ke-14 4 . Sepanjang periode itu mereka senantiasa bersentuhan dengan berbagai agama. Pada

awalnya bangsa-bangsa itu menganut kepercayaan animis dan syamanis. Kemudian, walaupun tidak pernah tercapai kebulatan dalam hal ini, suku- suku atau kelompok-kelompok Turkik memeluk entah agama Buddha,

agama Manuisme 5 , atau agama Nasrani aliran Nestorian, meskipun sebagian dari mereka tetap menganut kepercayaan-kepercayaan leluhurnya.

Walaupun ketiga agama “besar” di atas mempunyai pengaruh yang paling besar atas suku bangsa Turkik sebelum dan selama perkembangan agama Islam, agama Tao dan agama Majusi (Zoroastrian) juga meninggalkan

dalam artian lebih sempit, yaitu yang hanya menyangkut republik Turki (catatan penerjemah).

4 Mengenai sejarah bangsa-bangsa Turki, kami merujuk kepada W. Barthold (1945) dan sintesis yang sangat berguna oleh P.B. Golden (1992).

5 Manuisme (al-M nawiyah, Manicheanism) adalah Agama dualisme yang didirikan oleh seorang pangeran Persia, Manu/M n bin F tik (216-274 M). Manu

mengklaim bahwa ajarannya merupakan penyempurnaan terhadap ajaran Zoroaster, Yesus, dan Buddha (catatan penerjemah).

Turki dan Asia Tengah 377

bekas. Pada akhir abad ke-7 dan permulaan abad ke-8, justru ketika Islam sedang memperkuat posisinya di Timur Tengah, agama Manuisme dan agama Nasrani makin kokoh juga kedudukannya di Asia Tengah. Namun ada kemiripan kosa kata dalam ajaran Manuisme dan ajaran agama Buddha; misalnya sudah terbukti bahwa istilah Burkhan yang dipakai dalam bahasa Turki untuk menyebut Sang Buddha atau arca-arca Buddhis, dipakai pula oleh penganut agama Manuisme untuk menyebut orang-orang suci mereka. Seperti ditulis oleh W. Barthold, tak dapat disangkal bahwa

kedua agama, Buddha dan Manuisme saling mempengaruhi 6 . Pada abad ke-

10, agama Buddha sudah unggul atas agama Manuisme di tengah suku bangsa Uigur. Islam baru memperlihatkan tanda kemajuan pada abad ke-9 dan ke-

10 ketika muncul dinasti Turkik Islam yang pertama, yaitu dinasti Qara- Khan 7 . Namun kedudukan agama Islam di Asia Tengah baru tampil kuat

pada abad ke-15. Kasus dinasti Qara-Khitai menunjukkan betapa rumit situasi religius dan kultural di kawasan itu. Suku bangsa Qara-Khitai pada awalnya, yaitu pada abad ke-10, diketahui bermukim di Tiongkok Utara; kemudian mereka menundukkan suku bangsa Uigur dan Qara-Khan muslim hingga, antara abad ke-12 dan sampai periode ekspansi Mongol, berhasil menguasai suatu wilayah yang sangat luas, yang terbentang antara Turkistan Timur dan Khwarizm. Ciri khas dari suku Qara-Khitai adalah bahwa mereka berkultur Tionghoa. Hal itu tidak menghalangi per- kembangan agama Islam di daerah taklukannya, malah sebaliknya. Dinasti Qara-Khitai juga mendukung perpaduan antara beraneka unsur kultural

dari suku-suku jajahannya 8 . Di penghujung lain kawasan ekspansi suku bangsa Turkik, yaitu di

Barat, suku-suku Oghuz dan Seljuk bersentuhan dengan kepercayaan- kepercayaan yang sama sekali berbeda, yaitu sekte Syiah Dua Belas 9 , sekte

6 Barthold (1945, hlm. 45). 7 Mengenai munculnya Islam di kalangan bangsa Uighur, lihat C.E. Bosworth,

“Ilek-kh ns ou Kara-kh nides”, dalam Encyclopédie de l’Islam, edisi ke-2, jil. III, hlm. 1140-1144; H. Akira (1978); E. Esin (1980, Bab V, “The Conversion of Turks to Islam, Early Period: VIII-X th Centuries”, hlm. 157-179; dan Bab VI “The

H k nid Turkish Civilization: IX-XIII th Centuries”, hlm. 181-202); J.-P. Roux (1984, hlm. 39-45).

8 Idem, hlm. 99. 9 Syiah Dua Belas atau Itsn ‘Asyariyah adalah aliran Syiah yang mengakui adanya

dua belas Imam, mulai dari ‘Ali bin Ab Th lib sampai Muhammad al-Mahd (catatan penerjemah).

Thierry Zarcone

Isma’iliyah 10 serta agama Nasrani cabang Byzantium; mereka kadang- kadang memeluk agama itu, atau paling sedikit telah meresap unsur-unsur

pokoknya. Ketika periode dominasi Mongol dimulai pada abad ke-13, perkembangan hubungan antaragama lebih intens lagi. Sebagian besar orang Mongol menganut kepercayaan syamanis; ada juga yang menganut agama Nasrani aliran Nestorian, dan keluarga kerajaan dan elite peme- rintahan bahkan condong ke agama Buddha. Selain itu, ada juga Islam yang tetap sangat kuat di antara bangsa-bangsa terjajah. Akan kita lihat di bawah bahwa syekh-syekh sufi memainkan peran yang menentukan dalam peralihan agama sebagian pemimpin (kh n) Mongol ke agama Islam.

Pada masa kini tampak suatu perbedaan sosio-kultural yang jelas di paling sedikit dua kelompok suku bangsa Turkik Islam. Kelompok suku bangsa yang menempati lembah Volga (Tatar), kawasan Timur Lautan Kaspia (Turkmen) dan kawasan Timur Amu Daria (Uzbek, Kazakh- Kirghiz, dan Uigur); dan kelompok suku bangsa yang menetap di Azerbaijan, di Republik Turki dan di Balkan. Akan tetapi, apa pun perbedaannya, tak diragukan lagi terdapat kesatuan religius di antara mereka, yaitu semua menganut agama Islam, semua memiliki dasar kepercayaan kuno pra-Islam, dan semua diresapi oleh berbagai sistem kepercayaan yang ditemui sepanjang gerak migrasi mereka ke selatan (agama-agama Buddha, Manuisme, Tao, Nasrani aliran Nestorian) ataupun ke barat (sekte Islam Syiah Dua Belas dan Isma’iliyah serta agama Nasrani Byzantium).