GOLRA SYARIF (PAKISTAN)
GOLRA SYARIF (PAKISTAN)
Denis Matringe
S ebagai lampiran pada penulisan tentang para wali di Pakistan, dan
sesuai dengan permintaan kedua editor buku ini, di bawah ini kami akan memerikan satu makam pilihan, yaitu makam Golra Syarif yang terletak di kaki kawasan perbukitan Margalla, di sebelah barat kota
Islamabad 1 . Kompleks makam keramat ini adalah salah satu pusat penting dari tradisi ziarah ke para wali, baik dilihat dari sudut jumlah jemaat yang
taat kepada wibawa spiritual para p r, maupun sebagai contoh dari organisasi, ritus, dan fungsi lembaga sufi tradisional. Kami akan mengkaji berturut-turut silsilah keluarga sufi yang menguasai tempat ini, bangun- annya, pekerjanya, ritusnya, dan akhirnya peran sosial dan politik para p r.
Mihr ‘Ali Syah (1859-1937), yang berasal dari lingkungan Q dir ah, mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad melalui Abd al-Q dir al- J l n , tetapi dia juga dibaiat dalam tarekat Cisytiyah. Setelah bertahun- tahun berkelana dan belajar, akhirnya dia memilih tinggal di Golra Syarif, sebuah kota kecil berpenduduk 4.000 orang yang terletak di tengah kawasan pertanian yang makmur. Mihr ‘Ali Syah terus mengritik kaum heterodoks Ahmadiyah dan dia termasuk salah satu pendukung gerakan Khalifah pada awal tahun 1920-an; dia menulis dalam bahasa Persia, Urdu dan Punjabi; ajarannya didasarkan atas teks-teks R ūm dan Ibn ‘Arab . Semua itu, ditambah karismanya yang tinggi, membuatnya memiliki murid
yang sangat banyak 2 . Putra dan sekaligus penerusnya, ul m Muhy al-
1 Informasi saya mengenai tempat ini berdasarkan pengamatan pribadi secara berkala selama lima belas tahun lebih. Lihat juga Einzmann (1988, hlm. 7-33).
2 Kita dapat memperoleh gambaran tentang riwayat resmi Mihr ‘Ali Syah dari buku kecil yang ditulis oleh salah seorang muridnya (Kh n 1980). Terdapat semua klise:
perjalanan spiritual, naik haji, pengetahuan yang tinggi, ketaatan pada syariat, kelunakan sikap, toleransi beragama, sifat rendah hati, iba, ketetapan hati, kasih sayang terhadap sesama, kedermawanan, rasa tidak suka terhadap kaum elite terdidik (!), karomah, kedalaman spiritual dan lain-lain. Pada hlm. 146-155 buku ini, Khan memberikan daftar tulisan Mihr ‘Ali Syah dengan anotasi.
304 Denis Matringe
D n, alias B b ū-j (1891-1974), berhasil mengumpulkan kekayaan yang amat besar berkat hadiah-hadiah yang tak henti-hentinya dikirim ke makam keramat ayahnya dan hasil tanah yang diberikan oleh jemaahnya (1/10 dari tanah yang ada di desa itu, atau lebih dari 30 hektar). Makam itu sendiri diperbesar dan ditambah beberapa bangunan. Adegan qaww l digelar setiap pagi antara jam 10:30 dan 11:30 di sebuah balai yang dibangun khusus untuk itu. Kegiatan ini diteruskan hingga zaman p r yang ada di situ sekarang, yaitu ul m Mu‘ n al-D n dan Sy h ‘Abd al-Haq.
Makam Mihr ‘Ali Syah dan putranya ada di tengah-tengah keramat, dalam sebuah paviliun berkubah yang terbuat dari marmer, dihiasi dengan ayat-ayat suci al-Qur’an. Perempuan tidak diperkenankan mendekati makam p r ini dan mereka beribadah di tempat lain. Namun mereka diizinkan masuk ke makam putri Mihr ‘Ali Syah. Di bagian barat makam didirikan sebuah masjid baru dan megah dan depannya terdapat sebuah kolam untuk mengambil air wudu, di bawah sebuah pohon beringin besar. Masjid lama, tidak jauh dari yang baru itu, telah diubah menjadi sebuah madrasah dengan kurang lebih 20 siswa. Di depannya terdapat beberapa toko kecil yang menjual berbagai keperluan ibadah (songkok, tasbih, kitab al-Qur’an, jimat, dan lain-lain) serta satu perpustakaan di mana terdapat naskah-naskah asli karya P r Mihr ‘Ali Syah. Di ruang sebelahnya disimpan berbagai benda keramat (tasbih, sajadah, tempolong). Sebuah pondok dengan 70 kamar dibangun untuk murid yang ingin tinggal beberapa lama di sana. Ada juga sebuah ruang makan (langar) yang dapat menyiapkan makanan gratis untuk ratusan orang setiap hari, bahkan ribuan pada saat perayaan haul. Selain tanah miliknya, para p r juga memiliki usaha pertanian serta sekitar 50 toko yang disewakan.
Lebih dari 150 pagawai makam (khuddam) bekerja di sana di bawah pengawasan para p r. Di puncak jajaran administrasinya terdapat akuntan dan pengelola tanah dan usaha pertanian. Kemudian secara berturut-turut, penanggung jawab bangunan (mujawir), sekretaris, mufti yang menge- luarkan fatwa atas nama p r, sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan jemaat, keempat pengajar madrasah, keempat pemain musik (qaww l), dan berbagai pegawai kecil. Beberapa pekerjaan, di antaranya pemanenan hasil bumi, dilaksanakan oleh para murid tanpa imbalan.
Para murid mendapat status mereka melalui ritus pembaiatan yang teratur. Setelah berwudu, calon murid, seorang muslim dewasa masuk ke ruang tempat tinggal p r dengan bertutup kepala P r kemudian meng- ambil
Golra Syarif (Pakistan) 305
Kompleks makam Mihr ‘Ali Syah di Golra Syarif
Bangsal para pemain musik qaww l di Golra Syarif (foto D. Matringe, 1988).
306 Denis Matringe
tangannya sambil mengucapkan ayat-ayat suci al-Qur’an 3 . Setelah mela- kukan salat berjamaah lima kali di masjid, setiap kali diikuti dengan bacaan
selawat bagi Sang Nabi, calon murid kembali ke p r, yang mengucapkan doa sambil menadahkan tangan. Dengan itu, upacara dianggap selesai.
Para p r menerima murid-muridnya beberapa kali sehari. Murid itu menghadap untuk memohon kesejahteraan atau penyembuhan penyakit. Pada akhir pertemuan umumnya mereka memberikan sedikit uang. Berbeda dengan laki-laki, para perempuan memohon agar dikaruniai putra atau agar diperlakukan dengan kurang keras oleh suaminya.
Orang sakit dapat meminta kepada penanggung jawab bangunan (muj wir) jimat-jimat yang ditulisi ayat-ayat suci al-Qur’an oleh p r sendiri, atau paling sedikit sudah diberkatinya. Mereka acap mendekati p r setelah acara harian musik qaww l . Harapan mereka adalah agar mereka sendiri atau sebuah botol air atau sebuah kantong penuh benih adas yang mereka bawa untuk dipakai sebagai obat, akan “ditiupi” oleh p r.
Acara zikir dan qaww l di Golra Syarif tidak mengandung sesuatu yang istimewa. Namun perayaan agama yang dilakukan luar biasa banyaknya, lebih dari 50 kali dalam satu tahun. Setiap bulan pada tanggal
11 (gy rv syar f) diadakan upacara peringatan Abd al-Q dir al-J l n . Pada kesempatan itu pengunjung datang berbondong-bondong ke makam dan malam harinya pengajar utama dari madrasah menyampaikan ceramah tentang wali besar itu. Kemudian, hidangan yang terbuat dari nasi susu manis (kh r) dihidangkan kepada para hadirin. Di antara perayaan-perayaan lain yang pantas dicatat adalah haul (‘urs) ‘Abd al-Q dir al-J l n , Mihr ‘Ali Syah dan B b ū-j , serta Maulid Nabi Muhammad (' d-i m l d al-nab ). Haul ‘Abd al-Q dir al-J l n adalah perayaan tahunan yang paling penting. Perayaan tersebut berlangsung selama tiga hari dan mengumpulkan lebih dari 100.000 pengunjung di Golra Syarif. Pada kesempatan itu muncul sekitar lima puluh toko tambahan. Di hari pertama perayaan dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an diikuti oleh acara qaww l yang berlangsung selama tiga jam. Di hari kedua, para p r keluar dan berjalan di bagian depan satu pawai seraya membawa selimut yang biasanya dibentangkan di atas makam leluhur mereka, sementara qaww l dipentaskan. Hari ketiga adalah puncak perayaan haul itu. Untuk sang wali disediakan sebuah kursi yang dihiasi rangkaian bunga dan dikelilingi foto- foto Mihr ‘Ali Syah dan putranya serta bingkai-bingkai berisi ayat-ayat suci al-Qur’an. Para qaww l meneruskan nyanyiannya, tanpa iringan
3 Apabila yang bersangkutan adalah seorang perempuan, p r dan perempuan itu masing-masing memegang satu ujung dari sehelai kain agar tidak bersentuhan.
Golra Syarif (Pakistan) 307
musik, karena ‘Abd al-Q dir tidak menyetujui pementasan musik. Setelah acara doa penutup, para p r memberkati jemaat.
Jemaat yang mengikuti acara ini berasal dari semua lapisan masya- rakat dan datang dari seluruh kawasan yang terletak di antara Rawalpindi dan Abbotabad. Oleh sebab itu, para p r memegang peran sosial yang amat penting. Mereka turut menengahi konflik, memanfaatkan relasi agar, misalnya, seorang murid ditempatkan pada posisi penting dalam birokrasi pemerintah, atau membantu p r-bh ’ (saudara melalui p r) untuk mendapat pekerjaan di Timur Tengah; mereka bisa juga mengatur perjo- dohan dan sebagainya.
Meski bertentangan dengan ajaran lama mereka, kaum Cisyti tidak dapat lepas dari aktivitas politik, karena prestise religius, kekuasaan ekonomi dan status sosial yang dimiliki p r. Pada tahun 1965, ketika meletus perang melawan India, B b ū-j menganjurkan murid-muridnya untuk mendaftarkan diri sebagai tentara, dan menyumbangkan lima puluh ribu rupiah dan lima ratus tempat tidur rumah sakit kepada pemerintahan Ayub Khan. Pada tahun 1977, para p r yang kini berkuasa di kompleks makam memainkan peran sangat aktif dalam gerakan yang menjatuhkan pemerintah Bhutto.
Kekuasaan para P r Golra Syarif nampak sekali ketika, pada tahun 1961-1962, Auqaf Department hendak mengambil alih kontrol atas keramat beserta kekayaannya. Bab ū-J segera mengugat balik dengan menyatakan bahwa sesungguhnya keramat itu sendiri maupun tanah milik dan uang yang ditaruh setiap hari dalam kotak-kotak sumbangan (nazar na) adalah milik pribadinya. Untuk memperkuat posisinya, dia menyuruh murid- muridnya untuk “mogok”, tidak memberikan sumbangan. Berkat koneksi- nya yang kuat dan dengan bantuan pengacara yang baik, pada akhirnya dia memenangkan perkara.
Dengan demikian, para p r dari Golra Syarif memiliki wibawa yang besar. Tata tertib yang diberlakukan dengan ketat di keramat, perayaan- perayaan untuk ‘Abd al-Q dir al-J l n , kenangan Mihr ‘Ali Syah serta keindahan yang menakjubkan dari beberapa syair yang dinyanyikan setiap hari oleh para pemain qaww l, semua itu amat mengesankan penduduk daerah dan menimbulkan rasa hormat yang besar dari mereka. Namun hati mereka sesungguhnya berada di lain tempat, di ujung perbukitan Margalla lainnya, yaitu pada makam Barr m m, yang kerap diramaikan oleh ziarah
rakyat yang sangat intens 4 . Kata-kata yang diucapkan orang ketika
4 Ikatan batin ini terutama disebabkan oleh perasaan cinta bercampur takut dan hormat yang dirasakan oleh penduduk desa Hindu dan Islam terhadap kaum petapa
di seluruh anak benua India. Karena ketapaan mereka, para petapa dianggap
308 Denis Matringe
menziarahi wali itu berfungsi sebagai lambang identitas untuk sebagian besar penduduk daerah utara Pothohar dan Hazara: “Kebenaran!! Penjaga hutan! Penjaga hutan! Allah, Dia (dan tak ada Tuhan selain Dia [lafal zikir yang sangat umum])! Yang tahu rahasia-rahasia! Guru, imam, penjaga
hutan, penjaga hutan!”. 5
memiliki kemampuan untuk melakukan karomah yang paling ajaib. Khalwat dianggap sebagai salah satu sarana manusia untuk mencapai kondisi ketuhanan.
5 Aslinya sebagai berkut: “Haq Barr Barr Allah h ū Lat f P r m m Barr ” (Barri “penjaga hutan” dan Latif “yang tahu rahasia” adalah nama dan julukan sang wali,
lihat di atas).