Kategori Wali
Kategori Wali
Siapakah wali-wali yang dihormati orang Islam (dan kadang-kadang orang Nasrani) di Eropa Tenggara? Perlu dibuat dua kategori besar, berdasarkan asal usul kewaliannya: di satu pihak terdapat tokoh-tokoh, baik legendaris maupun tidak, yang dikenang karena peranannya dalam penaklukan Balkan oleh kesultanan Turki Usmani atau dalam gerakan islamisasi yang menyusulnya; di lain pihak terdapat para sufi, syekh dan darwis, yang dianggap mewarisi berkah Nabi Muhammad menurut suatu silsilah rohani yang lewat pendiri dari tarekat yang dianut mereka semasa hidup. Kedua kategori di atas tentunya tidak terpisah satu sama lain secara mutlak dan, jika perlu, dapat dibagi lagi ke dalam berbagai sub-kategori.
Makam para gazi, yaitu tokoh yang ikut perang suci (gaza) melawan kaum Nasrani, seperti pula makam para syuhada sangat banyak di kawasan Balkan. Antun Hangi menulis tentang Bosnia-Herzegovina:
Dengan cara yang sama, penduduk juga membangun makam untuk tokoh- tokoh “luhur dan yang disenangi Allah” dan untuk para syahid. Mereka ini (martir, pomilovanik) adalah orang muslim yang gugur dalam perang untuk mempertahankan agamanya. Di Bosnia-Herzegovina terdapat banyak syuhada . Dekat Banja Luka, di jalan menuju Jajce, segera setelah permandian hamam, terlihat sebuah gunung yang cukup tinggi, yang dari atasnya dapat dilihat pemandangan yang sangat indah dari kota dan daerah sekitarnya sampai Sungai Sava. Di atas gunung itu ada sebuah cungkup makam tua terbuat dari kayu. Dalam cungkup itu dikebumikan dua syahid, dan itulah sebabnya gunung itu dinamakan Syehitluci.
Berikut ini cerita penduduk setempat tentang asal cungkup ini: Di kaki gunung ini pernah ada suatu pertempuran besar. Musuh menang dan memenggal kepala dua orang muslim. Kedua muslim ini memungut kepala mereka dan menjinjingnya sampai ke puncak gunung sambil berlari. Begitu mencapai puncak, mereka jatuh dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sebagai tanda hormat dan kenangan abadi, penduduk setempat mendirikan cungkup di situ, dan gunung itu dinamakan Syehitluci. (A. Hangi, 1900, hlm. 291-292)
Kalau bukan anonim seperti dalam kategori sebelumnya, maka para tokoh syahid ini dianggap wali karena perjuangannya atau kematiannya melawan kaum kafir, namun sifat mereka umumnya legendaris. Mereka adalah
30 Clayer & Popovic (1992:26, 32, 34); Clayer (1993, hlm. 329-331); Popovic (1993, hlm. 46).
N. Clayer dan A. Popovic
penakluk negeri-negeri Balkan atau perintis islamisasi yang telah menyebarkan agama Islam berkat jerih-payah atau bahkan darahnya. Di Desa Diva č, dekat Zvornik, di Bosnia-Herzegovina, konon dimakamkan dua saudara dari Anatolia bernama Evliya (sang wali) dan Mevliya (diturunkan dari kata dasar yang sama), yang gugur pada waktu penaklukan
“di masa kekuasaan Sultan Mehmed Fatih” 31 . Dalam kota Zvornic sendiri terdapat dua makam syahid lainnya, yang tidak diketahui namanya 32 .
Tentang seseorang bernama Imer (Ömer) Baba, yang makamnya terletak dekat Gunung Cviljen (di jalan antara Prizren dan desa-desa Leskovac dan Ljubicevo, di Kosovo), diceritakan bahwa dia adalah seorang satria tersohor yang konon dibunuh di tempat tidurnya di kota Serres, di
Macedonia Yunani 33 . Sultan Murad I, yang merangkap gazi (mubalig pejuang) dan syahid (makamnya terdapat di dataran rendah Kosovo),
sedikit berbeda statusnya karena sifat historisnya tidak dapat diragukan. Dalam kategori wali-wali di atas dapat juga dimasukkan tokoh- tokoh yang tampaknya telah memegang peranan dalam islamisasi suatu daerah (atau yang dikaitkan dengan islamisasi tersebut), seperti Ajvaz Dede dari Ajvatovica yang akan diperikan secara lebih rinci dalam tulisan berikut. Di antara tokoh-tokoh kelompok ini terdapat beberapa wali yang riwayatnya diselimuti dongeng-dongeng dan yang makamnya dibangun di beberapa tempat di kawasan Balkan. Kebanyakan wali jenis ini adalah anggota tarekat Bektasyiyah, seperti Sari Saltik yang begitu terkenal sehingga monumen peringatannya dapat ditemui di hampir semua negara Eropa Tenggara itu: di Turki (di Baba Eski dan di Edirna, Thracia Barat), di Bulgaria (di Kaliakra), di Yunani (di pulau Korfu), di Albania (di Kruja dan di daerah Has, suatu wilayah di sebelah barat Prizren), di Macedonia Yugoslavia (dalam biara Santo Naum, di pinggir danau Ohrid), di Herzegovina (di Blagaj, dekat Mostar). Selain wali itu, harus disebut juga Gül Baba dari Budapest, yang mempunyai tidak kurang dari tujuh makam (di antaranya di Kosovska Mitrovica, di Kosovo); Karadja Ahmed, yang diziarahi baik di desa Tekija (di timur Skoplje) dan di Istanbul; dan Balim Sultan, yang makamnya ada di Hadji Bektasy di Anatolia, tetapi yang
monumen peringatannya juga diziarahi di Albania Utara dan lain-lain 34 . Selain tarekat Bektasyiyah, fenomena serupa juga ditemukan pada tarekat-
tarekat lainnya, walaupun dengan kadar yang lebih rendah. Dapat disebut misalnya contoh Hasan Baba dari Manastir/Bitolj (di Barat Daya
31 T.R. Djordjevic (1984, ed. ke-2, jil. 3, hlm. 138-139). 32 Idem, hlm. 139-140. 33 Idem, hlm. 377-378. Untuk contoh-contoh lain, lihat Popovic (1993, hlm. 52). 34 Popovic (1993, hlm. 44).
Wilayah Balkan 473
Macedonia), seorang wali Naqsybandi dari paruh pertama abad ke-17, yang konon mempunyai tujuh makam, yaitu di Bitolj, Kosovo, Skoplje, Edirna, Istanbul, Anatolia, dan bahkan di Mesir.
Ada juga tokoh-tokoh tertentu yang, kendati tidak memainkan peran yang jelas dalam proses islamisasi, menduduki posisi penting dalam kehi- dupan orang Islam di suatu daerah dan oleh karena itu diziarahi juga sebagai wali. Dapat disebut contoh kadi kota Prusac (di Bosnia) bernama Hasan Kafi (wafat 1616). Setelah berjuang melawan kaum heterodoks mendampingi kadi Sarajevo pada masa mudanya, dia menjadi tersohor sebagai penulis sebuah buku tentang keadaan kesultanan Turki Usmani pada akhir abad-16 dan permulaan abad ke-17, serta sebagai perintis pendirian berbagai bangunan (masjid, madrasah, pondok yang dikelola tarekat Khalwatiyah, saluran air dan lain-lain) di pinggiran kota Prusac,
yang kemudian menjadi inti daerah baru kota kecil ini 35 . Sampai hari ini, makamnya tetap diziarahi oleh masyarakat Islam setempat, terutama pada
kesempatan ziarah tahunan ke Ajvatovica (lihat di bawah ini). Para pendiri masjid, yang boleh dikatakan mempunyai andil dalam proses penyebaran Islam, dan yang makamnya biasanya bersebelahan dengan masjid itu, juga sering dijadikan tujuan ziarah:
Di samping masjid-masjid yang terbesar, terutama di Sarajevo, Banja Luka, dan Mostar, dibangun türbe. Türbe tersebut terdiri dari makam, atau kompleks makam tempat dimakamkan para pendana (hairsahibija) yang mendirikan masjid itu. Setiap hari Jumat dalam türbe tersebut, murid-murid madrasah (softa) serta para pemuka agama (hodja) berdoa demi keselamatan
orang yang dikubur di situ 36 .
Kategori kedua wali Islam (mungkin yang terpenting) terdiri atas para sufi dan anggota tarekat sufi. Beberapa di antaranya dicantumkan dalam kategori pertama, terutama syekh dan darwis yang entah pernah ikut dalam arus penaklukan, mati syahid, atau yang mengambil bagian dalam islamisasi penduduk. Namun banyak tokoh lainnya dianggap wali, walaupun mereka tidak turut pada proses penaklukan atau islamisasi. Syekh yang bertugas membimbing pengikut, sering kali makin diagungkan oleh pengikutnya setelah kematiannya. Tidak jarang mereka dianggap mampu menyalurkan permohonan bantuan (kepada Allah) bukan hanya oleh anggota tarekat mereka, tetapi oleh kaum beragama lainnya (baik Islam maupun non-Islam). Itulah sebabnya makam mereka—yang pada umumnya berderet dalam cungkup (türbe) yang dibangun dalam satu
35 Clayer (1993, hlm. 91). 36 A. Hangi (1900, hlm. 24). Lihat juga Bejti ć (1981, hlm. 118-119).
N. Clayer dan A. Popovic
pondok—dikunjungi peziarah: orang bersembahyang, bersamadi, memo- hon kesembuhan fisik atau moral.
Di antara syekh-syekh dari pondok sufi, syekh pertama (yang acap merangkap pendiri pondok yang bersangkutan) cenderung lebih diagungkan daripada para penerusnya. Makamnya sering lebih besar pula, lebih indah dan bahkan sering diberi tempat tersendiri. Identitasnya dikenal melalui sejumlah legenda yang menggambarkannya sebagai orang luar biasa dengan banyak keistimewaan. Tradisi lokal kerap memberikan suatu asal legendaris kepada syekh-syekh pendiri itu. Misalnya Mehmed Hayati, pr cabang Hayatiyah dari tarekat Khalwatiyah dan pendiri pondok Ohrid, dianggap lahir di Bukhara, ibu kota Khurasan dan juga “tanah air” yang tiada duanya bagi semua orang sufi. Pada tahun 1933, T. Djordjevic pernah merekam suatu legenda serupa tentang syekh pertama dari pondok Khalwati di Gostivar (di Macedonia Barat) yang datang dari suatu desa
Albania, tetapi yang leluhurnya konon berasal dari Yaman 37 . Namun bukanlah syekh-syekh lama saja yang diziarahi di berbagai
pondok; tempat itu juga berisi kuburan dari sejumlah orang sufi yang dikenang karena kesalehannya atau karena perbuatan istimewa yang dilakukan selama hidup mereka, ataupun kuburan anggota keluarga syekh (istri dan anak) yang dianggap mewarisi berkah dari syekh, yang di Balkan menempati posisinya sebagai pemimpin kompleks secara turun-temurun, pada umumnya dari ayah ke anak, sejak abad ke-18.
Walaupun distribusi kategori-kategori wali di atas berubah-ubah dari daerah ke daerah, dari kota ke kota ataupun dari zaman ke zaman, apabila ingin mendapat suatu gambaran tentang jumlah masing-masing kategori tersebut, kita dapat mengacu pada hasil kajian yang menarik oleh
A. Bejti ć tentang kota Sarajevo. Pada tahun 1832, di antara 71 tempat, dia mencatat: 42 makam sufi (syekh atau darwis); 14 makam ulama (mufti, guru agama dan lain-lain); 10 makam pendiri masjid; 3 makam orang syahid, gubernur dan tentara; dan akhirnya, 2 makam tokoh yang tidak
diketahui identitasnya 38 . Angka-angka ini menunjukkan suatu proporsi yang tinggi dari tempat makam sufi, dan hal itu berlaku di seluruh Eropa
Tenggara.
Pelayan Makam
Sebenarnya Islam tidak mengenal apa yang disebut “kaum rohaniwan” (clergy), namun dalam hal kewalian sering muncul pelayan makam yang
37 Clayer (1993, hlm. 203). 38 Bejti ć (1981, hlm. 118).
Wilayah Balkan 475
peranannya dapat disepadankan dengan “rohaniwan” itu, kendati kata Nasrani tersebut tidak dapat dipakai dalam arti yang penuh.
Pada zaman Turki Usmani, makam-makam terbesar dari kawasan Balkan dikelola oleh petugas yang menjabat türbedar, yaitu penanggung jawab türbe (makam). Türbedar tersebut diangkat melalui surat ketetapan resmi, namun tidak diketahui dengan jelas tugas yang sesungguhnya orang- orang itu: apakah tugas materiil (menyangkut penjagaan dan perawatan tempat dan tidak lebih dari itu); apakah spiritual (memberikan pelayanan ritus kepada para pengunjung dan peziarah); ataukah keduanya sekaligus?
Pada zaman pasca-Turki Usmani, pengangkatan resmi seperti di atas tidak ada lagi, namun tetap saja ada orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang merawat makam-makam, entah muslim biasa untuk makam yang bukan sufi, ataupun syekh, darwis, atau anggota tarekat dalam hal makam yang terkait dengan tarekat tertentu. Orang itu belum tentu secara langsung menjadi pelayan ritus, karena, pada waktu ziarah besar atau kunjungan biasa ada tokoh-tokoh lainnya yang dapat turun tangan: imam atau pendakwah untuk makam bukan sufi, atau syekh dan darwis untuk makam sufi, seperti akan kita lihat pada kajian tentang tipe-tipe ziarah di bawah ini. Dapat terjadi juga penjaga makam merangkap pelayan ritus. Di Albania misalnya, pondok-pondok Bektasyi (dervishane) dibangun di dekat makam-makam yang paling besar di negeri itu (di daerah Martanesh, di Kruja dan di atas Gunung Tomor). Darwis yang tinggal di situ (disebut baba) menyambut peziarah dan menuntun mereka dalam melakukan ritus, sambil juga merawat tempat.