Dari Pelarangan Ziarah di bawah Rezim Soviet sampai Upacara Rehabilitasi Besar-besaran Pada Tahun 1993
Dari Pelarangan Ziarah di bawah Rezim Soviet sampai Upacara Rehabilitasi Besar-besaran Pada Tahun 1993
Munculnya rezim Soviet segera disusul oleh berbagai tindakan represif terhadap tarekat-tarekat, dan terutama penutupan tempat-tempat keramat seperti masjid dan makam-makam. Selama periode itu, pengaruh makam Bah ’ al-D n Naqsyband amat memudar. Meskipun demikian, kompleks makam yang menjadi topik kajian kita ini dijadikan salah satu lambang pokok dari gerakan pertahanan sufi yang berlangsung di bawah tanah, terutama di daerah-daerah yang sulit dikontrol oleh pemerintah Soviet—
23 A. Vambery (1987, hlm. 175). 24 S. Aïni (1956, hlm. 207). 25 Lihat bagian ketiga di bawah ini, “Makam Bah al-D n Naqsyband, ritus ziarah”.
26 A. Fitrat (1988, hlm. 19-20). 27 Gordlevskij (1908, hlm. 86-87) dan (1934, hlm. 150-151).
Makam Bah ’ al-D n Naqsyband di Bukhara (Uzbekistan) 453
yaitu lembah Ferghana di Asia Tengah dan Kaukasus. Apa pun halnya di Bukhara, seperti di daerah perkotaan lainnya di Transoxania, aliran sufi menderita kerugian yang tak terbilang nilainya.
Sumber tertulis tentang sejarah makam Bah ’ al-D n Naqsyband antara tahun 1917 dan awal Perestroika agak sulit dilacak. Salah satu tulisan yang menarik adalah artikel V.A. Gordlevkij tentang Bah ’ al-D n Naqsyband (1934), karena artikel itu berisi sebuah pemerian makam yang terperinci. Mungkin untuk menyandang predikat sejarawan, penulis Soviet ini melengkapi catatan pribadinya dengan informasi yang dipetiknya dari
berbagai sumber Russia dari abad ke-19 28 . Namun, dan secara tidak langsung, yang paling menarik dari tulisan itu adalah kontras yang nampak
antara kekayaan dan kemeriahan praktik ziarah sebelum rezim Soviet dan keadaan beberapa dasawarsa kemudian: gedung-gedung rusak dan kosong, kolam-kolam tanpa air, benda keramat lenyap dan sebagainya. Mengenai tarekat Naqsybandiyah, sang sejarawan Russia itu mencatat bahwa hanya
bekas-bekasnya yang tersisa 29 . Pada tahun 1960, yaitu beberapa tahun setelah salah satu gerakan
represi antiagama yang paling keras mencapai puncaknya—dengan antara lain menghantam makam-makam wali—Ahmad Kuft r ū, pemimpin cabang Suriah dari Naqsybandiyah, yang mengadakan suatu kunjungan resmi ke Bukhara sebagai mufti agung Suriah, menyaksikan dengan matanya sendiri bahwa makam Bah ’ al-D n sama sekali kosong. Atas permintaannya, kompleks makam konon dikembalikan pengelolaannya kepada otoritas keagamaan, dan pada tahun 1970 suatu riwayat hidup singkat sang wali ditulis di batu nisan baru yang konon ditempatkan di atas batu nisan yang
lama 30 . Namun pada tahun 1978, seorang penulis Soviet mengatakan bahwa makam itu diubah menjadi museum propaganda antiagama. Dua
tahun kemudian, mufti Asia Tengah, Ziy ’ al-D n B b kh n (Ziyauddin Babakhanov) mengeluarkan serentetan keputusan baru melawan ziarah ke
makam wali 31 . Pada tahun 1985, seorang pengunjung Prancis sempat bertemu beberapa tokoh agama yang bersorban di situs makam, namun dia
tidak melihat tanda museum ateisme yang disebut di atas pernah ada, walaupun menurut informannya, museum itu sudah berada di situ sejak
28 Sumber-sumber Rusia utama mengenai kompleks keramat ini didaftarkan oleh Gordlevskij (1934, hlm. 149-150) yang juga memerikan kompleksnya (hlm. 148-
151). 29 Idem, hlm. 150.
30 Pernyataan Ahmad Kuft r ū kepada Hamid Algar (Damaskus, 1977), sebagaimana dikutip dalam Algar (1990a, hlm. 12).
31 Lih. Bennigsen & Lemercier-Quelquejay (1986, hlm. 166-167).
Thierry Zarcone
tahun 1965 (?) 32 . Pada waktu itu angin perubahan sudah mulai bertiup. Namun perubahan yang sesungguhnya tidak terjadi sebelum tahun 1989
dan Perestroika, yang mengubah secara drastis situasi Islam di Uni Soviet. Menyusul perkembangan itu, makam wali dipulihkan dalam fungsinya yang semula, sebagai tempat ziarah dan pusat kegiatan mistis. Pada tanggal
19 Mei 1989 “masjid” Bah al-D n secara resmi dibuka kembali pada agama Islam, dengan seizin pemerintah Uzbekistan dan atas permintaan Direktorat Spiritual kaum Islam Uzbekistan dan Kazakhstan. Upacara pembukaan itu dihadiri oleh sejumlah besar kaum muslimin dari desa-desa dan kota-kota seputar Bukhara. Majalah resmi Direktorat Spiritual Tashkent menulis pada waktu itu bahwa tindakan rehabilitasi makam telah berhasil dilaksanakan berkat jasa-jasa wakil mufti Uzbekistan, Abdulgani Abdullah, rektor madrasah Mir Arab dari Bukhara, Mukhtar Abdullah, dan
imam baru dari kompleks makam, Abdulrazzak 33 . Lajunya roda sejarah kemudian semakin cepat. Uni Soviet dinya-
takan bubar, Republik Uzbekistan mengumumkan kemerdekaan dan muncullah Komunitas Negara-Negara Merdeka (CIS). Pada waktu itu, makam Bah al-D n, di samping fungsi lamanya sebagai pusat kegiatan mistis, mulai dianggap sebagai lambang ketahanan kebudayaan Uzbek. Tak terelakkan, periode itu menyaksikan berbagai upaya untuk menetapkan dasar kultural negara-bangsa Uzbek yang baru itu; berbagai tokoh penting dari dunia agama dan kesusastraan Uzbek—seperti ‘Al Sy r Nav ’y — diangkat kembali; tokoh-tokoh yang dihujat pada zaman Soviet dimulai proses rehabilitasinya, seperti misalnya Ahmad Yasav yang dirayakan sebagai tokoh tahun 1993, dan dengan Bah ’ al-D n Naqsyband yang ulang tahunnya ke-675 dirayakan dengan meriah pada bulan September 1993. Rehabilitasi tersebut sesungguhnya adalah bagian dari kebangkitan kembali
gerakan sufi di seluruh Asia Tengah pada tahun-tahun sembilan puluhan 34 . Sejak tahun 1989, makam Bah ’ al-D n Naqsyband adalah ajang berbagai
pekerjaan pemugaran; diramaikan pula oleh peziarah-peziarah yang berasal entah dari daerah sekitarnya atau bahkan dari negeri sejauh Turki itu. Makam ibu sang wali, yang terletak beberapa ratus meter dari kompleks, ikut dipugar juga. Syekh-syekh Naqsyband yang telah saya jumpai di Bukhara mengatakan bahwa perayaan ulang tahun di atas membuka babak yang baru dalam sejarah tarekat itu di Asia Tengah pada umumnya dan di Bukhara pada khususnya, yang sekarang berpeluang bangkit kembali setelah banyak menderita di bawah rezim Soviet. Pada bulan Maret 1993,
32 P. Julien (1985, hlm. 115-119). 33 Lih. Abd al-Ghani Abdullah (1989, hlm. 13-14) (dalam bahasa Arab). 34 Mengenai hal ini, lihat Th. Zarcone (1993c).
Makam Bah ’ al-D n Naqsyband di Bukhara (Uzbekistan) 455
Abdullah Mukhtar Khan, yang pada waktu itu masih menjabat imam masjid Bah ’ al-D n, mengeluarkan pendapat yang senada pada satu kesempatan kami bertemu; dia bahkan menambahkan bahwa tarekat Naqsybandiyah akan memegang peran yang sangat penting di masa depan. Walaupun dikecam oleh syekh-syekh lainnya sebagai “mullah komunis”, Abdullah Mukhtar Khan, pada kesempatan kunjungan ke Turki dalam rombongan presiden Uzbek, Islam Kerimov, menyatakan kepada pers bahwa dia sendiri adalah anggota tarekat Naqsybandiyah. Makam sendiri juga memegang peran politik yang tidak kecil karena posisi khasnya dalam hubungan antara Turki dan Uzbekistan. Berkenaan dengan hal ini harus dicatat juga bahwa tarekat Naqsybandiyah sangat besar pengaruhnya di Turki. Selain pendukung biasa, pelindung-pelindungnya ditemukan sampai
ke lingkungan elite pemerintahan 35 . Selama kunjungan resminya ke Uzbekistan pada bulan April 1993, Presiden Turki Turgut Ozal meminta
kesempatan untuk berdoa di makam wali 36 . Selain itu, salah seorang tokoh terpenting dari tarekat Naqsybandiyah di Turki, yaitu Esat Coshan, juga
membuka hubungan yang erat dengan syekh-syekh dari Bukhara 37 . Dengan ini nampak dengan jelas bahwa jaringan-jaringan sufi dari abad ke-19 kini
bangkit kembali di atas dasar-dasar yang baru. Sejak 1991 pemuka-pemuka agama Turki beberapa kali mengadakan perjalanan ziarah ke Bukhara dan desa Bavaddin, tempat mereka disambut dengan hangat oleh imam
kompleks makam, Mukhtar Khan 38 . Pers harian Uzbek, seperti juga sebuah majalah sastra dan seni yang
bermutu tinggi, kini sering memberikan informasi tentang gagasan-gagasan Bah ’ al-D n serta tentang hal-hal yang dipertaruhkan pada kesempatan rehabilitasi ini. Seperti ditulis dalam majalah agama Islam Nuri (Cahaya
Islam) 39 , keputusan untuk merayakan ulang tahun ke-675 Bah ’ al-D n diambil pada pertemuan tahunan tokoh-tokoh agama se-Asia Tengah.
Mingguan sastra Uzbekistan ädäbiyati vä sän’äti (Sastra dan Seni Uzbekistan) mencatat bahwa salah satu akibat yang wajar dari kemer- dekaan yang baru saja diumumkan itu adalah kebangkitan kembali agama asli negeri itu. Oleh karena itu, kata penulis, tidak usah merisaukan acara
35 Lihat Th. Zarcone (1992c). 36 Lih. majalah bulanan Islam (Istanbul), Mei 1993, no. 117, hlm. 68-70. 37 Lih. Th. Zarcone (1993c, hlm. 137) dan S.S. Bukhariy (1993, hlm. 71-72). 38 Informasi yang dipetik dari beberapa harian dan mingguan Turki; Cumhuriyet
tanggal 18/12/1991, Zaman tanggal 17/8/1990, 1/9/1990, 12/2/1993, dan Islam, no 98, Oktober 1991.
39 “Ulamälär Kengäshi”, Islam Nuri, 14, 1992.
Thierry Zarcone
peringatan Bah ’ al-D n 40 . Pers terbitan Bukhara tentunya menaruh per- hatian yang khusus pula pada suatu peristiwa yang, seperti ditulis oleh
Bukhara Häftänamäsi (Harian Bukhara), menyangkut “seorang putra besar kota Bukhara” 41 . Terbitan-terbitan lain, lebih jauh lagi, memberikan ber-
bagai informasi rinci tentang gagasan-gagasan—bukan hanya yang bersifat mistis—dari wali sufi itu. Penerbitan resmi Turkistan, misalnya, pada tanggal 11 Maret 1993, mengeluarkan suatu kajian panjang tentang upacara
peringatan bulan September 1993 mendatang itu 42 . Bah ’ al-D n dipresen- tasikan sebagai seorang sufi modern, seorang pemikir progresif dan
seorang pendukung prinsip kebebasan berpendapat. Surat kabar itu juga memberikan komentar menarik tentang empat dari “kesebelas prinsip keramat” yang termasuk aturan-aturan yang dianjurkan wali tersebut di atas. Komentar itu bersifat original karena tidak dibuat oleh tokoh religius ataupun oleh darwis, dan juga karena kebutuhan zaman dan perubahan sosial dan politik yang terjadi di Trans-Oksania juga diperhitungkan. Dari sudut kaum agama, belum ada buku yang terbit tentang tarekat Naqsybandiyah atau tentang Bah ’ al-D n, namun beberapa syekh telah menyatakan kepada penulis sebelum September 1993, bahwa hal itu pasti akan berubah dan bahwa waktu perayaan pasti akan merupakan waktu penerbitan buku-buku seperti itu. Mereka tidak salah, dan banyak brosur- brosur terbit pada kesempatan itu. Namun tidak bisa disangkal bahwa banyak tokoh agama bersifat antisufi, dan mereka tidak menyambut dengan gembira acara rehabilitasi wali Bukhara itu. Pada tahun 1992, mantan mufti Uzbekistan, Muhämmäd Sadiq Yusuf, yang tidak alpa terhadap celaan- celaan ini, demi menjaga ketenteramaan lokal, mencoba membuktikan kepada penentang-penentang tasawuf Islam bahwa sufisme sebagaimana diterapkan oleh Bah ’ al-D n bukanlah suatu aliran bidah dari sufisme yang
menganjurkan “penolakan” atas dunia 43 . Memang salah satu kritik pokok yang dilontarkan terhadap sufisme menyangkut keengganan orang sufi
untuk terlibat dalam gerak kehidupan sosial dan segi asketisnya. Prinsip kelompok Naqsyband , “kesepian di tengah kerumunan” (khalvat dar anjuman ) merupakan jawaban yang tepat untuk menanggapi kritik tersebut.
40 Mahbuba Halava, “Tabarruk ziyaratgah”, dalam Uzbekistan ädäbiyati vä sän’äti,
6, 5/2/1993. 41 Haji Ismätullah Abdullah, “Bukharaning buyuk färzändi”, 8 Februari 1993.
42 “Hoja Bahauddin Näqshbänd tävälludining 675 yilligi jähan mulkining nigahbani” (Peringatan ke-675 Tahun Kelahiran Khwaja Bah ’ al-D n Naqsyband,
Seorang Pengawas Alam Semesta). 43 M.S. Yusuf (1991).
Makam Bah ’ al-D n Naqsyband di Bukhara (Uzbekistan) 457
Pada bulan September 1993, Bah al-D n Naqsyband direhabilitasi secara resmi di hadapan Islam Karimov, presiden Uzbekistan, serta Abdullah Mukhtar Khan, kini mufti agung negara. Pers serta televisi mengumandangkan peristiwa besar ini, yang diberi makna kultural untuk
golongan tertentu dan makna religius untuk golongan lain 44 . Sebulan kemudian, presiden Republik Islam Iran bahkan mengunjungi kompleks
makam wali, dalam kunjungan resminya di Uzbekistan.