Ritus di Makam Wali

Ritus di Makam Wali

Apabila ritus ziarah ke makam wali dikaji dari sudut acaranya, harus dibedakan dua jenis ritus yang dilaksanakan pada kesempatan yang berbeda: di satu pihak, ritus untuk kunjungan individual yang dilaksanakan kapan saja, dan di lain pihak, ritus untuk ziarah kolektif yang dilaksanakan pada waktu tertentu dalam setahun.

Setiap melewati sebuah kuburan kaum muslimin harus mendoakan orang yang dikubur di situ. Namun, di depan makam wali—dan terutama di depan makam yang terletak dalam pondok sufi—mereka tidak lagi sekadar berdoa, melainkan juga menghaturkan sumbangan (entah dalam bentuk

uang atau barang) 39 , mempersembahkan korban, menyalakan lilin, melaksanakan berbagai ritus, berkaul, dalam hal ini untuk memohon

39 Kunjungan ke makam adalah sumber pendapatan penting untuk pondok-pondok, lebih-lebih lagi karena sejak akhir dominasi Turki Usmani pondok tersebut

seluruhnya bergantung pada pendapatan dari syekh dan pengikutnya.

N. Clayer dan A. Popovic

kesembuhan moral atau fisik, atau memohon bantuan atau pemecahan masalah tertentu. Sesungguhnya permohonan bantuan (entah material, fisik, atau spiritual) dengan memanfaatkan kemampuan wali untuk memberi syafaat dan menjadi wasilah, merupakan motivasi utama dari ritus ziarah pada kesempatan itu. Harus dicatat bahwa, di antara para pengunjung makam ini, baik Islam maupun Nasrani, perempuan merupakan mayoritas.

Di Skoplje, penderita yang mengharapkan kesembuhan akan minum air yang didapatkan di sebuah makam pondok Rufa’iyah. Makam tersebut terletak dekat makam pendiri pondok, yakni Mehmed Baba, kakek dari syekh yang sekarang, Syekh Sa ‛deddin. Para penderita mengoles juga badan mereka dengan minyak lampu makam; orang yang sakit keras akan tidur tiga kali di dekat makam wali paling sedikit setengah jam setiap kali. (Krohn 1934, hlm. 9)

Kami sendiri telah menyaksikan, di kompleks makam sebuah pondok Sa‘di di kota Djakovica (di Kosovo) sebuah peti mati dari kayu (sanduka) yang salah satu sisinya dapat dibuka untuk memungkinkan para penderita tidur di dalamnya dan bermalam di situ. Para penderita pada umumnya tidur di dekat makam dan minum atau mengambil air yang ada pada wadah-wadah di kompleks, berkeliling di seputar peti mati atau menjalankan ritus khusus. Apabila mereka tidak dapat hadir sendiri, salah seorang anggota keluarganya akan datang sebagai wakil dan menaruh potongan kain orang yang sakit atau menggantungkanya di jendela-jendela. Kadri Halimi memberikan deskripsi ritus yang dilaksanakan pada tahun 1950-an, dalam kompleks makam Khalwati di Gnjilane dan Roga čica di Kosovo, sebagai berikut:

Demikianlah, makam Burunsuz Baba di Gnjilane dikunjungi terutama pada hari Djurdjevdan (hari santo Georges). Makam ini dipercayai dapat me- nyembuhkan semua jenis penyakit dan membantu orang mengatasi berbagai macam masalah.

Orang pergi ke makam Khalwati di Gnjilane untuk memohon kesem- buhan berbagai penyakit. Ketika masuk, mereka membuka sepatu dan ketika keluar mereka akan berjalan mundur supaya tidak membelakangi makam. Sesampainya di dalam, orang yang sakit akan memutar-mutar tasbih tiga kali, membasuh diri dengan air kendi yang ditempatkan di dekat kuburan- kuburan dan meminum sedikit air itu. Orang juga sering membawa handuk atau potongan kain ke makam dan membiarkannya di atas jirat makam selama semalam sebelum dikembalikan kepada orang yang sakit. Itu terutama dilaksanakan untuk penderita yang sakit parah tetapi “tidak mati- mati”. Orang percaya bahwa penderita akan sembuh atau sebaliknya cepat meninggal. Dalam kompleks makam ini, penderita yang mencari obat untuk mereka sendiri membawa ayam betina, ayam jago, lilin, domba, gula, atau

Wilayah Balkan 477

uang tunai. Kadang-kadang mereka juga meninggalkan beberapa utas benang. Mereka acap juga mengambil air dari kendi, yang kemudian dibawa pulang untuk minum, mandi atau membasuh diri. Makam ini terutama “membantu” menenangkan bayi yang terlalu sering menangis. Anak-anak itu dibawa ke makam, tanpa ayunannya, dan mereka digiring tiga kali mengelilingi makam. (Halimi 1957, hlm. 202)

Makam di desa Roga čica sangat terkenal karena khasiat karomahnya. Makam ini dipercayai dapat menyembuhkan semua jenis penyakit. Orang biasa datang dari jauh dengan harapan mendapatkan kesembuhan. Makam ini terutama dikunjungi oleh perempuan mandul yang ingin hamil. Bila seorang perempuan mandul datang ke makam, dia akan mengelilingi kuburan tiga kali, minum dan membersihkan diri dengan air kendi serta menghaturkan sumbangan. Saya tidak dapat memeriksa apakah dia berbaring secara simbolis di atas makam wali agar dijadikan subur oleh roh wali yang dimakamkan di situ (Idem).

Sejumlah makam juga terkenal karena konon menyembuhkan penyakit tertentu. Perempuan datang untuk mengatasi kemandulan atau untuk memohon supaya kehamilan dan kelahiran bayinya berlangsung sebaik mungkin. Di Prizren misalnya, di tahun 1930-an, perempuan yang memo- hon supaya hamil pergi ke makam di pondok Sinani di Malko č Baba:

Setelah kematian Syekh Hussein, di antara barang-barangnya ditemukan sebuah kunci yang dianggap memiliki khasiat ajaib. Perempuan yang mandul datang ke makam syekh Hussein, membawa wadah air yang kemudian dicemplungi kunci itu. Air itu kemudian diminumnya dengan harapan akan hamil. Ketika perempuan-mandul itu datang untuk berdoa di makam, mereka menghadap ke Timur di suatu tempat yang ditinggikan dan dikelilingi tembok, yang dianggap tempat keramat. Perempuan muslim menyematkan seutas benang wol sekeliling tempat itu; benang itu kemudian mereka pilin menjadi sabuk yang mereka pakai dengan harapan akan mendapat anak. (Popovic 1992, hlm. 96-97)

Kendati kunjungan ke makam sering disebabkan oleh masalah kesehatan, ada kalanya juga disebabkan oleh masalah batin. J.F. Trifunoski bercerita tentang penduduk desa Hadži Hamzali di lembah Sungai Bregalnica (di Macedonia) yang memohon bantuan kepada syekh-syekh yang telah meninggal, ketika mereka harus mengambil keputusan yang pasti sangat sulit, yaitu pindah ke Turki untuk selamanya:

Di desa Hadži Hamzali, saya mengunjungi pondok pada tanggal 4 Juni 1963. Di pondok itu pada sore hari, masih ada lilin menyala yang diletakkan di situ oleh anggota dua keluarga etnis Turki yang bersiap-siap beremigrasi ke Turki keesokan harinya. (Trifunoski 1965, hlm. 256, cat. 3)

N. Clayer dan A. Popovic

Harus disebutkan pula bahwa ritus-ritus itu, kalau perlu, dapat dilak- sanakan dengan hadirnya syekh pondok yang mengurus makam. Dia mengucapkan doa atau membuat jimat-jimat tertentu yang kalau dipakai oleh orang sakit dianggap membantu penyembuhannya.

Selain kunjungan pribadi, sejumlah makam dijadikan tempat ritual pada ziarah kolektif yang jatuh pada hari-hari tertentu. Dalam hal ini, tujuannya bukan mencari penyelesaian atas masalah pribadi lagi (atau bukan itu saja), tetapi merayakan seorang wali dengan orang-orang seagama, serta turut mengambil bagian pada kemeriahan yang kerap menyertai ziarah tersebut.

Perayaan jenis itu agaknya sangat besar jumlahnya di Eropa Tenggara pada masa lalu, namun sekarang sudah berkurang akibat entah emigrasi besar-besaran ke Turki menyusul berakhirnya zaman Turki Usmani, atau berbagai pelarangan yang dikeluarkan oleh rezim-rezim komunis, yang sangat menentang pertemuan jenis itu. Di samping itu, amatlah sulit mengetahui ziarah yang pernah atau bahkan masih ada di wilayah Balkan, melihat langkanya dokumentasi tertulis tentang hal itu, karena tidak banyak menarik minat sejarawan, sosiolog ataupun etnolog setempat. Penelitian di lapangan yang telah kami lakukan sejak beberapa tahun lalu tentang sejarah masyarakat Islam Balkan tidak memungkinkan kami untuk membuat suatu daftar lengkap tentang perayaan itu. Kita mengenal ziarah Bektasyi di Kruja dan di Gunung Tomor di Albania; ziarah Alevi di pondok Demir Baba di Bulgaria; ziarah di Džumajlija dan Tekija di Macedonia; dan berbagai ziarah di beberapa desa Thracia Barat

di Yunani 40 . Adakah ziarah lain di daerah-daerah yang disebut di atas? Apakah ada di Dobrudja? Mungkin saja, tetapi pada saat ini kami tidak

mempunyai informasi andal apa pun tentang perayaan-perayaan itu, mungkin karena cirinya yang sangat lokal. Harus dicatat, misalnya, bahwa perayaan Santo Georges/wali Hidrelez, yang jatuh pada tanggal 6 Mei, di mana-mana merupakan kesempatan kunjungan kolektif ke makam-makam wali, terutama ke pondok-pondok.

Seperti tempat keramat Islam lainnya, tempat-tempat ziarah utama dapat dikunjungi sepanjang tahun, baik secara individual maupun dalam kelompok-kelompok kecil, namun pada tanggal-tanggal tertentu peziarah

dapat mencapai ribuan orang sekaligus 41 . Menarik diperhatikan bahwa

40 Lihat Zenginê (1991). 41 Menurut J. Swire (1937: hlm. 251-253) misalnya, setiap tahun, mulai tanggal 20

Agustus dan selama lima hari, pada kesempatan ziarah di Gunung Tomor, antara 8.000 sampai 9.000 orang pergi ke makam Abbas Ali. Di situ, mereka menyembelih domba-domba yang kemudian dikonsumsi di dekat pondok.

Wilayah Balkan 479

perayaan-perayaan itu jelas ditentukan menurut kalender Nasrani atau sesuai dengan pergantian musim. Hal itu menunjukkan warisan Nasrani dan pra-Nasrani dari ritus ziarah yang bersangkutan: contohnya tanggal 22 Maret, yaitu awal musim semi; tanggal 6 Mei, hari raya Santo Georges dan sekaligus awal musim panas; tanggal 15 Juni, sekitar 40 hari setelah hari raya Santo Georges di atas; tanggal 2 Agustus, hari raya Santo Elias; sekitar tanggal 20 Agustus, hari raya Bunda Maria; hari raya musim gugur, pada akhir pekerjaan pertanian musim panas; tanggal 8 November, hari raya Santo Demeter dan awal musim dingin; hari-hari raya itu adalah yang paling umum. Di pondok Demir Baba di daerah Deli Orman (Bulgaria) misalnya, ziarah kolektif diadakan empat kali setahun, pada empat saat yang bertalian dengan musim serta pekerjaan-pekerjaan pertanian:

Pondok Demir Baba dapat dikunjungi kapan saja sepanjang tahun, menurut kebutuhan orang masing-masing. Kunjungan yang paling ramai adalah pada kesempatan perayaan tanggal 22 Maret, yaitu awal musim semi, tepat pada peringatan Empat Puluh Syuhada (Karbala); perayaan tanggal 6 Mei untuk Santo Georges; perayaan tanggal 2 Agustus, yaitu hari jadi Santo Elias; dan pada waktu musim gugur, perayaan akhir pekerjaan di ladang-ladang seusai musim panas. Pada keempat kesempatan itu kaum Alawiyyin (Syiah) dan pengunjung lainnya datang dari mana-mana. Pada kesempatan seperti itu kurban yang disembelih lebih banyak. Ziarah yang paling ramai adalah pada tanggal 2 Agustus dan, tidak begitu lama berselang, masih ada perayaan

yang dihadiri oleh puluhan ribu orang. 42 (Y. Stefanov 1991, hlm. 31-32)

Warisan pra-Islam masih terlihat pada beberapa praktik ritual yang dilaksanakan pada kesempatan ziarah itu, seperti misalnya penembakan bedil pada waktu terbitnya matahari, setelah kunjungan ke goa Sari Saltik, di atas kota Kruja:

Tempat keramat ini terletak dalam sebuah goa yang menghadap ke Barat, di sebelah kiri pemukiman penduduk. Para peziarah membuka sepatu dan turun ke goa melalui tangga batu. Sesampai di bawah, terlihat makam Sari Saltik dikelilingi oleh kuburan-kuburan lainnya di mana menurut Degrand darwis- darwis dikebumikan (...). Untuk kaum Bektasyi dari Albania, ziarah ini harus dilakukan paling sedikit sekali seumur hidup, dan untuk penduduk Kruja, sekali setahun. Peziarah tinggal di situ selama 24 jam; mereka datang pada sore hari, bermalam di situ (kemungkinan besar di rumah penduduk), minum raki (sejenis alkohol) dan pada saat matahari terbit, mereka menembakkan bedil. Ada hari khusus, yaitu Rabu, untuk kaum perempuan. Menurut sebuah

42 Pada tahun 1970, bahkan ada kendaraan peziarah yang datang dari Turki; lihat Lory (1995, menurut Kornrumpf 1971). Rupanya mereka adalah orang etnis Turki

dari Bulgaria yang beremigrasi ke Turki dan yang pulang untuk merayakan wali yang dari dulu mereka hormati.

N. Clayer dan A. Popovic

brosur pariwisata, ziarah yang jatuh pada tanggal 22 Agustus lebih ramai lagi. Dahulu, peziarah selalu membawa berbagai sumbangan ketika mengunjungi tempat keramat ini, yang merupakan salah satu tujuan ziarah yang terbesar untuk orang Bektasyi Albania (bersama-sama dengan ziarah ke Gunung Tomor). Tampaknya, makam ini tetap ramai setelah tahun 1945. (Clayer 1990, hlm. 338-339)

Menurut beberapa informan Bektasyi, acara ziarah besar di atas telah dilakukan kembali segera setelah jatuhnya rezim komunis di Albania (itu membuktikan peran yang dimainkan oleh tradisi ziarah ini) dan dilak- sanakan pada tanggal 2 Agustus (yaitu pada hari jadi Santo Elias) tetapi kini orang tidak lagi menembakkan bedil. Harus juga ditekankan bahwa ziarah ini diyakini dapat menggantikan ziarah haji ke Mekkah untuk mereka yang tidak mampu melakukan pergi ke tanah suci Islam itu. Dengan demikian, makam itu merupakan sejenis “haj orang miskin”, seperti yang ada di daerah-daerah lainnya, terutama di Bosnia, di mana kompleks Ajvatovica dianggap sejenis “Mekkah kecil” (mala Meka).

Kita hanya mempunyai sedikit sekali informasi mendetil tentang urutan acara pada waktu ziarah. Seperti diketahui, umumnya ada arak- arakan, doa pada makam wali, kurban, acara makan daging binatang yang dijadikan kurban dan bahkan kadang-kadang pesta-pesta rakyat. Ada kalanya perempuan terpisah dari laki-laki, dan kita sering lihat orang Nasrani yang mengikuti acaranya untuk merayakan salah satu santonya pada kesempatan ini. Inilah misalnya informasi yang telah kita kumpulkan, walaupun tidak menghadiri upacara itu sendiri, tentang ziarah di makam Yusuf Dede (seorang sufi Khalwati di daerah Sytip, di Macedonia Yugoslavia):

Makam ini berada di pinggiran desa Dorfulija, sebelum masuk desa di jalan menuju Sytip-Veles. Cungkup makam yang terletak di puncak bukit kecil ini, sekali lagi tidak lebih daripada sebuah rumah kecil yang dicat dengan kapur, tanpa keistimewaan arsitektural apa pun. Dalam cungkup, selain makam Yusuf Dede, terdapat benda-benda biasa lainnya: wadah air, permadani dan kulit domba; teber (sejenis senjata trisula) beberapa levha (gambar atau kaligrafi) yang dipajang di tembok dan kadang-kadang bertulisan nama Ali. Walaupun makam ini dirawat dengan baik, tidak ada yang istimewa padanya. Namun kesaksian pemandu kami membenarkan apa yang telah kami dengar tentang reputasinya: pada tanggal 7 Mei, yaitu hari jadi Santo Georges, ribuan orang, baik Islam maupun Nasrani, berziarah ke tempat ini. Ladang-ladang sekeliling penuh. Ada pegulat (pehlivan), pedagang kecil yang menawarkan macam-macam barang dan lain-lain. Banyak perempuan mandul turut berziarah, karena konon paling lambat dalam dua tahun setelah mereka mengunjungi makam, masalah mereka diyakini akan terselesaikan. (Clayer & Popovic 1992, hlm. 34)

Wilayah Balkan 481

atau lagi, tentang makam Karadja Ahmed di desa Tekija, di Timur Laut Skoplje:

Namun di tempat lain terdapat hal yang paling menarik, yaitu di bukit yang menghadap penyulingan minyak itu. Di situ terletak kuburan turkik lama; terlihat batu-batu nisan berserakan sana-sini, kadang-kadang berupa batu biasa tanpa tulisan apa pun yang terpancang di tanah ataupun setengah terkubur. Dari lereng bukit nampak desa di bawah, dan ketika hampir di puncak, kita melihat sebuah pohon dengan “daun-daun” berwarna-warni, yaitu potongan-potongan kain yang digantungkan di situ oleh para pengun- jung makam. Pohon ini ada dalam ruangan berpagar seluas 2 x 4 m. Di dalamnya, dua buah batu nisan bertulisan dan memakai tadj (tutup kepala khas Bektasyi), yang satu terpancang di tanah dan yang lainnya bersandar pada pagar. Di depan pohon terlihat tiga buah batu yang menghitam akibat bakaran lilin; batu-batu itu diatur sedemikian rupa sehingga menjadi tempat untuk membakar lilin atau wadah untuk menampung pemberian uang sedekah. Tiga-empat meter di bawah pagar terlihat sebuah pintu kecil dari kayu, dengan bulu domba tersebar di sana-sini. Itulah tempat memper- sembahkan kurban, yaitu tempat peziarah menyembelih domba.

Orang Serbia dari Toplica yang mengantar kami mengatakan bahwa tempat ini sering ramai dikunjungi orang, terutama pada hari Djurdjevdan (hari jadi Santo Georges), yaitu pada tanggal 6 Mei. Hal itu berarti bahwa tempat ziarah ini masih sangat hidup dan dikunjungi baik oleh orang Islam maupun oleh orang Nasrani. (Clayer & Popovic 1992, hlm. 16-17)

Namun masih dibutuhkan studi kasus untuk memahami secara lebih cermat apa makna ziarah-ziarah itu di mata masyarakat Islam daerah Balkan (lihat di bawah ini pemerian ziarah ke Ajvatovica di Bosnia-Herzegovina).