Touba: Dari Desa Terasing ke Kota Lima Menara
Touba: Dari Desa Terasing ke Kota Lima Menara
Pendiri tarekat Muridiyah adalah Amadou Bamba Mbacke (1850-1927). Tokoh yang berasal dari keluarga ulama itu selama masa remajanya mempunyai hubungan dengan tokoh-tokoh yang menentang penjajahan Prancis seperti Lat Dior, yakni raja daerah Cayor yang telah jatuh dan diberi suaka oleh Maba Diakhou Ba di daerah Saloum. Setelah kerajaan Cayor terpecah-belah, ia kembali ke daerah Baol, tempat kelahirannya dan menetap di desa keluarganya di Mbacke-Baol, tempat ia mengajarkan
1 Penulis adalah dosen di Institut National des Langues et Civilisations Orientales (INALCO), Paris.
A. Moustapha Diop
agama sembari menulis qasidah (puisi agama). Sekitar tahun 1888, ia meninggalkan Mbacke dan mendirikan sebuah desa baru, Darou Salam. Ke tempat barunya itu berdatangan murid-murid untuk menuntut ilmu atau mencari bimbingan politik. Dia konon sering berlalu-lalang di tanah belukar Sahel untuk berkhalwat selama beberapa hari. Pada suatu hari, ketika dia sudah berumur 40 tahun dan sedang pulang ke rumahnya, konon berkat penampakan malaikat Jibril, dia menemukan tempat yang telah dicarinya selama tiga puluh tahun. Pada waktu itu dia berhenti di depan sebuah pohon dan berdoa. Ketika dia sedang bersujud, dengan dahinya menyentuh tanah, dia konon melihat “ikan yang memanggul bumi” dan mulailah dia “tertawa kesenangan, sehingga suara tertawanya terdengar dari jarak beberapa kilometer; kemudian dia memanjatkan puji syukur kepada Tuhan”.
Pohon tersebut, tepatnya sebatang pohon baobab, yang menjorok di atas sebuah kuburan “makhabra”, diangkat menjadi baobab kebahagiaan, kemakmuran, dan kelanggengan, yaitu baobab sorga: Gouye Tekhe dalam bahasa Wolof. Penampakan itu terjadi pada bulan Safar menurut sistem penanggalan Islam. Ibra Fall, sahabat setia Amadou Bamba, menancapkan sebuah tongkat (hir dalam bahasa Wolof) di tempat gurunya bersujud itu; kemudian dia menancapkan sebuah tongkat lain di tempat Amadou Bamba berdoa sembari berkata, “Itulah tempat saya harus dikubur, dan akan saya bangunkan, tepat di tempat ini, sebuah bangunan yang akan berpancar keagungannya ke seluruh penjuru dunia”. Tempat itu dinamakan Touba, yang dalam bahasa Arab (taubah) menurut cara pengucapannya yang berbeda-beda, dapat berarti “kembalinya ke hadirat Tuhan melalui jalan zuhud (zuhd, pertapaan)”, titik pertemuan, kerumunan orang, atau nama Madinah; Touba juga berarti “pohon sorgawi yang pada setiap daunnya tertulis nasib baik dan buruk setiap manusia”.
Darou Salam kemudian menjadi suatu tempat berkumpulnya murid- murid yang mencari hakekat hidup, dan dengan demikian suatu tempat pembangkang di mata pemerintahan kolonial Prancis. Walaupun Amadou Bamba tidak terjun dalam gelanggang politik, dia dibuang ke Gabon pada tahun 1895. Hijra paksa itu memperbesar lagi martabat guru dari Touba itu, dan konon ia membuat berbagai karomah (keajaiban): Amadou Bamba, ketika dikurung dalam sebuah penjara dengan seekor singa yang lapar, berhasil menjinakkannya; Bamba “membentangkan sajadahnya dari kulit di atas ombak biru samudra untuk salat fardunya”, dan sebagainya.
Amadou Bamba pulang ke Senegal pada tahun 1902, setelah banyak surat dukungan dikirimkan ke Gubernur Senegal dan dengan bantuan wakil Senegal di Parlemen Prancis, yakni François Carpot, seorang campuran Afrika-Eropa dari kota Saint-Louis. Dia kemudian menetap di Desa Darou-
Touba di Senegal: Pusat Tarekat Muridiyah 203
Marn ne (“yang haus, minum” dalam bahasa Wolof). Orang berbondong- bondong ke tempat itu sehingga pemerintah kolonial Prancis, yang takut akan “jihad” yang diserukannya, membuangnya sekali lagi, kali ini ke Mauritania, tempat dia tinggal hingga tahun 1907. Sepulangnya dari situ, dia ditempatkan di bawah pengawasan di daerah Jolof dan baru pada tahun 1912 diizinkan pulang ke daerah Baol di Diourbel, tempat dia meninggal
15 tahun kemudian. Setahun sebelum wafat, Amadou Bamba menyatakan keinginannya untuk membangun sebuah masjid besar di Touba. Pembangunan dimulai pada tahun 1926 dan rampung pada tahun 1963. Masjid itu diresmikan pada tahun yang sama pada kesempatan pertemuan tahunan kaum Muridiyah.