Syekh (Sufi)
Syekh (Sufi)
Haruslah dibedakan dua jenis wali sufi atas patokan berikut: apakah mereka muncul selama proses islamisasi dan penaklukan, terutama penak- lukan Anatolia dan Rumelia, atau apakah mereka muncul setelah kesultanan Turki Usmani berdiri, yaitu hanya melaksanakan suatu misi spiritual. Saya sudah jelaskan di atas bahwa di Asia Tengah masalahnya
113 Lih. Bennigsen & Lemercier-Quelquejay (1986, hlm. 72-91); A. Bennigsen (1988, hlm. 63-78); M. Rywkin (1991).
114 Lih. Bennigsen & Lemercier-Quelquejay (1986, hlm. 92, 202-203). 115 Lih. Th. Zarcone (1992b, hlm. 107-126) dan (1992c, hlm. 133-151). 116 N. Fazïl (1990, hlm. 213-226); V. Vakkasoglu (1987, hlm. 23-36). 117 N. Fazïl (1989, hlm. 131-170).
Turki dan Asia Tengah 405
berbeda. Di situ kedua tipe wali tumpang-tindih satu sama lainnya. Hal itu nampak dalam kasus wali-wali dari tarekat Yasawiyah, yang mengabdikan diri pada islamisasi kaum “kafir” sampai abad ke-16; mereka kemudian ditiru oleh tarekat Naqsybandiyah. Makam dari beberapa tokoh besar sufisme Turkik dan Persia terletak di Asia Tengah, demikian pula makam murid-muridnya. Di antara kaum Yasawiyah, terdapat makam Ahmad Yasav di Kazakhstan, Sayyid At di Turkmenistan, Zangi At di Uzbe- kistan, dll.; di antara kaum Naqsybandiyah, terdapat makam Bah ’ al-D n Naqsyband di Bukhara, Khvaja Ahrar di Samarkand, Yaq'ub Charkhi di
Dushanbe (Tajikistan) dll 118 . Pendiri tarekat Kubrawiyah, Najm al-D n Kubr (yang memberikan namanya pada tarekat itu), dan Khvaja Yusuf
Hamadani (orang pertama dari urutan para Khvajagan Asia Tengah yang merupakan asal dari A. Yasaw , B. Naqsyband, dan N. Kubr ) dimakamkan di Turkmenistan. Dengan perkecualian A. Yasavi, yang merupakan kasus tersendiri, tokoh-tokoh terakhir mewakili suatu tradisi sufi kota dan cendekia yang sangat piawai, yang telah menyumbangkan kepada dunia Islam karya-karya sastra yang dibacakan dan dikomentari di seluruh kawasan penyebarannya. Semua tokoh di atas hingga kini amat dimuliakan
di antara bangsa-bangsa Asia Tengah 119 . Para murid syekh-syekh ini untuk sebagian bertanggung jawab atas
penyebaran sufisme elitis dan terpelajar itu sampai ke kota-kota besar India dan kekaisaran Turki Usmani, melalui Mekkah ataupun secara langsung. Mereka mendapat penerus yang setia di kalangan Naqsybandiyah dari kota Istanbul. Dapat dimengerti mengapa tarekat-tarekat Turki sedemikian mengagungkan guru-guru pendiri tarekat—yang juga merangkap pemberi nama—serta para khalifah dan syekhnya. Pada abad ke-16, di samping makam wali-wali Naqsybandiyah, yang memang pertama-tama dibangun di Istanbul dan di kota-kota besar kekaisaran Turki Usmani lainnya, muncul juga makam dari syekh-syekh tarekat Khalwatiyah dari Azerbaijan dan syekh tarekat Q diriyah dari Irak dan Suriah. Apabila ditilik lebih dekat kasus Istanbul, tempat kebanyakan tarekat itu bermarkas, tidak dapat disangkal bahwa tradisi kewalian itu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan sosial, kultural dan bahkan politik di kota itu, apalagi banyak di antara wali-wali itu yang mempunyai hubungan erat dengan para sultan. Berbeda dengan wali dari daerah pedesaan dan kawasan suku-suku
118 Kita dapat membayangkan betapa banyaknya makam wali di satu kota semisal Samarkand dengan membaca tulisan Ab ū T hir Khv ja Samarqand , Samariyye dan
tulisan Muhammad ‘Abd al-Jal l Samarqand , Kandiyye, kedua-duanya diedit oleh I. Afsh r (1988).
119 Lih. W. Barthold (1928, hlm. 375-377).
Thierry Zarcone
pengembara, wali itu mewakili ragam Islam yang ortodoks, dan beberapa di antara syekh-syekh itu bahkan merangkap sebagai ulama. Yang paling banyak dikunjungi adalah makam para wali yang telah memperkenalkan tarekat-tarekat dimaksud: Emir Bukhari untuk tarekat Naqsybandiyah, Merkez Efendi dan Koca Mustafa Pasha untuk tarekat Khalwatiyah, Isma'il
Rumi untuk tarekat Q diriyah 120 . Tidak mungkin membicarakan satu per satu makam yang tak terhitung banyaknya dari wali-wali yang menyusul
para perintis ini, entah sebagai khalifah atau murid; tetapi dapat kami mengacu pada buku penuntun yang disusun untuk para peziarah dan pada buku tentang sejarah monumen-monumen Istanbul yang telah terbit di kota
ini, baik pada periode Turki Usmani maupun pada periode modern 121 . Maulana Jalal al-Din Rumi, pendiri dan pemberi nama dari tarekat Maula-
wiyah (yaitu tarekat darwis yang berputar-putar), yang dimakamkan dalam kompleks makam di Konya, di tengah Anatolia, mempunyai hubungan yang akrab dengan suku-suku pengembara Turkmen, tetapi tarekatnya berkembang menjadi aristokratis dan urban. Makam wali-wali tarekat Maulawiyah terdapat dalam kebanyakan kota kekaisaran Turki Usmani,
dari Bagdad sampai Sarajevo 122 . Sejajar dengan perkembangan tradisi ziarah ke makam wali di
daerah perkotaan, proses pengangkatan wali juga terus berlangsung di daerah pedesaan. Namun proses itu tidak banyak menghasilkan tokoh- tokoh intelektual yang menonjol, selain beberapa pengarang yang sedikit banyak dipengaruhi oleh heterodoksi mistis sufi (ashïk, ozan), dan yang
prosanya mampu memukau jiwa-jiwa yang lugu 123 . Makam wali-wali itu terutama terdapat di daerah-daerah berpenduduk Alawi, seperti umpama-
nya P r Sultan Abdal di Siva, Kul Himmel (pada abad ke-17) di Tokat dan lain-lain 124 . Pada waktu yang sama lahir dan berkembang juga suatu
gerakan Bektasyiyah urban di Istanbul dan di kota-kota lain di seluruh kesultanan, baik di Balkan maupun di negeri-negeri Arab. Perkembangan ini menandakan bahwa, disebabkan satu dan lain faktor, sebagian agama populer kalangan pengembara Turki, sudah terstruktur dalam bentuk tarekat-tarekat, dan dengan demikian memisahkan diri secara hampir total dari dunia Alawi. Walaupun demikian, wali-wali seperti P r Sultan Abdal,
120 Lih. K. Kufrali (1949, hlm. 129-151); T. Yazïcï (1956); H.A. Hilm (1907-08, fasal “Ism ’ l R
ūm ”, hlm. 79-83). Lihat misalnya H.A Hilm (1907-08); Hüseyin Ayv ns r y (1864); M. R ’if (1896); S. Gürel (1988). 122 Lih. A. Gölpïnarlï (1983, hlm. 329-340). 123 Proses ini terus berlanjut; lihat misalnya I. Aslanoglu (1965). 124 Lih. A. Gölpïnarlï (1963).
Turki dan Asia Tengah 407
Kaygusuz Abdal, Haji Bektash dan Kizil Deli Sultan, diziarahi oleh kedua golongan sebagai leluhur yang sama. Maka harus membedakan tiga kategori wali Bektasyi-Alawi: 1. para Bektasyi-Alawi gh z pejuang yang merupakan warisan kedua golongan; 2. para penyair (ashïk, ozan) dari dunia pedesaan; 3. “para Bektasyi mistis dari dunia perkotaan”; kedua kategori terakhir ini adalah hasil dari proses evolutif tersendiri di tengah agama populer Turki.
Satu kategori wali sufi lainnya harus dipertimbangkan juga, yaitu wali yang tak lain dari leluhur masing-masing suku. Wali jenis ini terutama ditemukan di Turkmenistan, di mana setiap suku keramat (avl d) mengaku sebagai keturunan seorang wali, yang pada umumnya beraliran Yasaw , serta memelihara makamnya: misalnya, Gözl At bagi suku At ; Chop n At dan Gar B b bagi suku Shaykh , Makht ūm A‘zam Jurj n bagi suku Maht 125 ūm, dan lain-lain .