Pewarisan Situs: Sebuah Ciri Tetap
Pewarisan Situs: Sebuah Ciri Tetap
Warisan situs-situs adalah suatu kenyataan dalam suatu negara di mana, seperti yang kita ketahui, keharusan untuk menghindarkan diri dari luapan air Sungai Nil nyaris tidak banyak memberikan pilihan tempat yang dapat dijadikan situs-situs suci: yang ada hanyalah tebing, gundukan bekas kota kuno, dan bukit.
Di beberapa tempat tampak jelas kemauan untuk menyatakan kebesaran Islam di atas situs-situs yang ada sebelumnya. Contoh yang sangat terkenal yang membuktikan hal itu adalah makam dan masjid Ab ū-l- Hajj j yang dibangun di atas puing-puing kuil Luxor. Namun Mesir sebelum ditaklukkan Arab bukanlah Mesir firaun atau Mesir hellenistis, tetapi sebuah negeri Mesir Koptik, lengkap dengan berbagai gereja, biara, santo, pendosa yang bertobat, serta martir-martir dari zaman Romawi.
Untuk memperkuat kekuasaan Islam, situs suci Koptik dijadikan situs para syuhada Islam yang gugur pada waktu penaklukkan Islam:
Mesir 111
contoh terbaik adalah Sidi Syibl dan rekan-rekannya di tempat yang justru bernama Shuhada’ (Syuhada). Banyak gereja diubah menjadi masjid 20 .
Kemungkinan besar makam-makam santo-santo diambil-alih dengan cara yang sama pula.
Apabila terdapat bukti bahwa sebuah makam Islam menggantikan situs ziarah pra-Islam, maka yang digantikan itu adalah santo-santo Koptik. Nama Burumbul, di Mesir Tengah, tempat tokoh mitis Uwais al-Qaran diziarahi, diidentifikasikan sebagai kata Yunani parambolê oleh R.P. Maurice Martin, yang telah membuktikan bahwa tempat itu dilalui oleh Santo Antonius, ketika dia berjalan menuju biara tempat dia kini dimakamkan. Di Difrah, di daerah Gharbiyah, ahli Mesir Paolo Gallo telah menemukan dokumen tentang seorang santo Koptik yang bernama Ishaq, di tempat kini dilakukan ziarah kubur seorang wali Islam yang juga bernama Ishaq, dan kompleks makamnya meliputi sebuah sumur yang tampaknya berasal dari zaman Romawi.
Namun Mesir tidak pernah sepenuhnya diislamkan . Itulah sebabnya pergantian ritus Koptik oleh ritus Islam tidak dapat dilakukan secara menyeluruh dan tidak terjadi di semua tempat; pengikut wali-wali Islam kerap menyesuaikan diri dengan menyelenggarakan ziarah kubur di sebelah , dan bukan di atas situs ziarah Koptik yang lama. Di Mustarod misalnya, suatu situs yang terkenal sebagai tempat persinggahan Keluarga Suci (Maria dan Yusuf), gereja kuno Koptik yang masih terus dikunjungi, didampingi sebuah kubah megah, yang melindungi makam wali Islam ‘Abd al-Ham d, yang secara tidak langsung menerima manfaat dari ziarah para penganut Koptik yang setiap tahun pada bulan Agustus mengadakan perayaan Bunda Maria di tempat itu, dan tampaknya “hidup” sangat rukun dengan “tetangganya” yang agung itu.
Perubahan-perubahan seperti itu jangan dianggap tidak terasa: seorang wali, andaikatapun makamnya didirikan di atas bekas makam seorang santo koptik, jelas bukan santo Nasrani, apalagi dewa zaman Firaun. Ciri-ciri Islamnya bukanlah sekadar samaran yang kurang sempurna, tetapi identitas yang jelas, lengkap dengan ritus-ritusnya, pola sembahyangnya dan sejarahnya yang menjadi bagian dari sejarah Islam. Banyak peneliti yang terlalu sering mengarisbawahi ketidakpastian yang melekat pada wali-wali Islam Mesir dari sudut historis. Namun melihat
20 “Ketika mereka tiba di negeri ini, orang Islam mengubah gereja-gereja menjadi masjid: itulah yang terjadi secara umum di bawah dinasti Umayah di seluruh
kekaisaran Islam”, G. Wiet (1927, hlm. 1050). Masjid-masjid memakai pula bahan- bahan yang diambil dari gereja-gereja, terutama pilar.
Catherine Mayeur-Jaouen
begitu banyaknya jumlah tulisan sanjungan tentang para wali 21 serta catatan-catatan kenangan dalam kronik-kronik historis, tidak bisa
diragukan lagi bahwa banyak sufi dan ahli fikih yang memang telah diangkat menjadi wali. Nama mereka dikenal, tanggal-tanggal penting dan riwayatnya diketahui. Mereka banyak sekali terdapat di Mesir. Mungkin saja situs-situs wali itu kurang menarik, namun mereka merupakan kenyataan, bahwa sejak abad ke-9 Masehi, Mesir untuk sebagian sudah
diarabkan dan diislamkan 22 . Terutama setelah munculnya tarekat-tarekat, para wali Islam sudah cukup berpengaruh untuk menampilkan ciri
Islamnya tanpa harus mengambil alih situs-situs ziarah Nasrani.