S ejak berabad-abad, mengikuti irama musim, Afrika Timur turut

S ejak berabad-abad, mengikuti irama musim, Afrika Timur turut

mengambil andil dalam alur perniagaan antarbangsa yang besar. Dengan demikian sejak dini Afrika Timur telah tersentuh pengaruh Islam. Saudagar-saudagar Islam menetap di berbagai tempat di sepanjang pesisir, baik di daratan maupun di pulau-pulau, dan mereka mendirikan berbagai pemukiman merangkap bandar perdagangan. Berbagai penelitian mutakhir

oleh ahli-ahli purbakala 2 menunjukkan bahwa sejak abad ke-8 orang Islam sudah hadir di situs-situs tertentu, terutama di Kepulauan Lamu di Kenya

bagian utara. Abad-abad berikutnya meninggalkan benda peninggalan berupa situs-situs purbakala yang tersebar dari Somalia sampai Mozam- bique. Pengetahuan kita tentang situs-situs itu sedikit demi sedikit mem- bentuk suatu sejarah masyarakat Afrika Timur. Di antara bangunan- bangunan yang “berbicara” itu, masjid-masjid dan makam-makam menem- pati posisi khusus karena merupakan bagian terbesar dari warisan budaya berbentuk peninggalan. Kebanyakan peninggalan itu hanya samar bekas bentuk dan bahannya, sehingga menjadi materi pengetahuan serta juga khayalan. Sebelum ditemukan kembali, banyak di antara peninggalan lama itu terkubur. Yang lainnya bertahan dari abad ke abad secara terbuka di tengah masyarakat yang telah mengintegrasikannya dalam ingatan kolektif- nya, sebagai benda yang dikeramatkan, benda religius, atau sebagai benda yang berfungsi sebagai perantara dan pemberi syafaat.

Sementara itu, di Afrika Timur ternyata tidak ada bangunan sepenting makam wali-wali seperti yang terdapat di Timur Tengah. Tidak ada bangunan yang sesajennya begitu banyak ataupun yang terintegrasi dalam sebuah kompleks religius yang tertata dan teratur, seperti misalnya bangunan-bangunan imamzadeh (para Imam dan keluarganya) di Iran atau

1 Pada waktu tulisan ini disusun, penulis adalah peneliti di Pusat Studi Afrika (Centre d’Etudes Africaines, EHESS), di Paris. Sekarang beliau sudah menjadi

dosen di EHESS juga. 2 M. Horton (1987).

208 Jean-Claude Penrad

masjid Muhyi-ed-Din di Damaskus, di mana ada makam Ibn ‘Arab . Demikian pula kunjungan-kunjungan ke situs yang bersangkutan tidak pernah disertai lalu lintas peziarah yang besar, kecuali untuk ziarah ke makam Sheykh Nur Hussein dari Bale di Annajina (Ethiopia) dan ziarah ke makam Sheykh Uways di Biolay, di utara Barawa (Somalia).

Tradisi ziarah ke makam Sheykh Nur Hussein dari Bale di Annajina amat istimewa, karena di samping amat kuno dan bertahan selama berabad- abad, tradisi ini juga menimbulkan berbagai pertanyaan tentang sejarah islamisasi di kawasan Afrika itu. Untuk menilai dengan baik masalah kepribadian, atau bahkan kenyataan historis, dari wali itu yang konon adalah keturunan dari Abu Talib, paman Nabi Muhammad dan ayah Ali, kita perlu memeriksa dengan seksama berbagai tradisi dan legenda terkait, dibantu dengan data-data historis yang tersedia tentang pengaruh Islam di

kawasan Afrika Timur. Ulrich Braukämper 3 menerangkan bahwa Syekh Nur Hussein kemungkinan besar hidup pada akhir abad ke-12, yaitu pada

waktu islamisasi daerah Bale diperkirakan tengah berlangsung. Tradisi lisan mendukung interpretasi ini karena wali ini konon adalah seorang mubalig yang istimewa. Konon kakeknya datang ke daerah itu dari Arabia, dengan singgah dulu di Merka, di pesisir selatan Somalia. Kemungkinan besar kunjungan-kunjungan ke makam itu sudah berlangsung sejak sangat lama, melihat bahwa karomah yang konon dicetuskan wali setempat telah menarik perhatian khalayak yang membutuhkan perantaraan. Ketika suku Oromo menguasai daerah itu pada abad ke-14, mereka mengadopsi tradisi ziarah ke makam Sheykh Nur Hussein, agaknya melalui jalur sinkretisme religius. Mereka mempergunakan makam itu sampai pertengahan abad ke-

18. Pada waktu itu, akibat gelombang baru dakwah Islam yang dipimpin oleh ulama-ulama Somalia yang semangat religiusnya terkait dengan penyebaran tarekat Q diriyah, ciri-ciri Islam ortodoks dari praktik ziarah itu diperketat kembali. Maka di sekitar tahun 1790, Emir Harar mengizinkan pembangunan sebuah tempat keramat yang terkait dengan makam Syekh Nur Hussein, yaitu tempat keramat Abd al-Qadir al-J l n , pendiri tarekat Q diriyah di Bagdad pada abad ke-12. Pada taraf kajian kita ini, amatlah menarik dicatat bagaimana pengeramatan seorang wali yang populer (seperti Syekh Nur Hussein) dapat bertahan selama berabad-abad dan menyangkut penduduk dari berbagai bangsa dan agama, sambil dipakai juga secara dinamis untuk mengislamkan peziarah-peziarah yang tadinya mengunjungi tempat itu untuk sekadar lebih dekat dengan Tuhan dan berdialog dengan dunia gaib. Di tengah suku Arsi-Oromo di daerah Bale

3 U. Braukämper (1989). Lihat tulisan itu untuk informasi yang rinci tentang kronologi.

Afrika Timur 209

misalnya dapat kita saksikan bagaimana sikap mengakui suatu kedaulatan religius beralih dari sang abba m ūda, wakil otoritas agama tradisional (yang pada masa lalu duta-duta dari suku itu setiap tahun mendatanginya untuk menyerahkan berbagai persembahan berupa ternak dan uang) kemu-

dian bergeser pengakuannya ke imam Annajina 4 . Praktik-praktik ibadah, termasuk acara ziarah yang dapat disaksikan

sekarang, hampir pasti muncul pada akhir abad ke-18, yaitu pada waktu agama Islam menjadi dominan di bawah pengaruh Aw Mohammed, mubalig yang makamnya didirikan di luar makam sakral itu. Sampai

sekarang yang menjadi imam Annajina 5 tetaplah salah seorang dari keturunannya. Sejak waktu itu, jumlah peziarah terus bertambah. Lebih

dari 100.000 orang datang setiap tahun pada awal bulan Agustus untuk merayakan hari ulang tahun sang Wali yang dihitung berdasarkan sistem

penanggalan tradisional dari suku Oromo 6 . Satu keramaian besar lainnya jatuh pada akhir bulan Zulhijah, pada waktu perayaan besar aid al-kebir,

yang menutup masa naik haji ke Mekkah. Di mata banyak peziarah yang tidak mampu pergi ke Mekkah, ziarah ke Annajina dianggap sebagai pengganti dari rukun Islam kelima itu. Kesepadanan antara Annajina dan Mekkah ini diperkuat oleh serentetan kesepadanan ritus (tempat ziarah dimasuki dari utara; ada juga sebuah batu hitam yang konon dibawa dari

Mekkah oleh Sheykh Nur Hussein sendiri; Iblis pun dilempari batu) 7 . Sebagian terbesar peziarah di makam Sheykh Nur Hussein itu

berbangsa Oromo, meskipun ada juga banyak pengunjung yang berasal dari kelompok etnis Ethiopia lainnya atau yang datang dari Somalia dan bahkan Kenya. Di tempat ziarah itu, kendati hanya selama waktu perayaan ber- langsung, terwujud semacam solidaritas antarsuku atau paling sedikit konflik-konflik yang ada mereda sejenak. Hingga baru-baru ini, ziarah membuka peluang untuk komunikasi antara suku Oromo dan Somalia. Yang lebih baru adalah ziarah ke makam Syekh Uwais (1847-1909), pendiri cabang Afrika Timur dari tarekat Q diriyah, yaitu tarekat Uwaisiyah. Dia tewas dibunuh oleh anggota suatu tarekat saingan, yaitu tarekat Shalihiyah, yang dipimpin oleh Syekh Mohammed Abdille Hassan.

4 Idem, hlm. 128-129. 5 Idem, hlm. 124. 6 Karena besarnya lalu lintas orang pada kesempatan itu, maka masalah kesehatan

yang dihadapi juga sangat besar. Berkali-kali penyakit kolera membunuh peziarah dalam jumlah besar. Pada tahun 1971, U. Braukämper (Idem, hlm. 129) menyebut angka 3.000 korban.

7 Idem, hlm. 129.

210 Jean-Claude Penrad

Peta Afrika Timur dengan lokasi tempat-tempat yang disebutkan

Afrika Timur 211

Makam Syekh Uwais yang didirikan di Biolay, di tempat ajalnya, menarik banyak pengunjung, yang datang meminta berkah sang wali serta bernazar untuk diri sendiri, untuk anggota keluarganya, atau bahkan demi keselamatan ternak mereka. Banyak di antara orang Somali yang mengun- jungi tempat ini sebenarnya adalah peternak. Di keempat pohon yang mengelilingi makam kerap terlihat tersangkut bulu-bulu binatang atau potongan-potongan tali yang sengaja dipasang di situ untuk mendapatkan perlindungan atas ternak berkat perantaraan sang wali. Di sekitar tempat keramat, tarekat juga lazim mengadakan berbagai kegiatan. Selain sebagai tanda kepasrahan, acara-acara itu juga berfungsi sebagai tanda afiliasi pada kelompok religius tertentu. Acara-acara itu sejenis dengan yang dilakukan di makam pendiri cabang-cabang tarekat lainnya, seperti di makam Syekh

Muhammad Ma’ruf 8 di Pulau Komoro Besar, atau di makam Syekh Ramiya 9 di Bagamoyo. Pemuka-pemuka agama yang menjadi anggota

tarekat Q diriyah berziarah ke makam Syekh Uwais bersama para pengikut dan keluarga mereka. Pada kesempatan itu zikir khas tarekat itu diseleng- garakan dan dianggap lebih ampuh karena dilakukan dekat makam sang wali. Walaupun makam itu merupakan tempat suci di mana setiap konflik mestinya dihindari, nyatanya perang saudara yang melanda Somalia mempunyai dampak negatif terhadap keramaiannya, karena perjalanan di Somalia tidak aman.

Perihal ziarah sesungguhnya mencakup berbagai praktik religius yang saling berkaitan yang bertujuan memohon syafaat dan dilakukan di suatu tempat yang terkait dengan kematian, dengan kehadiran (nyata atau berdasarkan kepercayaan) seorang tokoh masa lalu yang diagungkan oleh orang-orang masa kini. Di samping wali besar yang telah disinggung di atas, masyarakat Islam Afrika Timur memiliki beragam-ragam tempat ziarah seperti itu.

Contoh pertama ditemukan di tempat berbagai peninggalan purba- kala. Cirinya sebagai bekas bangunan dengan fungsi sosialnya di masa lalu (sebagai istana, masjid, makam elit kerajaaan atau religius) memberikan tempat-tempat itu suatu “memori bermakna”, yakni suatu ingatan kolektif yang pada gilirannya mendasari dan sekaligus mengabsahkan sejumlah perilaku magis-religius yang lebih kurang ditolerir oleh Islam resmi. Misalnya di Kaole, dekat Bagamoyo di pesisir Tanzania, para pengunjung masih dapat melihat puing-puing sebuah masjid Swahili. Dekat puing- puing itu dapat dilihat juga berbagai makam terbuat dari batu karang. Salah

8 Pendiri cabang Afrika Timur dari tarekat Shadhiliyah Yashrrutiyah yang berasal dari Palestina.

9 Pendiri suatu cabang Q diriyah yang banyak ditemukan di Afrika Timur.

212 Jean-Claude Penrad

satunya adalah makam seorang anak, yang ukurannya sangat kecil (lihat Foto 1). Anak kecil itu konon berasal dari keluarga bangsawan yang saleh, dan melihat umurnya yang masih sangat muda pasti dia tak ternoda. Maka makamnya dianggap sebagai tempat yang cocok untuk memohon syafaat. Karena sifat suci mereka, maka anak-anak yang meninggal pada usia muda disamakan dengan malaikat dan dianggap memiliki, seperti para wali, sifat kelebihan yang diperlukan untuk dapat memohonkan pertolongan Allah, terlebih bagi anak yang kena penyakit atau terserang tenung. Sesajen yang menyertai permohonan ditaruh di sebuah ceruk yang terletak di kaki makam atau dalam suatu wadah yang berada di situ, bahkan ada kalanya ditanam di sekitar makam. Pada umumnya ziarah berlangsung pada malam hari dan dilakukan sendiri-sendiri oleh orang yang tengah mengalami tekanan batin atau kegelisahan eksistensial. Mereka mencari “pegangan” lahiriah, keserasian yang dapat menyatukan konsep-konsep hidup, mati, penyakit, dan kemalangan. Keserasian itu mustahil didapatkan dalam suatu dunia penuh batasan-batasan yang dipaksakan oleh sebuah masyarakat yang diliputi rasa berdosa dan yang menyisihkan orang-orang yang menyimpang dari kaidah-kaidah yang dipaksakan oleh ragam Islam doktriner sebagaimana dirumuskan oleh tokoh-tokoh agama yang merasa dirinya mewarisi wibawa moral atau politik. Ritus-ritus tersembunyi serta praktik ziarah untuk memohon syafaat itu harus dikaji dalam perbandingan dengan sistem-sistem kepercayaan yang menyatukan manusia dengan alam semesta. Sistem-sistem itu mengatur kehidupan masyarakat pesisir Afrika Timur melalui hubungan atau dialog yang tiada hentinya dengan dunia gaib

yang konon dihuni oleh makhluk halus dan arwah orang mati 10 . Dialog-dialog semacam itu luput dari pengawasan pemerintah-

pemerintah manusia dan membuka peluang kepada para individu untuk mencari jawaban, perlindungan, dan penjelasan di luar lembaga-lembaga sosial yang ada. Melalui dialog-dialog itu terbentuk hierarki nilai yang berbeda dari apa yang diajarkan oleh kekuasaan politik, sosial, dan religius. Dengan dialog itu, terbukalah peluang untuk “mengakal-akali” realitas agar dapat diterima, diambil alih, dan disesuaikan. Dengan demikian, makam-

makam wali menjadi “simpul-simpul wacana sosial” 11 dan memungkinkan perpaduan kembali dari apa yang telah dipecah-pecahkan atau disusun

oleh sistem sosial yang ada. Makam-makam itu merupakan titik persandian dari suatu sistem yang menciptakan makna dengan bantuan konstruksi simbolis.

10 O. Racine (1992). 11 J.-C Penrad (1994).

Afrika Timur 213

Makam yang disebut “anak laki-laki Sultan” di Kaole, dekat Bagamoyo. Dua mangkuk yang diperuntukkan bagi menempatkan persembahan terlihat di samping dan di depan makam, Agustus 1989 (foto J.C. Penrad).

Makam Ahmed Bin Sumayt dekat masjid jami di kota Zanzibar, Oktober 1990 (foto J.C. Penrad).

214 Jean-Claude Penrad

Di Zanzibar umpamanya beberapa makam diziarahi sampai saat dibongkar oleh penguasa. Yang paling ramai 12 adalah makam-makam yang

berada di antara rumah sakit dan museum di Mnazi Moja, serta makam Shariff Musa, di daerah pantai tidak jauh dari Mtoni. Menurut cerita rakyat, makam Shariff Musa dibangun di pantai tepat di tempat ditemukan sisa-sisa jenazahnya yang terpotong-potong. Ia meninggal di laut,

sekembali dari naik haji di Mekkah. 13 Sebelum dibongkar, makam itu ramai dikunjungi orang dari segala penjuru pulau. Mereka datang untuk bernazar

(kuweka naziri) atau menghaturkan persembahan (kuondoa naziri) setelah permohonan mereka dikabulkan, konon berkat perantaraan sang wali.

Di samping religiusitas “khas rakyat” yang seketika itu dirasakan— karena menyalurkan aspirasi hidup orang biasa—terdapat juga suatu bentuk religiusitas yang lebih canggih, lebih sosial, kendati kurang “eksistensial” yang merupakan bagian dari tasawuf sebagaimana dikenal dalam tarekat-tarekat. Misalnya makam Ahmed Bin Sumayt di Zanzibar (lihat Foto 2) adalah sebuah pusat ekspresi agama untuk orang-orang yang mencari syafaat atau, secara lebih spiritual, kedekatan dengan kebajikan, dan kesucian mistis. Ahmed Bin Sumayt wafat tanggal 7 Mei 1925 dan dikubur dekat mihrab Masjid jamik Zanzibar. Shariff adalah seorang anggota tarekat Alawiyah yang ilmu dan ajarannya amat berbekas di kalangan masyarakat Zanzibar. Kuburannya tertutup sebuah gedung sederhana, yang kini sedang dipugar. Di temboknya terlihat potongan- potongan kertas, terlipat atau kusut, dan bertulisan cetak atau tangan. Selain ayat-ayat al-Qur’an, potongan kertas itu berisi doa-doa yang secara diam-diam disampaikan oleh orang-orang yang entah terkena penyakit, kegelisahan batin, kemalangan, atau yang menyampaikan permohonan yang khusus mengenai masa depannya. Pendekatan itu merupakan usaha pemecahan masalah, pertanyaan yang diharapkan akan disusul oleh suatu balasan yang positif, atau bahkan oleh tindakan perlindungan berupa pengusiran terhadap pengaruh yang negatif.

Apabila pada hari Jumat seorang pengunjung dari Pulau Zanzibar atau dari daratan Afrika diantar ke makam itu oleh seorang kerabat, teman atau anggota tarekat, maka artinya dia ingin mendekati kesucian, ingin

12 Yang memerintahkan pembongkaran tempat makam itu adalah Presiden Abeid Karume. Dia mengatakan bahwa dia menentang perayaan-perayaan yang diadakan

di tempat itu dan juga perayaan Maulidi (Maulid). Pada waktu itu semua kerumunan yang tidak dikontrol oleh pihak penguasa dicurigai, dan oleh karena itu landasannya harus dihapuskan.

13 Dekat Dares Salaam, di pesisir, terdapat makam seorang Shariff lain yang juga diziarahi. Ceritanya sama dengan yang ada di Zanzibar.

Afrika Timur 215

sekilas dikenai “sinar” tempat itu, di mana dia berada di bawah naungan Tuhan, ingin mendapatkan berkah yang akan menyertainya sepanjang hidupnya. Meskipun menyangkut anggota berbagai tarekat, pendekatan itu selalu bersifat perorangan dan amat berbeda dengan praktik-praktik berkelompok biasa, seperti pertemuan anggota tarekat Alawiyah di Zanzibar pada waktu suluk mingguannya.

Memang, sejumlah pemuka agama Zanzibar berbeda dengan orang- orang biasa. Membentuk suatu badan sosial tersendiri, mereka berkumpul tiga kali seminggu untuk membaca doa-doa, al-Qur’an dan permohonan. Pada umumnya mereka berkumpul pada hari Selasa dan Kamis sore di masjid Jibril dan pada hari Jumat di masjid Mzaham. Setelah acara itu mereka berdoa lagi dekat makam Ahmed Bin Sumayt dengan membaca surat Yasin serta berbagai doa lainnya yang disusun oleh guru-guru terkenal dari tarekat Alawiyah. Pada akhir suatu pekan yang tertandai oleh ibadat-ibadat Islam biasa serta juga diramaikan oleh berbagai pertemuan mistis, maka saat menjelang salat maghrib pada hari Jumat dianggap paling tepat untuk memperoleh berkah Syekh Ahmed Bin Sumayt di samping makamnya.

Dalam presentasi singkat dari tradisi ziarah di Afrika Timur ini kami dengan sengaja menekankan keberanekaan fenomena itu. Kami juga telah coba memperlihatkan perbedaan tradisi itu dibandingkan dengan Timur Tengah. Meskipun demikian, ada ciri dasar dan permanen yang tampak dengan jelas, yaitu pemohonan pertolongan Tuhan, baik dicari secara perorangan atau oleh satu rombongan peziarah, maupun oleh satu perkumpulan ulama dalam suasana suatu ketegangan mistis yang dipandang sebagai pencapaian suatu kehidupan yang sepenuhnya mengarah pada kedekatan dengan Tuhan.