Perbedaan Tingkat Para Wali
Perbedaan Tingkat Para Wali
Di antara para wali ada yang sangat tersohor, ada pula yang sama sekali tidak dikenal 11 . Ada wali-wali pelindung yang dikenal oleh khalayak ramai,
seperti Ahmad al-Badawi, Imam Syafii, Ab ū l-Hasan al-Sy dzil . Ini belum termasuk para ahlulbait (kerabat Nabi Muhammad) Nabi langsung yang dimakamkan di Kairo, seperti Husain dan Zainab, yang makamnya menjadi tujuan ziarah oleh seluruh masyarakat muslim di Mesir. Dari pesisir Laut Tengah sampai ke Sudan, wali-wali itu memiliki martabat nasional yang pengaruhnya kadang-kadang melampaui tapal batas negara. Peringatan maulid wali-wali itu diikuti oleh peziarah yang datang dari seluruh Mesir.
Di samping wali-wali yang diperingati secara “nasional”, ada pula wali tingkat regional yang baik di Mesir Hilir maupun di Mesir Hulu berfungsi sebagai pelindung, seperti ‘Abd al-Rahim dari Qina dan Abu l- Hajjaj dari Luxor di wilayah selatan, serta Ibrahim dari Disuq dan Syisytaw dari Mahalla di wilayah utara. Para wali terkenal di daerah ini menarik peziarah, bahkan kadang-kadang sampai peziarah dari Kairo, yang merupakan pusat ziarah kubur, sewaktu para imigran dari desa yang tinggal di Kairo pulang ke daerah asalnya, baik untuk berziarah atau berkunjung,
lalu mampir ke makam wali-wali di daerah asalnya 12 . Kadang-kadang, masyarakat yang menjadi pengikut wali tertentu hanya terbatas di kawasan
yang luasnya setara dengan kabupaten atau bahkan kecamatan. Ada pula wali yang hanya sekadar pelindung sebuah kota kecil, dan hampir tidak dikenal di luar daerah yang bersangkutan.
Pada tingkat terendah, yang paling banyak jumlahnya adalah wali- wali yang penyembahannya merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Mesir. Nama syekh-syekh desa itu, yang dimakamkan dalam
pemukim dan tenaga kerja. Muslihat itu diketahui dan maulidnya dilarang pada tahun 1918. Lihat Elie Sidawi (1921, jil. I, no. 12).
11 Sayangnya hanya sedikit jumlah buku dalam bahasa Eropa tentang wali-wali besar Mesir. Karya-karya rujukan yang tersedia tertulis dalam bahasa Arab, sering
dengan nada pujaan atau sebaliknya dengan nada polemis. Tentang kedua wali besar dari kawasan muara Sungai Nil, dua buku sedang dalam persiapan, yaitu C. Mayeur-Jaouen (1994) dan H. Hallenberg (akan terbit). Mengenai wali-wali dari Mesir Hulu pada Abad Pertengahan, karya Tali’al-Sa’id oleh Udfuwi telah menjadi sumber utama J.-Cl. Garcin dalam tesisnya (1986). Tesis yang kini sedang disiapkan oleh Rachida Chih tentang tarekat Khalwatiyah di Mesir Hulu diharapkan memberikan banyak data baru tentang wali-wali dari daerah itu pada abad ke-20.
12 Kami di sini hanya membicarakan kedua daerah besar di mana terdapat tradisi kewalian, yaitu Delta Nil dan Mesir Hulu. Khususnya mengenai ziarah di oasis
gurun Libya, lihat F. Bliss (1981). Tetapi kebiasaan-kebiasaan di kawasan itu praktis tidak lagi bersifat Mesir.
Mesir 103
naungan sebuah kubah putih kecil, hampir tidak dikenal dan riwayatnya juga tidak diketahui 13 . Sering kali, untuk memberikan legitimasi pada wali
pelindung sebuah desa, dibuat silsilah kekerabatan atau silsilah sufi yang mengaitkan wali itu dengan salah satu wali terkenal, supaya warga desa dapat memperoleh pula berkah dan perlindungannya.
Di perkotaan pun wali-wali “kecil” dari dunia keseharian seperti itu juga dikenal. Makam-makam sufi-sufi tak dikenal, sebagai pelindung yang merupakan bagian dari kampung-kampung, bisa terdapat di tingkat dasar sebuah rumah, di belakang sebuah jendela berjeruji ataupun di dalam sebuah ruangan gelap yang disinari lampu-lampu neon hijau. Kadang- kadang, untuk wali-wali yang lebih “beruntung”, terdapat sebuah kubah yang dibuat ala kadarnya, yang terbuka untuk siapa saja, dan kadang- kadang merupakan tempat tidur bagi pengikutnya yang setia.
Di bawah kubah terdapat sebuah bangunan berbentuk kubus dan di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang polos, tanpa hiasan. Di tengah ruangan itu terdapat makam itu sendiri, berupa makam kosong yang terbuat dari kayu atau batu (t b ūt). T būt itu diselubungi sepotong kain (kiswah) dari bahan yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan/”kekayaan” wali yang bersangkutan (kain katun kasar atau sutra yang gemerlap, kadang- kadang dihiasi kain kasa kalau wali perempuan). Acap kali nama wali dan beberapa ayat al-Qur’an tertulis dalam bentuk sulaman pada kiswah. Kalau wali itu dikenal secara luas, t b ūt dikelilingi oleh sebuah pagar terali (maqsh ūrah) yang bisa terbuat dari kayu, yang kadang-kadang ditaburi mutiara (Syafi’i), bisa pula dari tembaga (Badawi, F thimah al-Naba- wiyah) ataupun dari perak (Husain, Zainab). Kendati pagar terali itu terkunci, melalui lubang-lubangnya kita dapat melihat kuburan wali, yang dipenuhi berbagai benda sebagai tanda nazar, seperti kitab al-Qur’an, botol-botol minyak wangi, bunga-bunga plastik, tasbih-tasbih ataupun kalung-kalung. Sering kali sebuah sorban diletakkan di makam untuk menandakan bagian kepala sang wali.
Makam-makam yang terpenting bersebelahan dengan sebuah masjid, dan hal ini menyebabkan makam menjadi semakin terkenal dan jumlah pengunjungnya pun bertambah.