Pengelolaan Tempat Keramat: Peranan Pelayan Ritus, Praktik Ritual dan Bahasa “Perantara”
Pengelolaan Tempat Keramat: Peranan Pelayan Ritus, Praktik Ritual dan Bahasa “Perantara”
Seperti dapat diduga, pengelolaan tempat suci tergantung, pada asal wali yang diziarahi, apakah seorang sufi atau seorang tokoh besar dari Islam Turkik atau Arab. Makam wali sufi dan wali yang diintegrasikan dalam daftar tokoh-tokoh aliran mistis sudah sejak dini diambil alih oleh tarekat- tarekat. Sering terjadi bahwa makamnya berada dalam batas wilayah suatu pondok sufi. Kalau demikian, perawatan makam wali, atau wali-wali, kadang-kadang berikut keluarganya atau keturunan pemimpinnya,
170 Mengenai jirat yang digunakan untuk wali-wali di Turki, lihat foto makam Karyagdï el-Seyyid Muhammed ‘Al (N. Eky 5) dalam N. Vatin dan Th. Zarcone
(1995); dan foto makam ‘Al Tur b dalam B. Noyan (1964, hlm. 36). Untuk Asia Tengah, lihat foto-foto makam Bah ’ al-D n Naqsyband (Bukhara), Sa’ d al-D n K syghar (Herat) dan Mul Husayn K syaf (Herat) dalam M. bin M. P rs (1975, hlm. 93 dst.).
171 Lih. J. Castagné (1951, hlm. 48); Dutreuil de Rhins & J.-F. Grenard (1890-95, jil. II, hlm. 241-242).
Thierry Zarcone
ditanggung oleh sufi-sufi dari pondok yang bersangkutan. Sebagai contoh dapat disebut, di Asia Tengah, kompleks makam-pondok Bah ’ al-D n Naqsyband di Bukhara atau kompleks makam-pondok Ahmad Yasaw di Turkistan (Kazakhstan); dan, di Turki, kompleks Haji Bektasy dan Maulana Jalal al-Din Rumi di Anatolia, serta kompleks seorang Q diri
bernama Isma'il Rumi di Istanbul dan lain-lain 172 . Dalam tarekat-tarekat besar, ketua tarekat sendirilah yang berhak mengelola praktik ziarah ke
makam wali pendiri yang memberikan namanya kepada tarekat tersebut, sedangkan syekh dari pondok-pondok yang kurang penting mengelola kompleks makam pendiri pondok yang bersangkutan. Untuk abad ke-19 dapat disebut sebagai contoh dua tempat ziarah sufi yang terkenal. Yang pertama adalah makam wali Naqsybandiyah Arshidin, di Kucha, Turkistan
Timur, yang dikelola oleh Rashidin, seorang keturunan wali itu 173 ; dan yang kedua, di ujung Barat dunia Turkik, adalah makam dari wali Bektasyi
Sh h Kulu Sultan, yang dikelola oleh seorang syekh bernama Mehmed ‘Ali Hilmi Baba 174 . Dalam kasus-kasus di atas tugas “pengelola” makam
ditambahkan pada tugas mistisnya sebagai sufi. Di kalangan Turki Usmani, syekh kadang-kadang dipanggil dengan nama türbedar, yaitu penjaga makam; dalam fungsi ini syekh tampil sebagai perantara antara wali dan pengikutnya, dan tugasnya antara lain adalah mengelola sumbangan-
sumbangan yang dipersembahkan kepada wali 175 . Namun ada juga penjaga makam (turbedar) yang tidak pernah menjadi pengikut aliran sufi. Itulah
yang terutama terjadi dengan sosok petugas agama, dan terutama imam dari masjid yang bersebelahan dengan makam wali-wali yang bukan sufi. Di Turkmenistan, keterikatan antara sistim suku dan sistim tarekat telah menjadikan para penjaga makam wali—yang dianggap oleh masing-masing suku sebagai leluhur mitis mereka—sebagai pemimpin politik dari suku
yang bersangkutan. Mereka disebut gonambasyi, yaitu kepala kuburan 176 , turunan dari kata gonam, yang berarti kuburan, liang kubur 177 .
Namun fungsi pokok dari pelayan tempat-tempat keramat adalah justru menjaga dan melanggengkan kesucian tempat yang bersangkutan
172 Mengenai berbagai makam tersebut, lihat Th. Zarcone (1993a, hlm. 61-84). 173 M. Hamada (1990a, hlm. 472). 174 N. Vatin dan Th. Zarcone (1990b, hlm. 63-66). 175 Mengenai fungsi türbedar ini, lih. H. Tanyu (1967, hlm. 79-80). 176 S.M. Demidov (1988, hlm. 94, 127-128); Bennigsen & Lemercier-Quelquejay
(1986, hlm. 196). 177 Dalam Kamus Türkmen dilining (1962), sinonim kata ini adalah gabïr, gör,
mazar , sedangkan istilah kuburan diterjemahkan dengan gomanchïlïk.
Turki dan Asia Tengah 419
dan mengelola sumbangan dari peziarah 178 . Sebenarnya, praktik penghormatan wali hampir seluruhnya terdiri dari kegiatan ziarah. Praktik
ini sangat berkembang di dunia Turkik, dan ada banyak makam yang sejak zaman dahulu terus menarik ribuan pengunjung. Oleh karena Mekkah dianggap sangat jauh, terutama kalau dilihat dari Asia Tengah, jumlah makam telah diangkat menjadi pusat kegiatan religius dan kadang-kadang kegiatan tarekat juga. Itulah yang terjadi dengan kota Usy, misalnya, di lembah Ferghana di Kirghistan, yang dijuluki “Mekkah kedua”, di pinggiran kota itu terdapat makam terkenal yang dinamakan “singgasana Sulaiman” dan ziarah ke situ dianggap sama dengan naik haji ke
Mekkah 179 . Demikian pula makam sufi Yusuf Hamadani (wafat 1140) di Marv (Turkmenistan), dianggap sebagai Ka’bah dari Khorasan. Di Asia
Tengah, dua pusat ziarah sufi yang utama adalah makam Ahmad Yasaw di Turkistan, serta makam Bah ’ al-D n Naqsyband di Bukhara. Sudah berabad-abad lamanya kedua makam itu menarik orang-orang sufi yang datang dari seluruh Asia Tengah seperti juga dari Turki, India, dan Tiongkok. Kaum sufi sejak dini mementingkan kegiatan kelana, dan mereka acap pergi berkelana atas anjuran seorang guru spiritual untuk meyebarkan ajaran tarekatnya. Mereka pada umumnya mengikuti suatu rencana perjalanan yang rutenya menyinggahi makam-makam tertentu. Hal itu terutama nampak dalam teks Vil yetn me-i Otm n B b , yang mengisahkan pengalaman seorang sufi waktu mengunjungi tempat-tempat
keramat Thracia, atau teks Säfärnamä-i Zälili untuk Turkistan Timur 180 . Di lain pihak, gairah untuk berziarah ke tempat keramat sejak dulu hingga kini
sangat besar di daerah-daerah Asia Tengah yang beraliran Syiah, terutama di Azerbaijan 181 . Di Turki juga terdapat beberapa tempat ziarah yang
sangat populer yang sering disinggahi dalam perjalanan ke Mekkah; peziarah mulai kelananya dengan mengunjungi makam Ab ū Ayyūb di Istanbul, lalu melanjutkan dengan ziarah ke makam Haji Bairam Wali di
Ankara sebelum pergi ke Arabia 182 . Makam Ab ū Ayyūb adalah tempat keramat yang paling ramai dikunjungi orang di samping makam Maul n
Jal l al-D n R ūm di Konya—(yang terakhir ini pada ulang tahun kematiannya) 183 . Demikian pula, ziarah ke makam wali-wali heterodoks
178 Mengenai ziarah dalam seluruh dunia Islam, lihat D. F. Eickelman dan J. Piscatori (eds., 1990).
179 J.G. Petrash (1961, hlm. 5-22). 180 Lih. Th. Zarcone (1992a, hlm. 6-7); I. Tursun (ed., 1985, hlm. 593-663). 181 Lih. M. Balayev (1975); A. Ahädov (1991, hlm. 123-133); Bennigsen
Lemercier-Quelquejay (1986, hlm. 191-192). 182 Lih. H. Tanyu (1967, hlm. 67).
183 Idem, hlm. 232-236; A. Gölpïnarlï (1983, hlm. 424).
Thierry Zarcone
yang besar seperti Haji Bektasy di Anatolia, Abdal Musa di pegunungan Taurus dan Seyyid G z di Eskishehir, adalah ciri khas dari Islam ragam Anatolia itu. Ziarah-ziarah besar jatuh pada tanggal tertentu, pada umumnya pada hari-hari ulang tahun wafatnya sang wali.
Apa gerangan yang mendorong orang-orang muslim dari Turki dan Asia Tengah untuk berziarah ke makam ini atau ke makam itu? Alasan pertama paling masuk akal: ziarah ke makam seorang wali mirip dengan perjalanan haji ke Mekkah yang mesti dilakukan oleh orang Islam, walaupun pada kadar yang lebih rendah. Untuk sebagian besar peziarah, perjalanan itu ada dalam kerangka perintah agama. Akan kita lihat di bawah ini bahwa untuk kaum muslimin Uni Soviet, yang selama beberapa dasawarsa dilarang naik haji ke Mekkah, berziarah ke tempat-tempat suci yang terletak di daerah mereka berfungsi sebagai pengganti. Dua motivasi lain dapat dicatat, yang pertama bersifat religius dan mistis, kalau tidak politik, sedangkan yang kedua bersifat praktis. Dalam hal pertama, tokoh- tokoh agama dan orang-orang sufi, baik syekh maupun darwis, terdorong untuk berziarah ke makam seorang wali oleh karena karisma orang yang dimakamkan di situ, apakah dia tokoh historis ataupun tokoh mitis, yaitu: keluarga atau sahabat Nabi Muhammad, ulama terkenal, mubalig atau pahlawan jihad melawan kaum kafir (orang-orang Rusia dan kemudian Soviet), tokoh mistis tanpa ikatan pada tarekat, pendiri tarekat atau syekh besar dari suatu tarekat dan lain-lain. Dalam hal kedua, para pengunjung terdorong berziarah ke suatu makam karena kekuatan magis yang konon dimiliki oleh sang wali: kemampuan untuk memenuhi permohonan, untuk menyembuhkan orang dan sebagainya. Sudah jelas bahwa keputusan untuk berziarah ke makam seorang wali didasari oleh berbagai alasan, tetapi, apapun halnya, selalu diharapkan bantuan wali, atau, lebih tepat, syafaat- nya. Seorang tokoh sufi dari Kaukasus, Omer Ziyauddin Dagistani (1849- 1921) menekankan bahwa fungsi perantara tersebut (syafaat) bertujuan untuk mengantar sesama muslim ke persatuan (wush ūl) dengan Allah, atau paling sedikit untuk mendapatkannya seseorang yang akan menuntunnya
sepanjang perjalanan mistisnya 184 . Itulah pendapat seorang sufi. Tokoh religius lainnya melakukan ziarah sebagai tanda penghormatan dan bukti
iman. Tetapi banyak peziarah lain mengaku terus terang mengharapkan keuntungan materiil dari kunjungan mereka. Bahkan di mata penguasa Soviet, kebodohan dan kekurangan semangat kritis dari orang yang tak berpendidikanlah yang memungkinkan tradisi ziarah ke makam wali-wali berkembang 185 .
184 Ö.Z. Dagïstani (1986, hlm. 176-179). 185 Lih. A. Safarov (1965, hlm. 13).
Turki dan Asia Tengah 421
H. Tanyu telah mencoba membuat daftar dari harapan dan permohonan utama yang diajukan oleh pengunjung makam biasa di wilayah Turki. Daftar tersebut dapat berlaku juga untuk Asia Tengah. Ternyata kebanyakan peziarah tidak mengharapkan bantuan wali untuk kehidupan sesudah mati, melainkan memohon bantuannya dalam hal yang berkaitan dengan peningkatan taraf hidup materiilnya. Beberapa makam konon dapat membantu penyembuhan penyakit fisik atau mental tertentu; ada juga yang membantu mengatasi kemandulan perempuan; yang lain lagi dapat menjadikan kaya, memajukan karir, menemukan kembali benda yang hilang, membantu peziarah menyelesaikan masalah hukum, membantunya mencari pekerjaan, mendatangkan hujan, menyuburkan tanah, menyem- buhkan binatang yang sakit, membuang sial, meramal masa depan, menjauhkan suami dari kecanduan pada alkohol (raki), mendapatkan mobil
dan lain-lain 186 . H. Tanyu menambahkan bahwa perempuan merupakan bagian besar dari peziarah (untuk hal-hal yang menyangkut perkawinan,
kesuburan, kelahiran anak laki-laki, kemakmuran rumah-tangga dan lain- lain) 187 .
Sumbangan yang dipersembahkan kepada wali disebut dengan kata- kata yang berbeda menurut daerah, apakah Asia Tengah atau Turki. Di Asia Tengah, kata yang dipakai adalah istilah Arab n dzir (nazar), sedangkan di Turki yang lazim dipakai adalah istilah Turki adak (dari
adamak 188 : bernazar) . Namun ditemukan juga di Asia Tengah istilah Persia niy z (“niat”), seperti terlihat pada kesaksian seorang sufi Turkistan Timur,
di mana istilah tersebut dipakai untuk hadiah kepada penjaga makam 189 . Baik istilah n dzir (nezir dalam bahasa Turki) maupun istilah niy z juga
dikenal di Turki; kita melihat di atas bahwa jendela makam disebut niy z
H. Tanyu (1967, hlm. 302-303). 187 Idem, hlm. 9. Lih. juga Safarov (1965, hlm. 6, 8-9); I. Özkan (1993, hlm. 730-
740). 188 Lihat pembahasan panjang oleh H. Tanyu mengenai etimologi dan sejarah kedua
istilah ini dalam (1967, hlm. 5-23, 308-310). Lih. juga Golpïnarlï (1977, hlm. 257). 189 Dalam bahasa Parsi, niy z berarti “permohonan/doa”, maka niy zmand adalah
“orang yang memohon”, dan “orang yang memberikan persembahan atau hadiah”. Keturunan seorang wali dengan demikian diberi jabatan khw ja (istilah yang sama dengan syekh atau ish n) dan nadzr-niy zmandlïq (ungkapan yang menggabungkan kedua kata yang di Asia Tengah dipergunakan untuk menerjemahkan pengertian nadar dan persembahan); lih. Hamada (1990a, hlm. 476) dan I. Tursun (ed., 1985, hlm. 493).
Thierry Zarcone
penceresi 190 (jendela nazar) . Persembahan dapat dihaturkan dalam berbagai bentuk (pemberian uang, barang biasa atau benda religius, pakaian,
makanan, binatang korban, dan lain-lain). Di samping daftar permohonan yang diajukan oleh pengunjung makam, H. Tanyu telah membuat juga
daftar dari pemberian-pemberian yang dihaturkan kepada wali sendiri 191 . Pemberian itu ternyata bermacam-macam, dan sering terkait dengan
permohonan di atas. Mengenai korban yang dipersembahkan, domba, sapi dan kambing dibedakan dari ayam jantan dan betina. Tentu saja, pemberian uang semakin lama semakin banyak, yang paling banyak mendatangkan berkah kepada peziarah. Dengan uang, penjaga makam dapat merawat tempat dengan baik dan bahkan dapat menyisihkan imbalan untuk jasanya. Dalam memoarnya, Sadr al-D n ‘Ain (1878-1954), seorang cendekiawan dari Bukhara, mengisahkan dengan detil riwayat seorang ish n (p r) Q dir dari Bukhara pada akhir abad ke-19. Ish n itu memakai uang pemberian peziarah untuk membenahi dan memperbesar makam (qad mg h), yang
juga merupakan tempat tinggalnya 192 . Pemberian uang kini sangat lazim di mana-mana dari Istanbul sampai Tashkent. Di Asia Tengah, kritikus
Marxis bahkan telah sampai mengecam ish n-ish n rakus yang konon pintar mengeruk keuntungan besar dari fungsi “spiritual”-nya 193 .
Praktik-praktik ucapan dan fisik di sekitar tempat keramat juga amat beraneka. Pelayan makam biasanya membaca doa untuk memohon bantuan wali atas permintaan peziarah. Doa-doa itu pada umumnya tak lain daripada surat-surat al-Qur’an, terutama surat pertama, yaitu al-Fatihah,
dan surat ke-36, yaitu surat Y ’s n, yang biasa dibaca untuk orang mati 194 . Ada juga doa-doa khusus untuk seorang wali tertentu, yang dibakukan oleh
berabad-abad praktik ziarah, umpamanya doa yang dibaca di atas makam Haji Bairam di Ankara, “O P r yang mulia, aku telah sampai ke pintumu untuk memohon bantuanmu; anugerahilah aku, berilah aku berkah agar
harapanku terpenuhi...” 195 . Ada kalanya, seperti di Tajikistan, syair berba- hasa Persia-lah yang dibacakan oleh ish n, terutama syair oleh Omar
Khayam 196 .
190 Lih. M.Z. Pakalïn (1983, jil. II, hlm. 703); A. Gölpïnarlï (1963, hlm. 36); B. Tanman (1992, hlm. 134, 139). Mengenai penggunaan istilah nezir dan niy z di
Turki, lihat Golpïnarlï (1977, hlm. 258-259) dan (1963, hlm. 35-36).
H. Tanyu (1967, hlm. 304-306). 192 S. ‘Ayn (1941, hlm. 117-124).
193 Lih. misalnya di Tajikistan, A. Safarov (1965, hlm. 7). 194 Lih. Hasluck (1929, jil. I, hlm. 258); dan rujukan pada surat al-Fatihah dan
Y ’s n dalam indeks karya H. Tanyu (1967). 195 Idem, hlm. 70.
A. Safarov (1965, hlm. 9).
Turki dan Asia Tengah 423
Doa-doa atau ungkapan religius, yang diulang berkali-kali, disertai juga oleh ritus ziarah. Di antara perilaku fisik yang dilakukan di makam, yang paling umum adalah menciumi jirat makam, pintu makam, atau benda apa pun lainnya yang pernah menjadi milik wali; ada juga orang yang menggantungkan kain di pohon-pohon sekitar makam atau di jendela ruang makam; ada yang bertawaf di sekeliling makam (seperti di Mekkah di sekeliling Ka’bah) atau tinggal beberapa waktu atau bahkan bermalam
dalam atau di dekat makam 197 ; dalam hal terakhir ini dapat disebut contoh makam Kurtbab di Ankara, yang dulu, konon, berkhasiat menyembuhkan
anak-anak berwatak keras atau pemberontak; anak-anak itu dikurung dalam makam selama lima menit, sebelum dilakukan ritus lainnya 198 . Kini
kebiasaan pengurungan itu sudah langka.
Akhirulkalam: Ziarah di bawah Serangan Rezim-Rezim Ateis dan Sekuler Abad ke-20