I slam masuk ke negara bagian Bihar pada akhir abad ke-12, dan kini

I slam masuk ke negara bagian Bihar pada akhir abad ke-12, dan kini

kaum muslim merupakan 14% dari penduduknya. Di sana banyak terdapat makam-makam berhias—yang disebut makam keramat atau maz r —dan hal itu menunjukkan bahwa tradisi kewalian amat penting. Enam tarekat besar Islam, yaitu Firdausiyah, Suhrawardiyah, Chistiyah, Q diriyah, Shatt riyah, dan Mad riyah, yang masuk sedikit demi sedikit dan berkembang di sana sejak Abad Pertengahan, telah memberikan corak yang khas kepada praktik ziarah ke makam wali. Makam-makam itu dikelola oleh tarekat, dan wali-wali yang diziarahi di sana pada umumnya adalah tokoh-tokoh besar, baik wali-pejuang dalam perang (mis. Malik Ibrahim Bayyu) atau wali-ulama (mis. Sharaf ud-d n Yahi Maner , Q din A’l Shatt r ), yang datang dari negeri-negeri Islam dan terbukti merupakan figur bersejarah. Namun, di antara semua makam keramat di Bihar, yang paling populer di masyarakat adalah makam seorang wali perempuan abad ke-14, yaitu B b Kam lo dari Kako.

B b Kam lo yang agak aneh, lugu, bersifat membangkang, sangat saleh, tetapi buta huruf, juga dikenal sebagai tukang sihir yang hebat. Seperti umumnya orang-orang yang cenderung mistis, dia menjengkelkan lingkungannya. Menurut legenda, suaminya bosan beristri seorang yang begitu saleh, dan meninggalkannya di tengah malam secara diam-diam. Akan tetapi, setibanya di ujung perjalanan, tahu-tahu dia sudah berada kembali di sisi ranjang istrinya. Adegan itu diulangnya beberapa kali, dan selalu berakhir dengan cara yang sama, hingga dia menarik kesimpulan bahwa istrinya memang sakti, dan dia mengalah. Diceritakan juga bagaimana, ketika api kebakaran mendekati rumahnya, B b Kam lo terus tidur nyenyak. Begitu sampai rumahnya, api mendadak mati secara ajaib.

1 Penulis adalah peneliti senior di Centre national de la recherche scientifique (CNRS), di Pusat Studi India dan Asia Selatan, EHESS, Paris.

262 Catherine Champion

Ungkapan, “Seluruh Kako terbakar, tetapi B b Kam lo tidur nyenyak” menandakan rasa kagum dan sekaligus sindiran bagi wali perempuan ini.

Apa pun reputasinya, jangan dilupakan bahwa B b Kam lo lahir dari keturunan panjang sufi-sufi Bihari tersohor, baik dari tarekat Suhrawardiyah maupun tarekat Firdausiyah. Dari pihak ayahnya, Sulaim n Langar Zamin Suhraward , dia adalah keturunan seorang ahli kalam (teolog) Jerusalem yang termasyhur, yaitu Imam T l Fak h, yang datang ke Maner tahun 1180 untuk mengislamkan Bihar. Dari pihak ibunya, dia adalah keturunan dari kadi Kashgar, P r Jagjot Suhraward , yang datang dari Turkestan Timur ke Bihar pada abad ke-13 dalam rangka dakwah Islam, dan terkenal karena konon mampu menyembuhkan penyakit- penyakit yang tak terobati. B b Kam lo juga saudara sepupu dari beberapa wali terkenal (Ahmad Ciram Push Suhraward dan Sharaf ud-D n Yahi Maner Firdaus ), tambahan lagi dia adalah ibu dari seorang wali Suhraward (yaitu Husain Gar b Dhukka P ūsh) yang dikeramatkan di Tajpur, distrik Purnea.

Makam B b Kam lo terletak di Desa Kako (distrik Jahanabad), dan, seperti banyak makam keramat lainnya, dibangun di ketinggian dan di tempat yang sebelumnya dipergunakan untuk praktik religius lokal Hindu. Pertama, danau yang berada di bawahnya konon dibuat oleh Kaikeyi (istri prabu Dasaratha dalam Ramayana); hal itu mengaitkannya dengan wiracerita Ramayana, dan secara lebih umum, dengan tradisi Wisnu. Kedua, di lokasi itu para arkeolog Inggris telah menemukan sebuah arca Buddha. Hal itu menunjukkan pernah ada satu biara Buddha di lokasi makam itu. Legenda tentang pendirian makam mengisahkan perjuangan

B b Kam o untuk menguasai lokasi tempat di mana makam dibangun. Jelaslah Islam telah mengambil alih tempat kepercayaan lama yang ada sebelumnya.

Kepala kaum Buddhis di Kako, bernama Kanaka, merasa terganggu dengan adanya seorang wali perempuan yang tinggal di tempat itu. Untuk mengusirnya dia mengirimkan persembahan yang khas: daging tikus. Saat

B b Kam lo mau mencoba hidangan itu, tikus-tikus itu tiba-tiba hidup. Untuk membalas penghinaan ini, B b Kam lo mengutuk Kanaka dan seluruh dinastinya. Beberapa waktu kemudian, raja dan keluarganya dibunuh oleh penduduk kotanya sendiri.

Islam beraliran sufi di India kerap menerima praktik-praktik sinkretis, namun tarekat Suhrawardiyah berbeda, tidak memperlihatkan tanda-tanda akulturasi budaya lokal sama sekali. Cukuplah diingat bagaimana salah seorang tokoh yang paling terkenal dari tarekat ini, yaitu Ahmad Ciram Push, pernah berkeliling India dengan berbaju dari kulit sapi! Tidak ada satu pun rohaniwan Hindu yang diperkenankan masuk makam Kako ini,

Wali Perempuan di India: B b Kam lo di Kako 263

seperti sering terjadi di makam wali lainnya. Cerita tentang asal mula makam ini pada galibnya adalah cerita pengusiran, dan tidak ada gejala mengakui sebagian aturan (terutama hierarki) agama Hindu, seperti misalnya yang terjadi pada kaum Shatt ri. Meskipun demikian, masih tersisa berbagai tradisi yang dipinjam dari agama Hindu, dan tradisi itu terutama nampak pada acara ziarah pada wali perempuan ini. Pada gerbang masuk makam misalnya, nama B b Kam lo tidak hanya ditulis dalam bahasa Urdu, tetapi juga dengan huruf Dewanagari. Di luar makam, ada toko kecil yang menjual berbagai barang yang diperlukan untuk upacara: air mawar (gul bjal) tradisional, yang kemudian dipercikkan oleh peziarah ke makam B b Kam lo; dupa (agarbatt ) dan berbagai manisan yang disebut pras d, nama Hindu untuk berkat yang didapatkan dari Tuhan. Berkah itu dilambangkan di sini dengan “makanan” kecil yang diberikan kepada peziarah sebagai imbalan bagi pemberian yang telah dia persem- bahkan.

Bentuk ritus yang ada di Kako agak berbeda dengan makam-makam lainnya. Di sini bukan benda peninggalan wali sendiri yang dijadikan tujuan ziarah, melainkan satu inskripsi di dekat makam. Inskripsi itu berada di atas tembok bata berlubang-lubang yang mengelilingi makam, dan berisi nama orang yang menyuruh makam itu dibangun, yakni Ahmad Husain, serta teks dalam bentuk syair Arab dan Parsi yang berbunyi:

Dia yang melayani para wali, akan ditemani para malaikat. Dia yang hidup di istana yang megah, Akan menjadi abu. Malaikat Allah berkata kepada kita setiap hari: “Dia yang telah lahir pasti akan mati, Apa yang dibangun pasti akan hancur”.

Kekuatan positif dari inskripsi ini, ditambah kepribadian ganda B b Kam lo, yaitu sebagai orang lugu dan sekaligus tukang sihir yang hebat, tentunya menjadikan makam ini sangat cocok sebagai tempat mencari pengobatan. Fungsi itu memang umum pada makam-makam keramat Islam. Jika beberapa di antaranya mengkhususkan diri untuk penanganan kemandulan, pengobatan penyakit anak-anak, atau memberi perlindungan untuk para musafir, maka fungsi makam keramat Kako pada dasarnya adalah mengusir setan dan menyembuhkan penyakit jiwa. Kebanyakan peziarah adalah orang perempuan dari kasta rendah, yang terserang penyakit berat atau yang mengalami depresi akut; orang-orang itu mengeluh bahwa mereka diganggu oleh hantu atau makhluk jahat lainnya seperti jin atau bh ūt (orang-orang yang telah mati mendadak dan arwahnya kembali untuk menganggu orang yang masih hidup). Tangisan dan ratapan

264 Catherine Champion

berkumandang pada tembok-tembok makam; hal itu memberi kesan penderitaan, kesan yang amat berbeda dari yang biasa kita dapatkan bila mengunjungi makam-makam wali lainnya. Perempuan Hindu pun, terutama mereka yang harapan penyembuhannya belum terlaksana, juga mengun- jungi makam ini sebagai tumpuan harapan yang terakhir. Lamanya pengobatan ideal konon adalah 21 hari, tetapi beberapa pengunjung perempuan dapat tinggal di situ hingga 40 hari.

Berbeda dengan kebanyakan makam keramat di Bihar, yang hanya dilayani oleh segelintir orang, di sini satu tim lengkap pelayan keagamaan melayani kebutuhan peziarah B b Kam lo. P r Suhraward , yang bermukim di Jahanabad, datang setiap hari untuk mengawasi acara ritual dan memberkahi para pengunjung. Oleh karena orang suci merangkap pem- besar itu amat terbatas waktu luangnya, para peziarah hanya diberi beberapa menit, sesuai aturan, untuk memohon berkahnya yang mujarab itu. Oleh karena alasan itu dibutuhkan pembantu khusus lainnya. Fakir- fakir pengelana dari berbagai tarekat, yang tinggal di sekitar makam, tetapi yang dianggap berpengaruh positif, menjual berbagai jimat kepada para pengunjung dan, setelah diberi sedekah ala kadarnya, mengisahkan pengalaman dan ajaran wali-wali setempat serta wali-wali Islam awal seperti Abdul Q dir J l n , H tim T ’ , Kw ja Khidlir, atau Ibr him bin Adham. Apabila perlu, mereka diiringi pegelaran musik mistis yang dimainkan oleh qavv l (qaww l ) ahli musik tradisional atau setengah tradisional. Akan tetapi, sebagian besar dari tugas pelayanan ziarah dan pengobatan para pengunjung dilakukan oleh para muj vir (para penjaga makam yang “hidup dekat wali” dan bermukim di kompleks makam).

Pengobatan berupa pengusiran makhluk yang merasuki peziarah atau yang “mengontrol kepalanya” (sirv l ), dilakukan dalam dua fase. Pertama muj vir mengajukan pertanyaan-pertanyaan pendahuluan agar setan pengganggu itu bisa diidentifikasi. Dia langsung berbicara kepadanya:

Siapa kau? Apakah kau beragama Hindu atau Islam? Apakah kau seorang jin? Atau seorang kirat (sejenis setan yang menghantui kuburan)? Seorang dev (iblis)? Seorang dev (arwah seorang gadis yang meninggal sebelum nikah)? Seorang curail (perempuan yang meninggal waktu melahirkan)? Seorang bh ūt (arwah seseorang yang meninggal sebelum waktunya)? Seorang par (peri)? Apakah kau arwah seorang petapa Hindu yang mati secara tak wajar? Di mana kau tinggal? Mengapa kau menganggu orang ini? Apa yang kau harapkan dari kami dan bagaimana kami dapat membuatmu pergi?

Wali Perempuan di India: B b Kam lo di Kako 265

Toko di jalan masuk makam yang menjual berbagai keperluan untuk ziarah, seperti dupa, air mawar, manisan, minyak...

Di depan gerbang masuk ke makam nampak seorang mujâvir (juru kunci) dan beberapa peziarah perempuan. Rambut salah satu perempuan itu terurai sebagai tanda kesedihan.

266 Catherine Champion

Setan Hindu akan cenderung cepat melepaskan mangsanya apabila diancam dengan pencemaran. Selama fase itu, si peziarah yang makin “panas”, bergoyang-goyang semakin keras, sambil mengeluh atau ber- nyanyi. Kemudian dia mengoleskan inskripsi di tembok yang tersebut di atas dengan sejenis minyak yang telah dia beli di tempat, lalu mengolesi tubuhnya dengan (sisa) minyak itu, dan dia mengulangi hal ini tiga kali sehari. Praktik ini segera menimbulkan pertolongan dari B b Kam lo dan membuat pasien dapat berbicara. Melalui mulut pasien yang berkomat- kamit itu, B b Kam lo memanggil makhluk jahat yang merasukinya dan menyuruhnya meninggalkan tubuh itu; apabila menolak, makhluk itu diancam dijadikan korban sihir B b Kam lo sendiri (j d ū atau sehr). Dengan demikian, tidak perlu lagi mencari bantuan dukun untuk mengusir makhluk yang jahat.

Kita tahu bahwa orang Islam India memang biasa memakai minyak cendana untuk melumuri makam wali-wali mereka sebelum dioleskan, dan seperti lazimnya orang Hindu, juga pada tubuh orang yang sakit atau kerasukan, katanya untuk “menyegarkan” mereka. Praktik itu agak mirip pengunaan minyak pada prosedur ritus pengobatan di Kako. Pemujaan terhadap inskripsi dapat juga dibandingkan dengan peranan yang diberikan dalam tradisi Islam pada pemilikan atau persentuhan piala-piala magis, yang bertuliskan ayat-ayat al-Qur’an atau nama-nama Illahi, dan dianggap memiliki khasiat mujarab. Orang Bihar beragama Hindu pun tampaknya tertarik juga oleh kemujaraban tulisan-tulisan berbahasa Arab atau Parsi. Salah satu inskripsi Arab/Parsi itu, bertanggal 1346, terdapat di candi Bediban; inskripsi itu sering juga diolesi minyak atau gh (mentega cair) dan dipuja atas nama Bhagv n k caran pad (tapak kaki dewa).

Selama tinggal di makam, peziarah—yang mayoritas perempuan— yang ingin pengobatannya berhasil, harus mengambil bagian dalam berbagai ritus tambahan, seperti menyembah di depan makam, merangkul- nya, menyapu daerah sekelilingnya dan meraba kain yang menyelu- bunginya. Peziarah juga harus minum air mawar dua kali sehari, menyalakan dupa, mempersembahkan manisan ritual (mal d ) dan mem- berikan imbalan pada pelayan makam.

Kalau dilihat dalam rangka keseluruhan tarekat yang ada di Bihar, tentu saja tarekat Suhrawardiyah sudah kehilangan banyak pengaruhnya. Pada Abad Pertengahan, Suhrawardiyah pernah pudar pamornya dibandingkan tarekat seperti Shatt riyah dan Firdausiyah, yang karya sastra dan pengaruh spiritualnya jauh mengunggulinya. Kini Suhrawardiyah juga kalah terhadap tarekat seperti Q diriyah. Kelompok ini memiliki satu tempat ziarah di Phulvarisharif, lengkap dengan pondok (kh nq h) dan satu perpustakaan besar, cocok untuk tujuan-tujuan intelektual maupun

Wali Perempuan di India: B b Kam lo di Kako 267

untuk praktik-praktik esoteris (seperti penafsiran mimpi, Ta’b r-i-Roya, guna-guna dan mantra, afs ūn). Tarekat ini juga disaingi oleh kelompok Madariyah, yang menghormati wali Sy h Mad r dari Suriah dan muridnya Sy h Jaman, yang praktik ritual yang dijalankan fakir-fakirnya amat mempesona. Kelompok Madari juga melayani orang sakit dan kerasukan setan.

Walaupun Suhrawardiyah telah mengalami kemunduran, tempat ziarahnya di Kako tetap sangat ramai dikunjungi orang. Ketika para pem- besar Islam dan Hindu sama-sama mengambil bagian pada perayaan makam-makam keramat besar, seperti makam keramat Q din A’l Shatt r di Vaishali, rakyat berkasta rendah, baik Hindu maupun Islam, sama-sama mencari perlindungan B b Kam lo. Putri orang Yerusalem dan Kashgar itu

sejak abad ke-14 menjadi pelindung Bihar 2 .

2 Amat sulitlah menetapkan tahun-tahun hidupnya B b Kam lo serta garis keturunannya secara pasti. Menurut tradisi, wali-wali besar hidup 100 sampai 120

tahun, dan informasi tentang mereka penuh kontradiksi. Tampaknya B b Kam lo adalah cucu dan bukan anak dari P r Jagjot, berbeda dengan apa yang umum dikatakan oleh para sejarawan. Kakeknya konon wafat tahun 1266 dan anaknya pada tahun 1490, suatu jangka waktu yang terlalu besar! Apa pun kenyataan historisnya, B b Kam lo jelas terdapat pada persimpangan dua garis keturunan yang termasyhur. Kendatipun kita masih ragu-ragu apakah dia tokoh abad ke-13 atau ke-14, keberadaan historisnya tidak dapat diragukan (seperti juga kebanyakan wali di Bihar). Contoh ini menunjukkan bahwa sering terdapat hubungan keluarga yang erat, diperkuat oleh perkawinan, antara anggota berbagai tarekat. Dengan beberapa perkecualian yang kecil jumlahnya (misalnya Anjan P r, “wali tak dikenal”, atau P r Pahar, “wali bukit”), para wali di Bihar bukanlah tokoh mitis atau petapa yang hidup terpisah dari masyarakat, tetapi tokoh yang memainkan peran historis dan yang menjadi anggota tarekat-tarekat tertentu.

268 Catherine Champion