Tipologi Wali

Tipologi Wali

Perbedaan-perbedaan antara para wali juga ada dalam kepribadian mereka, dalam realitas historis mereka, baik yang nyata maupun yang direka.

13 Kubah sekecil apa pun secara tradisional merupakan pertanda keberadaan wali, sehingga istilah qubbah menjadi istilah yang dipakai untuk makam itu sendiri,

namun wali-wali baru bisa saja dimakamkan di bawah atap datar.

Catherine Mayeur-Jaouen

Dengan demikian dapatlah digambarkan sebuah tipologi yang sesungguh- nya dari wali-wali di Mesir.

Keluarga Nabi Muhammad merupakan sumber besar wali-wali yang memang banyak di Mesir, terutama di Kairo. Husain, Zainab, Nafisa,

F thimah al-Nabawiyah, ‘A’isyah, Hasan al-Anw r, Sak nah, ‘Ali Zain al- ‘Abid n, dan banyak lagi yang lain tetap sangat dihormati. Sebagai keluarga Nabi Muhammad, mereka meneruskan berkahnya. Lagi pula banyak wali yang telah memperoleh penghormatan besar dari masyarakat masih ditingkatkan lagi status kesuciannya dengan mendapatkan silsilah keturunan syarif. Serangkaian tulisan populer senantiasa memberikan

daftar para Ahlulbait yang dihormati di Mesir 14 . Para penakluk Arab diberi predikat yang digambarkan dengan sifat-

sifat kepahlawan dalam manakibnya dan dikaitkan sedekat mungkin dengan Nabi Muhammad. Dapat saja orang mengira bahwa daftar para wali itu sudah lama tamat, dan ini bisa dimengerti karena penaklukan itu telah lama selesai. Namun ternyata ada saja makam-makam penakluk Arab yang masih terus “ditemukan” sebagai hasil dari semangat penghormatan umat, seperti yang baru-baru ini terjadi di Desa Awl d Thu‘aimah di Daqahliyah. Para sufi anggota berbagai tarekat adalah tipe wali yang lebih umum lagi, dan wali dari kelompok itu terus bermunculan. Di antaranya ada pendiri tarekat (Badawi, Sy dzil , Dis ūq ), penerus dari pendiri (‘Abd al-‘ l untuk Badawi dan Ab ū l-‘Abb s al-Murs untuk Sy dzil ), pembaharu dari suatu cabang yang kemudian menjadi otonom (Bayy ūm ) atau hanya syekh dari tarekat yang bersangkutan pada zaman tertentu. Banyak syekh dari tarekat Sy dziliyah dihormati di Mesir, seperti misalnya Muhammad al-Hanaf (wafat 1443) yang dimakamkan di Kairo. Meskipun tradisi tarekat berpengaruh luas di suatu daerah, dan seorang wali adalah anggota dari tarekat itu, tidak tertutup kemungkinan bahwa wali yang bersangkutan dihormati baik oleh anggota-anggota tarekat lainnya maupun oleh peziarah yang tidak terkait dengan tarekat apa pun: seorang pengikut tarekat Sy dziliyah tidak akan segan-segan mengunjungi makam Badawi, pendiri tarekat Ahmadiyah, yang juga dikunjungi oleh banyak orang Mesir yang sama sekali awam dalam hal aliran sufi. Wali-wali Mesir adalah wali “terbuka” dan jumlah peziarah wali-wali di Mesir jauh melampaui lingkungan sufi dari tarekat-tarekat yang ada.

14 Untuk masa menjelang abad ke-20 dapat dikutip karya Al-Sayyid Mu’min b. Hasan al-Shiblanj (1873), yang banyak ditiru kemudian, misalnya oleh Ahmad

Ab ū K f (1980).

Mesir 105

Peta Mesir, dengan lokasi tempat-tempat yang disebutkan.

Catherine Mayeur-Jaouen

Daftar panjang dari wali pelindung tarekat terus bertambah panjang: banyak wali dari abad ke-20 kini termasuk dalam kategori yang ber-

kembang itu 15 . Rantai yang tak putus-putusnya antara guru dan murid, kadang-kadang diperkuat lagi dengan hubungan ayah-anak, lama kelamaan

membentuk semacam dinasti keluarga wali. Para wali dari lingkungan ahli fikih sesungguhnya lebih sering ditemukan daripada yang diduga sebelumnya, melihat tradisi pertentangan (yang kadang-kadang dilebih-lebihkan) antara para sufi dan para ahli fikih. Di antara wali dari golongan ini, yang paling terkemuka adalah Imam Syafii, yang makamnya ramai diziarahi di Kairo, dalam makamnya yang

tersohor 16 . Di antara wali-wali yang baru, terdapat banyak ulama dari Universitas Al-Azhar, terutama pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-

20. Kadang-kadang para pengikut seorang wali yang kurang tinggi tingkat pendidikannya akan menyulap wali tersebut sebagai lulusan Al-Azhar, karena pengetahuan tentang ilmu agama tetap merupakan salah satu dasar untuk mencapai status wali.

Wali pelindung desa adalah tipe wali yang paling umum, tetapi juga yang paling tidak dikenal asal-usulnya. Acap kali sang walilah yang mem- berikan namanya kepada desa yang bersangkutan, dan hal itu terjadi sampai baru-baru ini. Bahkan dalam beberapa kasus kita dapat mengetahui tanggal dari perubahan nama itu: di daerah Gharbiyah, Desa Abu Tur diperkenankan berubah nama menjadi Abu Masyh ūr pada tahun 1932, sebagai penghormatan atas wali pelindungnya, Syekh ‘Ali Abu Masyh ūr. Desa Mansyiyaht al-Badaw di daerah Gharbiyah dahulu dikenal dengan nama Mit al-‘Ajil; perubahan diadakan pada tahun 1932 sebagai tanda

penghormatan atas Badaw 17 . Baru-baru ini, Muhammad Ridlw n, yang wafat tahun 1968, mewariskan namanya pada Desa Ridlw niyah, di dekat

Luxor. Banyak di antara wali-wali ini adalah zahid (petapa), yang sering bisa juga kesurupan; mereka dikenal sebagai majedub (majdz ūb, jamak maj dzib ), dan di antaranya terdapat baik orang-orang yang betul-betul dungu maupun petapa yang memiliki karisma yang nyata. Tipe tokoh-tokoh seperti itu terus menghasilkan wali-wali baru pada era Mesir modern.

15 Contoh yang khas adalah Salam b. Hasan Salama, pendiri tarekat Hamidiyah Sy dziliyah, yang diteliti dalam studi M. Gilsenan (1973) yang kini sudah menjadi

klasik.

16 Buku Sayyid ‘Uwais (1978) tentang surat-surat yang dialamatkan pada imam Syafii merupakan suatu kesaksian yang luar biasa tentang ziarah kubur di Mesir

kontemporer. 17 Muhammad Ramzi (1958, jil. II, hlm. 91).

Mesir 107

Demikianlah misalnya Muhammad Ramadan (1866-1947) yang dimasuk- kan ke rumah sakit jiwa oleh keluarganya sendiri karena dianggap gila namun lalu diangkat sebagai wali oleh penduduk suatu desa di daerah Delta Sungai Nil, dekat Kafr al-Zayyat. Muhammad al-‘Askari, yang wafat tahun 1978 dan yang perayaan hari lahirnya saat ini merupakan salah satu tujuan ziarah utama di kawasan Delta Sungai Nil, juga termasuk dalam kategori wali seperti itu, yang selain menjadi pelawan arus misterius; juga tidak peduli tentang rasa malu dan tata krama yang berlaku.

Tetapi kenangan tentang legenda para wali sering pula hilang: yang tinggal hanyalah sebuah nama atau sebuah tempat, yang bisa surut atau bahkan lenyap, tetapi bisa juga muncul kembali secara tak terduga. Para wali muncul dan menghilang seperti halnya manusia biasa, mereka mengikuti siklus hidup dan mati, dan mereka mempunyai alasan gaib kenapa ritus ziarah mereka semarak atau sebaliknya lenyap. Tinggallah kita menulis sejarah dari ziarah kubur wali-wali, tergantung pada pasang surutnya semangat rakyat.