Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka Penurunan kerentanan terhadap bencana, melalui:

7-29 7.5.4 Penanggulangan Bencana Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia setelah Amerika Serikat; dan lebih dari 50 persen jumlah penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa. Jumlah penduduk miskin di Indonesia diwakili Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur sehingga potensi kerentanan sosial terhadap kejadian bencana sangat tinggi di Pulau Jawa, dibandingkan pulau-pulau lainnya. Berdasarkan data dari BNPB, bencana alam yang paling dominan berpotensi terjadi di Wilayah Jawa-Bali adalah banjir, tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung api, tsunami. Tingginya risiko bencana alam di wilayah Jawa-Bali dapat disebabkan tingkat ancaman yang tinggi, potensi jumlah penduduk terpapar tinggi dan potensi kerugian ekonomi tinggi, mengingat karakteristik demografi dan pertumbuhan di Jawa-Bali yang lebih tinggi dibandingkan pulau-pulau lainnya. Disamping itu, kapasitas penanggulangan bencana yang belum merata, baik kelembagaan, peringatan dini, mitigasi maupun kesiapsiagaan menghadapi bencana. Berdasarkan DIBI yang merekam kejadian bencana tahun 1815-2014 untuk berbagai kejadian bencana di Pulau Jawa-Bali telah mengakibatkan 93.482 orang meninggal dunia, 207.969 orang luka-luka, 2.841 orang hilang, 4.966.943 orang mengungsi dan 506.643 rumah hancurrusak. Untuk mendukung keberlanjutan pembangunan dan meminimalisir dampak bencana di masa mendatang, maka arah kebijakan penanggulangan bencana di wilayah Jawa-Bali adalah mengurangi risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat terhadap bencana. Strategi penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana adalah sebagai berikut:

1. Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka

pembangunan berkelanjutan, melalui: a. Pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana melalui penyusunan kajian dan peta risiko skala 1:50.000 pada kabupaten sasaran dan skala 1:25.000 untuk kota sasaran; b. Pemanfaatan kajian dan peta risiko dalam penyusunan dan review RTRW ProvinsiKabupatenKota; c. Penyusunan Rencana Penanggulangan RPB Bencana KabKota dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana RAD PRB berdasarkan kajian dan peta risiko bencana dan menjadi masukan dalam penyusunan RPJMD KabKota; d. Harmonisasi kebijakan dan regulasi penanggulangan bencana di pusat dan daerah; 7-30 e. Penyusunan rencana kontinjensi pada kabupatenkota sasaran sebagai panduan kesiapsiagaan dan operasi tanggap darurat dalam menghadapi bencana banjir, gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api; f. Internalisasi Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu RPDAST yang sudah disahkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.

2. Penurunan kerentanan terhadap bencana, melalui:

a. Mendorong dan menumbuhkan budaya sadar bencana serta meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan; b. Peningkatan sosialisasi dan diseminasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat baik melalui media cetak, radio dan televisi kepada masyarakat di kabupatenkota risiko tinggi; c. Meningkatkan kerjasama dengan mitra pembangunan, OMS dan dunia usaha untuk mengurangi kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat; d. Peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah pasca bencana, melalui percepatan penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pasca bencana alam; e. Pemeliharaan dan penataan lingkungan disekitar daerah aliran sungai DAS Ciliwung, Citarum, Bengawan Solo, Cisadane dan daerah rawan bencana alam lainnya; f. Membangun dan menumbuhkan kearifan lokal dalam membangun dan mitigasi bencana.

3. Peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan