8-36 Meranti, penyebrangan Dumai - Tanjung Beruas Malaka, dan
Tanjung Medang - Tanjung Bruas Malaka serta konektivitasnya dengan sistem transportasi laut nasional dan internasional;
b. Mengembangkan angkutan penyebrangan
c. Mengembangkan dermaga keperintisan pada pulau-pulau kecil
terluar berpenduduk di Kepulauan Anambas, Natuna, Tambelan, dan Pulau-Pulau kecil terluar lainnya untuk Provinsi Aceh, agar
dilakukan pengembangan pelabuhan Sabang dan Pengembangan di Pulau Laut, Pulau Sumbi, dan Pulau Serasak pada Provinsi
Kepulauan Riau;
d. Menyediakan moda keperintisan laut di kawasan perbatasan
terutama di Provinsi Riau Kabupaten Rokan Hilir Gugusan Pulau ArwahBatu Mandi, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis
Pulau Rupat dan Kabupaten Kepulauan Meranti; e.
Menjamin ketersedian logistik, khususnya untuk pulau-pulau kecil terluar berpenduduk;
f. Pembangunan jalan non status pembuka akses menuju kampung,
desa-desa di Kecamatan Lokasi Prioritas Lokpri; g.
Meningkatkan konektivitas dengan membangun sistem jaringan jalan lokal di Kecamatan Lokasi Prioritas Lokpri dan antar
Lokpri yang saling terhubung dengan pusat kegiatan ekonomi; h.
Mengembangkan pelayanan transportasi udara internasional dan nasional, khususnya di PKSN Ranai, PKSN Dumai, dan Anambas
khususnya di Provinsi Aceh agar dilakukan pengembangan Bandara Maimun Shaleh;
i. Menyediakan infrastruktur dasar kewilayahan terutama jalan,
listrik, terbarukan maupun non terbarukan, air bersih, dan telekomunikasi yang berdaulat di Kecamatan Lokasi Prioritas
Lokpri.
4. Penguatan Kemampuan SDM dan Iptek
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia SDM berdaya saing agar mampu mengelola sumber daya alam di kawasan perbatasan
darat dan laut, mampu melakukan aktivitas perdagangan dengan negara tetangga dan turut mendukung upaya peningkatan
kedaulatan negara dengan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Iptek yang berkualitas, dilakukan dengan:
a.
Mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan kejuruan dan keterampilan berbasis sumberdaya
lokal kelautan, pertanian, perkebunan, perikanan, dan
pertambangan di kawasan perbatasan Riau dan Kepulauan Riau; b.
Meningkatkan akses pelayanan sosial dasar pendidikan dan kesehatan di kawasan perbatasan negara, termasuk pulau-pulau
kecil terluar berpenduduk dengan penyedian sarana dan
8-37 prasarana sesuai karakteristik geografis wilayah sekolah
berasrama, transportasi perairan antar jemput sekolah, poskesdes, mobile clinic;
c. Menyediakan tenaga pendidikan dan kesehatan yang handal serta
penyedian insentif, serta sarana prasarana penunjang yang memadai, khususnya di pulau-pulau kecil terluar berpenduduk
terutama rumah guru, fasilitas telekomunikasi dan informasi bagi guru;
d. Meningkatkan kapasitas aparatur wilayah perbatasan melalui
penerapan kebijakan wajib tugas belajar dan pelatihan teknis, agar diperoleh sumberdaya aparatur yang memiliki kemampuan
dan merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan dan pelayanan yang diperlukan oleh masyarakat perbatasan;
e. Mengembangkan teknologi tepat guna dalam menunjang
pengelolaan sumber daya alampotensi energi baru dan terbarukan lokal di kawasan perbatasan.
5. Penguatan Regulasi dan Insentif
Dalam upaya mendukung pengembangan kawasan perbatasan negara, diperlukan harmonisasi regulasi sebagai berikut:
a. Akses masyarakat perbatasan yang tinggal di kawasan lindung
untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, serta untuk kemudahan pembangunan infrastruktur yang melalui
hutan lindung; b.
Regulasi pengelolaan lintas batas; c.
Regulasi Perdagangan lintas batas Perjanjian kerjasama antara RI- Malaysia,
RI-Singapura, maupun
RI-Vietnam dalam
pengembangan kawasan perbatasan negara; d.
Regulasi untuk memberikan kewenangan yang lebih luas asimetrik kepada Pemerintah Pusat untuk menyediakan sumber
daya air, pengelolaan jalan non status, dan pelayanan pendidikan dan kesehatan di kawasan perbatasan dan pulau-pulau kecil
terluar;
e. Penciptaan iklim investasi yang kondusif di kawasan perbatasan;
f. Pembagian kewenangan atau urusan antar jenjang pemerintah:
pusat, provinsi, dan kabupatenkota dalam pengelolaan kawasan perbatasan;
g. Kelembagaan pengelola perbatasan yang memiliki otoritas penuh
untuk mengelola pos-pos lintas batas negara; h.
Pemberian kewenangan khusus bagi pemerintahan kecamatan di wilayah perbatasan Lokpri dalam bentuk desentralisasi
asimetrik dengan penetapan daerah khusus untuk akselerasi pembangunan dan efektivitas peningkatan kualitas pelayanan
publik;
8-38 i.
Penyusunan Rencana Tata Ruang termasuk Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan di Kepulauan Riau dan Riau.
j.
Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan Kawasan Perbatasan
Tahun 2015-2019
menjadi acuan
bagi KementerianLembaga
dan Pemerintahan
Daerah dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan negara.
TABEL 8.9 DAFTAR LOKASI PRIORITAS PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN
WILAYAH PULAU SUMATERA No.
KotaKabupaten Kecamatan Lokasi Prioritas
1 Sabang
Sukakarya 2
Serdang Berdagai Tanjung Beringin
3 Rokan Hilir
Pasirlimau Kapuas; Sinaboi 4
Bengkalis Bukit Batu, Bantan, Rupat Utara, Rupat,
Bengkalis 5
Indragiri Hilir Pulau Burung; Tanah Merang; Gaung Anak
Serka; Kateman; 6
Kepulauan Meranti Merbau, Rangsang, Pulau Merbau, Tasik Putri
Uyu, Rangsang Barat, Rangsang Pesisir 7
Dumai Dumai, Dumai Timur, Dumai Barat, Sungai
Sembilan, Medang Kampa 8
Pelalawan Kuala Kampar
9 Natuna
Bunguran Timur, Serasan, Bunguran Barat, Midai, Pulau Laut, Subi, Serasan Timur,
Bunguran Utara 10
Kep. Anambas Jemaja, Jemaja Timur, Palmatak, Siantan
11 Kota Batam
Belakang Padang, Batam Kota, Bulang, Sekupang, Lubuk Raja, Nongsa, Batu Ampar,
Batu Aji 12
Bintan Bintan Utara, Tambelan, Bintan Pesisir, Teluk
Sebong, Gunung Kijang 13
Karimun Kundur, Meral, Moro, Unggar, Meral Barat,
Tebing
Sumber : Bappenas, 2014
8 -39
GAMBAR 8.4. PETA SEBARAN LOKASI PRIORITAS LOKPRI KAWASAN PERBATASAN
WILAYAH SUMATERA 2015-2019
8-40
8.5.4. Penanggulangan Bencana
Pada umumnya PKN, PKW dan PKSN di Wilayah Sumatera memiliki risiko tinggi terhadap bencana. Potensi ancaman bencana yang
dominan terjadi di Wilayah Sumatera adalah banjir, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan gunung api dan kebakaran hutan dan
lahan.
Risiko bencana alam yang tinggi di wilayah Sumatera disebabkan oleh tingginya ancaman bencana, potensi jumlah penduduk terpapar
tinggi dan kerugian ekonomi yang tinggi. Kemudian, kapasitas kelembagaan, peringatan dini, mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi
bencana belum memadai. Berdasarkan DIBI yang merekam kejadian bencana tahun 1815-2014, berbagai kejadian bencana di Pulau Sumatera
telah mengakibatkan 176.581 orang meninggal dunia, 63.041 orang luka- luka, 6.984 orang hilang, 2.129.726 orang mengungsi dan 460.531 rumah
hancurrusak.
Memperhatikan kondisi
diatas, maka
arah kebijakan
penanggulangan bencana di wilayah Sumatera adalah mengurangi indeks risiko
bencana pada
pusat-pusat pertumbuhan
wilayah dan
meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat terhadap bencana, yang dapat dilakukan melalui strategi:
1. Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka
pembangunan berkelanjutan, melalui:
a. Mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam
pembangunan sektoral dan wilayah; b.
Pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana melalui penyusunan kajian dan peta risiko skala 1:50.000 pada 15
kabupaten sasaran dan skala 1:25.000 di 6 kota sasaran; c.
Integrasi kajian dan peta risiko dalam penyusunan dan review RTRW ProvinsiKabupatenKota.
d. Pemanfaatan kajian dan peta risiko bagi penyusunan Rencana
Penanggulangan RPB Bencana KabKota dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana RAD PRB, di 21
KabupatenKota dan menjadi masukan untuk penyusunan RPJMD KabKota.
e. Harmonisasi kebijakan dan regulasi penanggulangan bencana di
pusat dan daerah.
8-41
2. Penurunan kerentanan terhadap bencana, melalui: