4-26 pengelolaan pariwisata, perikanan, dan peternakan. Strategi ini
meliputi aspek peraturan perundangan, tata kelola, SDM, rumusan dokumen kebijakan, dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi IPTEK. Prioritas program untuk mendukung strategi ini adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan kualitas aparatur daerah khususnya pada pemenuhan
SPM pada bidang pendidikan, kesehatan, listrik, informasi, dan telekomunikasi di daerah tertinggal dari aspek perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian; dan
b. Pengembangan pusat informasi pemasaran serta teknologi,
pendidikan, pelatihan, pengembangan SDM pelaku usaha untuk menunjang pengembangan usaha khususnya sektor pariwisata,
perikanan laut, dan subsektor perikanan laut;
c. Peningkatan kompetensi guru di daerah tertinggal melalui
pelatihan; d.
Pengembangan sekolah kejuruan dan politeknik; e.
Pembinaan dan pengembangan ketenagalistrikan; f.
Pengembangan Balai Pelatihan Kerja dan Kewirausahaan; g.
Pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat berbasis pengembangan pariwisata, perikanan, dan peternakan.
5. Penguatan Regulasi dan Insentif
Dalam upaya mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal, bentuk afirmasi yang lebih nyata dan konkrit dilakukan dengan
evaluasi terhadap harmonisasi regulasi untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pengelolaan hasil bumi dan energi melalui
pelaksanaan prioritas program sebagai berikut: a.
Penyusunan Strategi Daerah tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal;
b. Penyusunan rencana induk dan rencana aksi pengembangan
ekonomi berbasis pada agroindustri peternakan dan perikanan laut secara terpadu;
c. Penyusunan rencana induk dan rencana aksi pengembangan
pariwisata baik wisata bahari dan sosial budaya. d.
Harmonisasi kebijakan, program, dan kegiatan daerah untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal;
e. Pengaturan dan pengelolaan hak ulayat;
f. Koordinasi dan sinkronisasi antara pemerintah dengan pemerintah
daerah, antar-SKPD
dalam penyelenggaraan
program pembangunan di daerah;
4-27 g.
Pemberian insentif untuk pihak swasta dalam proses pengembangan usaha di daerah tertinggal;
h. Tunjangan khusus penyuluh pertanian.
6. Pembinaan Daerah Tertinggal Terentaskan
Pembinaan daerah tertinggal yang terentaskan melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan
kapasitas SDM.
7. Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Transmigrasi
Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah. Dalam proses
pembangunan kedepan, diharapkan kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan baru dapat mendukung upaya percepatan
pembangunan daerah tertinggal dan pengembangan kawasan perdesaan.
Pada periode RPJMN 2010-2014 wilayah Nusa Tenggara terdiri dari 2 provinsi dengan total 32 kabupatenkota, dimana 78,12 persen
atau 25 kabupaten masuk dalam kategori daerah tertinggal. Indeks Pembangunan Manusia IPM di wilayah ini sebesar 66,65, berada
dibawah target IPM rata-rata nasional di daerah tertinggal dalam RPJMN 2010-2014 sebesar 72,2. Pertumbuhan ekonomi sebesar 4,31 persen,
jauh dari target yang diharapkan pada RPJMN 2010-2014, sebesar 7,1 persen. Angka kemiskinan di daerah tertinggal Wilayah Nusa Tenggara
masih sebesar 21,43 persen, jauh dari target angka kemiskinan secara nasional di daerah tertinggal dalam RPJMN 2010-2014, sebesar 14,2
persen.
Dalam periode RPJMN 2010-2014 di wilayah Nusa Tenggara telah ditetapkan 28 kabupaten tertinggal yang menjadi lokus agenda
percepatan pembangunan daerah tertinggal. Pada akhir tahun 2014 terdapat 3 kabupaten tertinggal yang dapat terentaskan. Akan tetapi,
terdapat 1 kabupaten dengan status Daerah Otonom Baru DOB hasil pemekaran yang masuk kategori daerah tertinggal yaitu Kabupaten
Malaka. Dengan demikian, pada periode RPJMN 2015-2019 jumlah daerah tertinggal di Nusa Tenggara di perkirakan sebanyak 26
kabupaten. Pada akhir periode RPJMN 2015-2019 ditargetkan sebanyak 20 kabupaten tertinggal dapat terentaskan di wilayah ini.
4 -28
GAMBAR 4.3 PETA SEBARAN DAERAH TERTINGGAL WILAYAH NUSA TENGGARA 2015-2019
4 -29
TABEL 4.7 PROFI DAERAH TERTINGGAL WILAYAH NUSA TENGGARA
4-30
4-31
4.5.3.2. Pengembangan Kawasan Perbatasan
Arah kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Nusa Tenggara difokuskan untuk meningkatkan peran kawasan
perbatasan sebagai halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara yaitu RDTL dan Australia. Fokus Pengembangan Kawasan
Perbatasan di Wilayah Nusa Tenggara diarahkan pada pengembangan Pusat Kegiatan Strategis Nasional PKSN di Wilayah Nusa Tenggara,
yaitu PKSN Atambua, PKSN Kefamenanu dan PKSN Kalabahi, serta Kecamatan Lokasi Prioritas Lokpri penanganan kawasan perbatasan
tahun 2015-2019.
Strategi pengembangan kawasan perbatasan diarahkan untuk mewujudkan kemudahan aktivitas masyarakat kawasan perbatasan
dalam berhubungan dengan negara tetangga dan menciptakan kawasan perbatasan yang berdaulat. Strategi tersebut dilakukan sebagai berikut:
1. Penguatan pengelolaan dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan