2-64
Kegiatan Strategis Jangka Menengah Nasional
31. Pembangunan Embung di Kab. Sorong Tersebar
32. Pembangunan Embung di Kab. Fak-Fak Tersebar
33. Pembangunan Embung di Kab. Manokwari Tersebar
34. Pembangunan Embung di Kab. Teluk Bintuni Tersebar
35. Pembangunan Embung di Kab. Nabire Tersebar
36. Pembangunan Embung di Kab. Sorong Selatan Tersebar
37. Pembangunan Embung di Kab. Kaimana Tersebar
38. Pembangunan Embung di Kab. FakFak Tersebar
39. Pembangunan Embung di Kab. Teluk Bintuni Tersebar
40. Pembangunan Embung di Kab. Nabire Tersebar
41. Pembangunan Embung di Kab. Dogiyai Tersebar
PENDIDIKAN
1. Sekolah berpola asrama untuk SMP dan SMA
KESEHATAN
1. Pengembangan RS Daerah Kab. Sorong untuk praktek mahasiswa FK
Universitas Negeri Papua alkes. Dalam jangka menengah, Papua Barat mengusulkan untuk dikembangkannya RSP.
2.6.2. Kerangka Regulasi
Pelaksanaan pembangunan Wilayah Papua tidak terlepas dari berbagai kerangka regulasi yang perlu diperhatikan, diantaranya:
a. Regulasi pengelolaan lintas batas;
b. Penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas
Perpajakan Kepabenan, dan Cukai di Kawasan Ekonomi Khusus serta aturan turunannya;
c. Penyelesaian Peraturan tentang Ketenagakerjaan di Kawasan
Ekonomi Khusus; d.
Penyelesaian Peraturan tentang Pelimpahan Kewenangan perdagangan, keimigrasian, perindustrian, pertanahan, tenaga
kerja dari kementerianlembaga terkait kepada Administrator Kawasan Ekonomi Khusus;
e. Regulasi Perdagangan lintas batas, Perjanjian kerjasama antara RI-
Australia, maupun RI-Papua New guinea dalam pengembangan kawasan perbatasan negara;
f. Regulasi untuk memberikan kewenangan yang lebih luas
asimetrik kepada Pemerintah Pusat untuk menyediakan sumber daya air, pengelolaan jalan non status, dan pelayanan pendidikan
dan kesehatan di kawasan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar;
g. Penetapan Perpres RTR Kawasan Perbatasan Negara di Kawasan
Perbatasan Papua; dan Perpres RTR KSN Kawasan Timika; serta
2-65 Penyelesaian peninjauan kembali Perpres No. 572014 tentang
RTR Pulau Papua; h.
Peraturan perundangan terkait pelimpahan kewenangan ijin investasi pada kawasan-kawasan ekonomi khusus dan kawasan
industri nasional lainnya di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;
i. Regulasi untuk mengatur pemanfaatan tanah ulayat;
j. Regulasi penetapan Kawasan MIFEE dan Kawasan Industri Arar
sebagai KEK; k.
Regulasi dalam rangka penguatan Otonomi Khusus.
2.6.3. Kerangka Kelembagaan
Pelaksanaan pembangunan Wilayah Papua tidak terlepas dari berbagai kerangka kelembagaan yang perlu diperhatikan, diantaranya:
a. Penciptaan iklim investasi yang kondusif di kawasan perbatasan;
b. Pembagian kewenangan atau urusan antar jenjang pemerintah:
pusat, provinsi, dan kabupatenkota dalam pengelolaan kawasan perbatasan;
c. Kelembagaan pengelola perbatasan yang memiliki otoritas penuh
untuk mengelola pos-pos lintas batas negara; d.
Pengkhususan pemberian kewenangan bagi pemerintahan kecamatan di wilayah perbatasan Lokpri dalam bentuk
desentralisasi asimetrik dengan penetapan daerah khusus untuk akselerasi pembangunan dan efektivitas peningkatan kualitas
pelayanan publik;
e. Pelimpahan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah
daerah, dan instansi terkait kepada pengelola kawasan strategis nasional dan kawasan-kawasan industri lainnya;
f. Melaksanakan sosialisasi terkait dengan pemanfaatan lahan
sebagai peruntukan investasi di KEK, KI, dan pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya;
g. Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem
Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik SPIPISE di bidang perizinan perindustrian, perdagangan,
pertanahan di KEK, KI dan pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya;
h. Penyiapan kemampuan pengelolaan investasi pada usulan KEK di
provinsi Papua dan Papua Barat; i.
Melakukan deliniasi hak ulayat pada kawasan kawasan strategis yang dikembangkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi;
j. Peningkatan koordinasi antara Badan Koordinasi Penataan Ruang
Nasional BKPRN dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
2-66 BKPRD Provinsi di Wilayah Papua dalam melaksanakan
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang Pulau; k.
Penguatan kelembagaan koordinasi dalam rangka percepatan pembangunan wilayah Papua yang melibatkan Pemerintah Daerah
dan Pemerintah Pusat.
3-1
BAB 3 ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU
3.1 Capaian Kinerja Saat Ini
Berdasarkan data BPS dari tahun 2009 hingga Triwulan II tahun 2014, kinerja pertumbuhan ekonomi provinsi di Wilayah
Kepulauan Maluku mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Rata-rata pertumbuhan Wilayah Kepulauan Maluku selama kurun
waktu 2009-2013 sebesar 6,4 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional
sebesar 5,9 persen. Sementara itu, peranan Wilayah Kepulauan Maluku dalam pembentukan PDB nasional mengalami peningkatan
dari 0,25persen 2009 menjadi 0,28 persen Triwulan II 2014.
Pemerintah Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku telah cukup berhasil dalam menurunkan jumlah penduduk miskin tahun 2009
sebesar 20,86 persen hingga 2014 Maret sebesar 14,32 persen akan tetapi masih berada di atas angka kemiskinan nasional
sebesar 14,15 persen 2009 dan 11,25 persen Maret 2014. Demikian halnya dengan pencapaian tingkat pengangguran terbuka
TPT. Pemerintah Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku juga telah berhasil menurunkan TPT tetapi berada diatas TPT nasional
sebesar 8,99 persen 2009 dan 6,21 persen Feb, 2014, kecuali di Provinsi Maluku Utara.
Dari sisi peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka di Wilayah Kepulauan Maluku dapat dikatakan sudah cukup baik. Hal
ini diindikasikan dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia IPM dari tahun ke tahun pada masing-masing provinsi di
Wilayah Kepulauan Maluku. Namun demikian, pencapaian IPM di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara masih perlu
ditingkatkan karena masih di bawah IPM nasional 73,81 2013.
Dari sisi distribusi pendapatan antar golongan masyarakat, seluruh provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku mengalami kenaikan
kesenjangan pendapatan antar golongan. Hal ini diindikasikan dari angka Rasio Gini provinsi-provinsi di wilayah Kepulauan Maluku
lebih tinggi dibandingkan Rasio Gini Nasional sebesar 0,37 2009 dan 0,41 2013. Kedepan, hal ini perlu mendapatkan perhatian
agar proses pembangunan terus lebih melibatkan masyarakat secara inklusif, sehingga hasil-hasil pembangunan tersebut dapat
dinikmati secara merata oleh masyarakat.