dianalogikan dengan pentingnya guru, yakni dengan ungkapan bijak ‘berilah aku guru yang baik, dan dengan kurikulum yang kurang baik
sekali pun aku akan dapat menghasilkan peserta didik yang baik’. Artinya, bahwa aspek kualitas hakim dan jaksa masih jauh lebih
penting dibandingkan dengan aspek undang-undangnya. Hal yang sama, aspek guru masih lebih penting dibandingkan aspek kurikulum.
Sama dengan manusia dengan senjatanya, yang terpenting adalah manusianya, ‘man behind the gun’.
Untuk menggambarkan guru profesional, Supriadi mengutip laporan dari Jurnal Educational Leadership edisi Maret 1993, bahwa
guru profesional dituntut memiliki lima hal. Pertama, guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa
komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa. Kedua, guru menguasai secara mendalam bahanmateri pelajaran yang
diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga, guru
bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai
tes hasil belajar. Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Kelima, guru
seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya di PGRI dan organisasi profesi
lainnya. Apabila kelima hal tersebut dapat dimiliki oleh guru, maka guru tersebut dapat disebut sebagai tenaga dan pendidik yang benar-benar
profesional dalam menjalankan tugasnya Supriadi 2003:14.
D. Standar Pengembangan Karir Guru
Mutu pendidikan amat ditentukan oleh kualitas gurunya. Mendiknas memberikan penegasan bahwa “guru yang utama”
Republika 10 Februari 2003. Belajar dapat dilakukan di mana saja, tetapi guru tidak dapat digantikan sepenuhnya oleh siapa atau alat apa
pun juga. Untuk membangun pendidikan yang bermutu, yang paling penting bukan membangun gedung sekolah atau sarana dan
prasarananya, melainkan harus dengan upaya peningkatan proses pengajaran dan pembalajaran yang berkualitas, yakni proses
pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu.
Sebagai salah satu komponen utama pendidikan, guru harus memiliki tiga kualifikasi dasar: 1 menguasai materi atau bahan ajar,
2 antusiasme, dan 3 penuh kasih sayang loving dalam mengajar dan mendidik Mas’ud 2003:194.
Peningkatan mutu guru merupakan upaya yang amat kompleks, karena melibatkan banyak komponen. Pekerjaan besar ini mulai dari
proses yang menjadi tugas lembaga pendidikan prajabatan yang dikenal dengan LPTK. Ternyata, LPTK mengalami kesulitan besar
ketika dihadapkan kepada masalah kualitas calon mahasiswa kelas dua yang akan dididik menjadi guru. Ketidakmampuan LPTK ternyata
memang di luar tanggung jawabnya, karena masalah rendahnya mutu calon guru itu lebih disebabkan oleh rendahnya penghargaan terhadap
profesi guru. Pada akhirnya orang mudah menebak, karena pada akhirnya menyangkut duit atau gaji dan penghargaan. Gaji dan
penghargaan guru belum dapat disejajarkan dengan profesi lain, karena indikasi adanya mutu profesionalisme guru masih rendah.
Terjadilah lingkaran setan yang sudah diketahui sebab akibatnya. Banyak orang menganggap bahwa gaji dan penghargaan terhadap
guru menjadi penyebab atau causa prima-nya. Namun, ada orang yang berpendapat bahwa antara gaji dan dedikasi tidak dapat
dipisahkan. Gaji akan mengikuti dedikasi. Di samping itu, gaji dan dedikasi terkait erat dengan faktor lain yang bernama kompetensi
profesional. Jadi, selain memang harus dipikirkan dengan sungguh- sungguh upaya untuk meningkatkan gaji dan penghargaan kepada
guru, namun masih ada pekerjaan besar yang harus segera dilakukan, yakni meningkatkan dedikasi dan kompetensi guru.
Apakah yang dimaksud kompetensi? Istilah kompetensi memang bukan barang baru. Pada tahun 70-an, terkenal wacana
akademis tentang apa yang disebut sebagai Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi atau Competency-based Training and Education
CBTE. Pada saat itu Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis Dikgutentis Dikdasmen pernah mengeluarkan “buku saku berwarna
biru” tentang “sepuluh kompetensi guru”. Dua dekade kemudian, Direktorat Tenaga Kependidikan Dit Tendik, nama baru Dikgutentis
telah membentuk satu tim Penyusun Kompetensi Guru yang beranggotakan para pakar pendidikan yang tergabung dalam
Konsorsium Pendidikan untuk menghasilkan produk kompetensi guru. Setelah sekitar dua tahun berjalan, tim itu telah dapat menghasilkan
rendahnya kompetensi guru. Sementara itu, para penyelenggra pendidikan di kabupatenkota telah menunggu kelahiran kompetensi
guru itu. Bahkan mereka mendambakan adanya satu instrumen atau alat ukur yang akan mereka gunakan dalam melaksanakan skill audit
dengan tujuan untuk menentukan tingkat kompetensi guru di daerah masing-masing.
Untuk menjelaskan pengertian tentang kompetensi itulah maka Gronzi 1997 dan Hager 1995 menjelaskan bahwa “An integrated
view sees competence as a complex combination of knowledge, attitudes, skill, and values displayed in the context of task
performance”. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kompetensi guru merupakan kombinasi kompleks dari pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan nilai-nilai yang ditunjukkan oleh guru dalam konteks kinerja tugas yang diberikan kepadanya. Sejalan dengan definisi
tersebut, Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK, menjelaskan bahwa “Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak”.
Berdasarkan pengertian tersebut, standar kompetensi guru diartikan sebagai ‘satu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional
sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan’ Direktorat Profesi Pendidik, Diten PMPTK, 2005. Standar kompetensi guru terdiri
atas tiga komponen yang saling mengait, yakni 1 pengelolaan pembelajaran, 2 pengembangan profesi, dan 3 penguasaan
akademik. Ketiga standar kompetensi tersebut dijiwai oleh sikap dan kepribadian yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas guru
sebagai tenaga profesi. Ketiga komponen masing-masing terdiri atas dua kemampuan. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut secara
keseluruhan meliputi 7 tujuh kompetensi, yaitu: 1 penyusunan rencana pembelajaran, 2 pelaksanaan interaksi belajar mengajar, 3
penilaian prestasi belajar peserta didik, 4 pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, 5 pengembangan
profesi, 6 pemahaman wawasan kependidikan, 7 penguasaan bahan kajian akademik.
Standar kompetensi guru SKS memiliki tujuan dan manfaat ganda. Standar kompetensi guru bertujuan ‘untuk memperoleh acuan
baku dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan kualitas proses pembelajaran’ SKG, Direktorat Tendik 2003:5. Di
samping itu, Standar Kompetensi Guru bermanfaat untuk: 1 menjadi tolok ukur semua pihak yang berkepentingan di bidang pendidikan
dalam rangka pembinaan, peningkatan kualitas dan penjenjangan karir guru, 2 meningkatkan kinerja guru dalam bentuk kreativitas, inovasi,
keterampilan, kemandirian, dan tanggung jawab sesuai dengan jabatan profesinya Direktorat Profesi Pendidik, PMPTK, 2005.
E. Pengembangan Karir Guru