Pemimpin Politik dan Pejabat Negara a. Kebutuhan Pemimpin yang Demokratis

Kepemimpinan leadership ialah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama. Kepemimpinan dengan demikian menjadi awal terbentuknya dan sekaligus pusat proses kelompok.

7. Pemimpin Politik dan Pejabat Negara a. Kebutuhan Pemimpin yang Demokratis

Coba perhatikan keadaan di dalam masyarakatmu. Di sana ada berbagai macam lembaga, organisasi, atau perkumpulan. Menurut jenis kegiatannya, atau menurut bidang usaha yang dilakukan, organisasi dalam masyarakat itu, dapat digolongkan menjadi beberapa klasifikasi. Ada organisasi sosial, organisasi ekonomi, organisasi profesi, organisasi pekerja, organisasi seni budaya, dan organisasi politik atau pemerintahan. Organisasi sosial menghimpun orang-orang yang bergerak di bidang sosial, seperti kelompok arisan, kelompok kematian, kelompok manula jompo, kelompok hobi dan kegemaran, serta kelompok bermain. Ada organisasi ekonomi, yang menghimpun orang-orang yang berusaha di bidang ekonomi, seperti koperasi, himpunan pengusaha tahu dan tempe, himpunan pengusaha batik, himpunan pengusaha restoran dan hotel, dan sebagainya. Ada oraganisasi profesi, yang menghimpun orang-orang dari profesi keahlian tertentu, seperti ikatan dokter, ikatan insinyur, ikatan akuntan, persatuan guru, ikatan advokat, ikatan sarjana hukum, dan sebagainya. Ada oraganisasi politik, yang menghimpun para politikus, seperti partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Ada pula organisasi yang berkecimpung di bidang keagamaan, seperti perkumpulan pengajian, lembaga dakwah, dan lembaga sosial keagamaan seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, dan lain-lain. Semua organisasi tersebut, apa pun bentuk dan namanya, pasti membutuhkan pemimpin. Di bidang politik, masyarakat politik juga membutuhkan kepemimpinan politik. Kepemimpinan politik yang Kekuasaan, wewenang, dan legitimasi Dalam dunia politik dan pemerintahan dikenal konsep kekuasaan, wewenang, dan legitimasi. Ketiga konsep ini saling terkait, dan ketiganya sangat penting bagi seorang pemimpin politik. Kekuasaan power ialah kemampuan yang dimiliki pemimpin untuk menggunakan sumber-sumber yang mempengaruhi proses politik. Sumber-sumber yang dimaksud ialah segala potensi dan sarana fasilitas yang dimiliki masyarakat, baik yang berupa sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sarana fisik dan keuangan. Wewenang otoritas, otority ialah hak moral yang dimiliki pemimpin untuk menggunakan sumber-sumber dalam membuat dan melaksanakan keputusan politik hak memerintah. Legitimasi pengabsahan, legitimacy ialah penerimaan dan pengakuan terhadap kekuasaan dan wewenang seorang pemimpin dari masyarakat rakyat yang dipimpinnya. sudah kalian kenal adalah pemimpin partai politik parpol. Setiap partai politik memiliki kepengurusan dari tingkat pusat sampai di desa. Pemimpin tertinggi partai politik di pegang oleh Ketua Umum. Ketua umum ini membawahi kepengurusan partai yang besangkutan. Pada umumnya setiap parpol disamping mempunyai Dewan Pengurus juga memiliki Dewan Penasehat partai. Coba sebutkan ketua umum dari beberapa partai besar yang telah kalian kenal Mengapa kehadiran seorang pemimpin selalu dibutuhkan? Coba pikirkan, mengapa di kelas dibutuhkan ketua kelas? Mengapa di sekolah dibutuhkan kepala sekolah? Mengapa di desa dibutuhkan kepala desa? Mengapa partai politik membutuhkan ketua partai? Mengapa di daerah dibutuhkan kepada daerah? Mengapa pula di negara ini dibutuhkan kepala negara? Secara umum pemimpin itu dibutuhkan karena pemimpin itu memiliki kemampuan, kekuasaan, dan wewenang tertentu terhadap masyarakat. Seorang pemimpin sekolah adalah orang yang memiliki kemampuan ilmiah dan keahlian di bidang pendidikan. Karena kemampuannya itulah diberikan kekuasaan dan wewenang untuk mengatur dan mengelola kegiatan pendidikan di sekolah. Tanpa kemampuan, kekuasaan, dan wewenang, maka tidak ada alasan seseorang diterima dan diakui sebagai pemimpin. Pengakuan dan penerimaan legitimati dari masyarakat terhadap pemimpin merupakan hal yang mendasar bagi jalannya pemerintahan. Kehadiran seorang pemimpin dibutuhkan, tetapi diperlukan pengakuan dan penerimaan pengabsahan, legitimasi dari masyarakat. Berbekal pengakuan dan penerimaan itu seseorang pemimpin memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk memimpin. Biasanya pengakuan ini didasarkan kepada empat hal, yaitu tradisi, kemampuan, kharisma, dan peraturan legalitas. Pertama, seorang pemimpin yang diakui dan didukung oleh masyarakat karena adanya kepercayaan yang berakar pada tradisi yang berlaku turun-menurun. Misalnya, masyarakat mengakui seseorang sebagai pemimpin karena merupakan keturunan dari keluarga tertentu, atau memiliki “darah biru”, di luar itu dipandang tidak layak. Bahkan, siapa pun yang menentang keyakinan ini akan mendapatkan malapetaka kualat. Keyakinan seperti ini biasanya dianut oleh masyarakat tradisional. Kalian pasti bisa memberikan contoh pemimpin yang dimaksud. Kedua, masyarakat mengakui seorang pemimpin dengan alasan kemampuan. Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan lebih atau kemampuan istimewa. Kemampuan pemimpin bisa diperoleh dengan sendirinya, yaitu karena menerima wahyu dari Tuhan atau Dewa. Misalnya, di Jepang, Kaisar Hirohito dan keturunannya diyakini sebagai keturunan Dewa Matahari Amaterasu Omikami. Pemimpin tradisional di Jawa diakui kewenangannya untuk memimpin karena mendapat wahyu Cakraningrat, dan pada saatnya wahyu itu bisa berpindah pada pemimpin baru. Pada masyarakat modern, mengakui kemampuan itu diperoleh dari usaha dan proses belajar, sehingga mendapatkan keahlian tertentu. Kemampuan bisa bersumber pula dari kekayaan. Keahlian dan kekayaan tersebut bisa digabung, dimiliki seorang pemimpin, sehingga masyarakat akan lebih mengakui dan patuh kepadanya. Ketiga, masyarakat mengakui seorang pemimpin dengan alasan kualitas pribadi yang sangat menonjol kharisma. Seorang pemimpin yang kharismatik ialah seseorang yang memiliki kualitas pribadi yang istimewa, sehingga menimbulkan pesona dan daya tarik luar biasa badi anggota masyarakat. Mahatma Gandhi di India dan Soekarno di Indonesia, keduanya merupakan pemimpin karismatik, karena mampu memukau massa dengan penampilan dan kemampuan retoriknya. Keempat, pengakuan seorang pemimpin didasarkan kepada peraturan hukum legalitas. Dalam masyarakat dan negara hukum modern, dewasa ini seorang pemimpin diakui berdasarkan aturan hukum, yang menentuka syarat dan prosedur seseorang menjadi pemimpin. Kalian bisa mencari syarat dan prosedur pemilihan dan penetapan serta pengangkatan pemimpin dalam UUD 1945, Undang- Undang, peraturan pelaksanaan lainnya. Sebut saja satu contoh, seorang calon Presiden harus memenuhi beberapa syarat dan prosedur hukum sehingga menjadi Presiden. Coba carilah syarat dan prosedur hukum untuk menjadi Presiden republik Indonesia Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. Oleh karenanya, kita membutuhkan pemimpin yang demokratis. Pemimpin yang demokratis, yang diakui dan diterima oleh masyarakat khalayak, rakyat karena kekuasaan dan wewenang yang dimiliki diperoleh secara demokratis. Pemimpin yang demokratis, baik itu pemimpin kemasyarakatan, pemimpin politik, maupun pejabat negara, haruslah memenuhi syarat dan prosedur demokrasi yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan. Disamping mememenuhi syarat dan prosedur demokrasi, seorang pemimpin yang demokratis, berarti juga harus memiliki gaya memimpin yang demokratis. Pemimpin yang demokratis memiliki jiwa dan perilaku demokratis ketika menjalankan tugas dan fungsi kepemimpinannya. Pemimpin demokratis bukanlah pemimpin yang main kuasa dan sewenang-wenang. Ciri-ciri pemimpin demokratis antara lain mampu bersikap dan bertindak konsisten, terbuka, delegatif, adil, dan merakyat. Pemimpin demokratis harus konsisten taat asas. Pemimpin yang konsisten senantiasa mendasarkan setiap keputusan dan tindakan kepada aturan yang berlaku. Negara kita adalah negara hukum, sehingga seorang pemimpin harus bisa memberikan kepastian hukum dan menjadi teladan dalam ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemimpin partai politik ketika mengambil keputusan tidak boleh menyimpang dari aturan hukum negara dan ketentuan partainya. Ketentuan partai politik yang dimuat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AD- ART harus ditaati. Pemimpin tidak mboleh semau-maunya dalam bertindak. Seringkali konflik internal partai menjadi berlarut-larut dan berakhir dengan perpecahan karena pemimpin tidak konsisten, tidak istiqomah. Pemimpin demokratis harus bersifat terbuka transparan. Sikap keterbukaan transparansi ini penting untuk menjamin hak rakyat untuk memperoleh informasi. Keterbukaan pemimpin mencakup aspek administrasi, politik, dan keuangan. Keterbukaan administrasi berarti memberikan panduan yang sama kepada rakyat dalam memberikan pelayanan. Pelayanan kepada rakyat tidak boleh diskriminatif dengan dasar apa pun. Pemberian layanan yang tidak terbuka dan diskriminatif akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan kekecewaan rakyat. Pemimpin demokratis bersikap delegatif. Seorang pemimpin harus bersedia mendelegasikan atau membagi dan menyerahkan sebagian kewenangan yang dimiliki kepada para pelaksana bawahan. Pemimpin tidak monopolistik dan sentralistik, dimana semua urusan ditangani dan dikerjakan sendiri. Dasar delegasi adalah pada keahlian atau profesionalisme. Delegasi diberikan kepada mereka yang memiliki keahlian, bukan atas dasar alasan personal alasan kedekatan, keluarga, atau kesamaan paham politik. Pemimpin demokratis hendaknya bersikap adil. Kalian masih ingat ada pepatah: “raja adil raja disembah, raja alim raja disanggah.” Hal ini berarti, bahwa setinggi apa tingkat wewenang seorang pemimpin, jika tidak berlaku adil maka tidak akan dihormati rakyatnya. Dalam hal ini, dimaknai adil menurut peraturan hukum dan tidak pilih kasih tidak pandang bulu dalam memberikan imbalan, atau tidak tebang pilih dalam memberikan sanksi hukuman. Adil juga berarti memberikan wewenang kepada bawahan sesuai dengan porsi dan batasan yang digariskan oleh peraturan yang berlaku. Pada akhirnya, pemimpin yang demokratis harus merakyat, yaitu dekat dengan rakyat. Dekat dengan rakyat bukan berarti selalu berada di tengah-tengah rakyat, tetapi setiap keputusan dan tindakan selalu menguntungkan rakyat. Kepentingan dan kebutuhan rakyat selalu menjadi pertimbangan utama tindakan seorang pemimpin. Pemimpin yang merakyat akan jauh dari penolakan resistensi dari rakyat. Pemimpin rang merakyat disamping dekat dengan rakyat, ia juga dicintai oleh rakyat. Diluar gaya kepemimpin yang demokratis ada gaya kepemimpinan lain, yaitu gaya birokratis, gaya kebebasan, dan gaya otoriter. Tentu ketiga gaya kepemimpinan itu perlu dihindari, karena tidak sesuai dengan era reformasi. Pertama, gaya birokratis, yaitu cara dan irama seorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan metode tanpa pandang bulu, artinya setiap bawahan harus diperlakukan sama disiplinnya, spesialisasi tugas yang khusus, kerja yang ketat pada aturan, sehingga kemudian bawahan menjadi kaku dalam melaksanakan tugas. Segala sesuatunya dilakukan secara resmi di kantor pada jam dinas tertentu dan dengan tata cara formal. Mekanisme pengaturan dari atas ke bawah, sedangkan pertanggungjawaban dari bawah ke atas secara sentralistis. Pemimpin birokratis memimpin berdasarkan logika bukan perasaan irrasional, taat dan patuh kepada aturan secara kaku, serta terstruktur dalam kerjanya. Kedua, gaya kebebasan, yaitu cara dan irama seorang pemimpin dalam menghadapai bawahan dan masyarakatnya dengan metode pemberian keleluasaan pada bawahan seluas-luasnya. Setiap bawahan bebas bersaing dalam berbagai strategi ekonomi, politik, hukum, dan administrasi. Setiap bawahan juga diberikan kebebasan dalam menerjemahkan atau menafsirkan aturan dan batasan kerjanya masing-masing. Ketiga, gaya otoriter, yaitu cara dan irama seorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan metode paksaan kekuasaan. Gaya kepemimpinan ini bisa diterapkan pada keadaan dan situasi khusus, antara lain: a untuk menimbulkan rasa persatuan dan kesatuan; b untuk keseragaman antarbawahan; c agar pemimpin pemerintahan tidak diganggu gugat; d agar dapat menekan paham separatisme; e untuk meningkatkan pengawasan; dan f untuk mempercepat mencapai tujuan.

b. Persyaratan Pemimpin Politik dan Pejabat Negara

Siapakah pemimpin politik itu? Pemimpin politik adalah mereka yang memiliki kekuasaan atau jabatan yang bersifat politik. Kalian masih ingat pengertian kekuasaan politik? Kekuasaan politik adalah kekuasaan yang ditujukan untuk kepentingan umum. Pemimpin politik memiliki kedudukan yang bertujuan menghasilkan kemaslahatan kemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk rakyat. Pemimpin politik adalah pemimpin yang mendapatkan status kepemimpinan dari rakyat mandat politik. Pemimpin politik bukanlah pejabat pemerintah atau pejabat negara, yang status jabatannya diperoleh dari pengangkatan atau penetapan. Kalian dapat menyebutkan beberapa golongan pemimpin politik itu bukan? Apakan pimpinan partai itu merupakan pimpinan politik?, jawabnya ya. Pimpinan partai memperoleh kedudukan sebagai pemimpin dari mandat rakyat yang menjadi anggota partai bersangkutan. Apakah Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia juga pimpinan politik? Ya, sebab presiden dipilih langsung oleh rakyat. Demikian juga pemimpin pilihan rakyat lainnya, seperti para wakil rakyat yang duduk di DPR, DPD, dan DPRD, Gubernur, Bupati atau Walikota. Pemimpin politik memiliki kekuasaan politik yang bersumber dari rakyat yang memilihnya. Setelah memahami siapa saja pemimpin politik itu, maka pertanyaan berikutnya adalah apa saja syarat bagi pemimpin politik? Syarat pemimpin politik diatur dalam UUD 1945 dan Undang-Undang, serta Peraturan Pemerintah, sesuai dengan jenis dan tingkatannya. Sebagai contoh, syarat kepengurusan partai politik, diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Partai Politik. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui forum musyawarah partai politik sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Siapa pejabat negara itu? Pejabat negara adalah pegawai negara yang diberikan jabatan struktural tertentu dalam pemerintahan. Jabatan merupakan lingkup pekerjaan tetap yang diadakan dan dilakukan untuk kepentingan negara kepentingan umum. Sedangkan, pejabat berarti orang pegawai negeri yang memangku menduduki jabatan tersebut. Pejabat negara diperlukan agar pemerintahan berjalan dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi negara kepentingan umum. Pejabat negara adalah mereka yang bertugas sebagai penyelenggara negara. Berdasarkan pengertian itu, maka termasuk dalam kategori pejabat negara, adalah pejabat negara pada lembaga-lembaga negara, menteri negara, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, Panglima TNI, Moralitas Agama dan Kepemimpinan • Agama Kristen dan Budha mengutamakan kasih di atas segalanya. • Agama Yahudi dan Hindu mengutamakan peraturan hukum. • Agama Islam mengutamakan kepada masyarakat untuk berbuat baik dan benar Amar Makruf serta hanya memberi hukuman kepada masyarakat yang bersalah Nahi Munkar. Kepala Staff Angkatan Darat, Laut, dan Udara, Gubernur Bank Indonesia, dan Kepala-kepala Badan Pemerintah Non-Departemen. Mengingat kedudukannya yang sangat strategis bagi jalannya pemerintahan, maka para pemimpin politik dan pejabat negara haruslah mereka yang memiliki kemampuan dan integritas kepribadian yang mantap. Pemimpin politik dan pejabat negara disamping profesional memiliki kemampuan dan keahlian juga memiliki moralitas memegang tegus nilai-nilai moraletikaakhlak yang mulia. Oleh sebab itu, menurut peraturan perundang-undangan, penyelenggara negara harus “bersih dan berwibawa” serta bebas dari perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN. Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas Ikal Kepengurusan tahun 2004 memberikan kriteria kepemimpinan nasional atau pejabat negara yang dibutuhkan Indonesia paling tidak untuk periode 2004-2009, yaitu 1 resistensi penolakan dari masyarakat rendah; 2 konsisten, tegas, tidak ambivalen, dan; 3 cerdas intelektual, emosional, spiritual. Pemimpin nasional dengan kriteria resistensi rendah berarti: a dikenal secara luas, tidak arogan; b dikenal karena memiliki karakter dan kepribadian baik, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN, memiliki kepedulian terhadap keadaan dan kultur masyarakat; c Orientasi pengabdiandedikasi dan kerelaan untuk berkorban bagi kepentingan bangsa dan negara; d ketabahan dan kearifan tinggi saat kritis; e mampu berkomunikasi dan berinteraksi; f memiliki wawasan dan pemahaman luas akan masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan; g memiliki track of record yang baik; h tidak diragukan integritas dan kesetiaannya terhadap bangsa dan negara. Pemimpin nasional dengan kriteria konsisten, tegas, tidak ambivalen berarti: a memahami sistem penyelenggaraan pemerintahan negara; b memahami visi Indonesia 2020; c disiplin, konsekuen, kebulatan persepsi, kesatuan kebajikan, kesamaan visi dan misis, terhindar dari paradoksal; d mampu menjadi teladan; e punya seni kepemimpinan; f mampu menginternalisasikan pemahaman keagamaan dan nilai-nilai luhur Pancasila; g jujur dan benar; h dapat dipercaya; i komunikatif, informatif, aspiratif, dan akomodatif; j cerdas dan profesional. Pemimpin nasional dengan kriteria cerdas intelektual, emosional, dan spiritual berarti bahwa: 1 dengan kecerdasan intelektualnya: a mampu memahami komplesitas permasalahan bangsa dan alternatif solusi; b mampu merumuskan program-program pembangunan yang komprehensif, integral, dan holistik; c mampu bersikap sebagai negarawan yang visioner; d mampu mengangkat citra, harkat, dan martabat bangsa; e mampu mengantisipasi dan menyikapi perkembangan lingkungan strategis. 2 dengan kecerdasan emosional: a mampu mengendalikan diri; b mampu bersedia mendengar, menerima, dan menghargai pendapat orang lain serta mampu membuat keputusan terbaik; c mampu mengelola konflik. 3 dengan kecerdasan spiritualnya: a memiliki nasionalisme tinggi; b bermoral kepemimpinan luhur dan demokratis sebagai pengamalan Pancasila iman dan takwa, bermoral kemanusiaan, menghargai hak asasi manusia, memiliki nurani kebersamaan, memiliki moral kerakyatan, dan memiliki komitmen nurani keadilan; c Etika kemimpinan mampu mengelola hubungan antar-kelembagaan negara sesuai etika kekuasaan, mampu Good governance dan clean government kepemimpinan pemerintahan yang berangkat dari apa yang baik dan benar bagi masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Baik adalah ukuran moral bagi aparat pemerintah, sedangkan benar adalah ukuran logika pemerintahan. merumuskan kebijakan kenegaraan, mampu mengelola mekanisme pemerintahan, mampu mengelola dinamika pembangunan, dan mampu melaksanakan pemberdayaan masyarakat. Tugas Individu Pertanyaan 1. Menurut anda, manakah presiden di Indonesia yang sesuai dengan tipe dan gaya kepemimpinan demokratis? 2. Samakah gaya kepemimpinan presiden–presiden di Indonesia sejak merdeka hingga sekarang? Jelaskan 3. Menurut anda, berdasarkan syarat-syarat kepemimpinan nasional pejabat negara tersebut di atas, ciri-ciri pemimpin yang demokratis itu apa saja?

c. Pentingnya Pemimpin Politik dan Pejabat Negara yang Bermoral dan Bebas KKN

Dalam suatu daerah yang tidak ada kepemimpinan pemerintahan sama sekali, tidak menutup kemungkinan terjadi berbagai dekadensi moral yang anarkis, seperti perkosaan, perzinahan, pelecehan, pencurian, perampokan, penindasan, perkelahian, pembunuhan, dan berbagai jenis lainnya. Untuk itu diperlukan seorang pemegang kekuasaan yang menegakkan aturan dengan kekuasaannya yang disebut dengan pemimpin pemerintahan. Bayangkan apa jadinya apabila pemimpin politik dan pejabat negara tidak beriman dan tidak bermoral? Sebaliknya pemimpin pemerintahan harus melayani masyarakat serta berlaku baik dan benar. Berbagai permohonan pertolongan bagi pelayanan publik, seperti bencana alam, fakir miskin dan anak terlantar, kebakaran, dan lain-lain harus diberikan pelayanan oleh pemimpin pemerintahan. Jadi seorang pemimpin politik dan pejabat negara harus menggunakan kekuasaannya untuk menghadapi kejahatan dan memberikan pelayanan untuk kebaikan. Perlakukan seperti ini tidak boleh dibalik, yaitu kekuasaan digunakan untuk masyarakat yang baik dan benar zalim, sedangkan pelayanan diberikan kepada pelaku kejahatan fasik, seperti perjudian, pelacuran, dan sejenisnya. Itulah sebabnya sebagai pemimpin pemerintahan, seseorang harus bermoral tinggi artinya yang bersangkutan selain memiliki sifat-sifat keulamaan rohaniwan, juga harus memiliki sifat-sifat kenegarawan umara. Dalam undang-undang dimaknasi sebagai pemerintahan yang bersih dan berwibawa dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN. Hasil akhir dari kepemimpinan bermoral dan bebas KKN adalah terselenggaranya pemerintahan yang baik dan benar good governance dan clean government. Untuk itu, selain memerlukan seorang pemimpin politik dan pejabat negara yang beriman dan bermoral, juga yang memiliki ilmu, terampil, dan demokratis. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, yang dimaksud dengan penyelenggara negara yang bersih adalah penyelenggara negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktik KKN, serta perbuatan tercela lainnya. Adapun asas-asas umum penyelenggaraan negara, antara lain: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-penyelenggara negara atau antar- penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Tahukah anda? Beberapa krisis yang sedang terjadi di Indonesia dan penanganannya sangat sulit, antara lain: 1. Berbagai hasil penelitian di tingkat dunia internasional, Indonesia secara memprihatinkan menempati ranking atas urutan 6 untuk urusan korupsi. Namun dilihat dari kebersihan korupsinya, kita termasuk negara urutan bawah urutan 137. Kendati uang yang dikangkangi para koruptor ini adalah hasil hutang luar negeri, hasil bumi, serta hasil pajak dan retribusi rakyat miskin negeri ini. Dengan begitu tidak boleh tidak kita tidak dapat marah bila negara lain memberi gelar Indonesia sebagai Negara Maling. 2. Bila berbagai negara di dunia ini mengirimkan para pakar ke luar negeri, dengan sederetan gelar di belakang dan di depan namanya Profesor, Philosophy Doctor, Magister of Art, maka Indonesia hanya mengirimkan pembantu rumah tangga dalam bentuk tenaga kerja wanita TKW dan tenaga kerja Indonesia TKI kelas rendahan. Dengan demikian kita tidak dapat memprotes bila negeri lain mengatakan Indonesia adalah Negeri Babu. 3. Bila saat ini negara lain sedang memproklamasikan hak asasi manusia dan demokratisasi, maka Indonesia terlihat banyak darah telah tertumpah mulai Aceh, Papua, Ambon, Sambas, Poso, Mataram, Ketapang, Jakarta, pengeboman Istiqhlal dan gereja Kathedral, Bom Bali, Bom Makasar, dan Bom Marriot. Maka dengan begitu, kita tidak dapat berbuat apa-apa bila negeri ini diberi gelar sebagai negeri biadab. Tugas Kelompok Petunjuk 1. Setiap kelompok beranggotakan 4 -5 orang. 2. Diskusikan dengan kelompok anda, kemudian jawablah pertanyaan-pertanyaan yang ada 3. Presentasikan hasil diskusi dan jawaban tersebut di depan kelompok anda secara bergiliran Pertanyaan 1. Uraikan pentingnya pemimpin politik dan pejabat negara yang beriman, bermoral, berilmu, terampil dan demokratis 2. Mengapa di Indonesia terjadi beberapa krisis yang sulit sekali penanganannya? 3. Apakah di Indonesia saat ini sedang terjadi krisis kepemimpinan? 4. Bagaimana yang seharusnya kita lakukan untuk dapat keluar dari krisis tersebut? Salah satu arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah membentuk undang- undang beserta peraturan pelaksanaannya untuk membantu percepatan dan efektifitas pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan korupsi, yang muatannya meliputi: • Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; • Perlindungan Saksi dan Korban; • Pemberantasan Kejahatan Terorganisasi; • Kebebasan mendapatkan informasi;. • Etika Pemerintahan; • Pemberantasan Kejahatan Pencucian Uang; dan • Ombudsman.

d. Konsekuensi Pemimpin yang Melakukan K K N

Permasalahan korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN yang melanda bangsa Indonesia sudah sangat serius, dan merupakan kejahatan yang luar biasa dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak tahun 1998, masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme telah ditetapkan oleh Mejelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai salah satu agenda reformasi, tetapi belum menunjukkan arah perubahan dan hasil sebagaimana diharapkan. Perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN merupakan perilaku yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara. Hal ini terjadi karena perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme merusak berbagai macam tatanan, seperti tatanan hukum, tatanan politik, tatanan sosial budaya dari negara yang bersangkutan. Prinsip-prinsip keadilan diabaikan, pembodohan terhadap masyarakat, ekonomi biaya tinggi dan etika kemasyarakatan diabaikan. Dalam rangka menciptakan penyelenggaraan negara yang bersih dan berwibawa, perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN harus dihilangkan. Oleh karena itu, Indonesia menetapkan Undang- Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pada tahun 2002, Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Sebelum ada KPK, sudah terbentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara KPKPN. Apa saja konsekuensinya, jika para pemimpin politik dan pejabat negara, atau penyelenggara negara melakukan tindak KKN? Jawabannya menyangkut tiga konsekuensi. Konsekuensi pertama adalah konsekuensi pribadi dan keluarganya. Konsekuensi kedua adalah konsekuensi bagi negara atau rakyat, yaitu kerugian negara yang besar. Adapun konsekuensi ketiga, adalah dilakukannya perang terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia. Perang terhadap perilaku KKN tidak boleh dilakukan setengah hati dan tanggung-tanggung. Karena, ketiga konsekuensi ini sama-sama berpeluang besar membawa kerugian yang luar biasa pada masa depan bangsa dan negara Indonesia. Wacana dan Tugas Bentuklah kelompok yang terdiri atas empat orang. Bacalah dan cermati bacaan di bawah ini Diskusikan isi bacaan tersebut dengan kelompok anda, kemudian jawablah pertanyaan-pertanyaan yang menyertainya Komisi Pemberantasan Komisi KPK dalam kondisi mati suri. Demikian kritik keras yang dilontarkan oleh Muladi dalam sebuah seminar nasional, 7 Mei 2004. “Jika pemerintah dan DPR tidak segera turun tangan, maka KPK bukan hanya mati suri, tetapi juga akan menjadi bahan tertawaan” kata Muladi mengkritik kinerja KPK dan ketidakpedulian pemerintah dan DPR atas keberadaan KPK. Dalam pertemuan antara jajaran KPK dan Komisi III DPR RI, para anggota Komisi III banyak melontarkan aneka kritik dan semua anggotanya sejumlah 33 orang menyatakan kekecewaannya pada laporan KPK yang berisikan sejumlah kendala yang dihadapi komisi ini. “ Kewenangan KPK kan lebih besar. Periksa saja langsung dan lakukan penindakan, KPK harus berani,” kata Gayus anggota Komisi III DPR RI. Menurut Wakil Ketua KPK, selama setahun ini KPK telah melakukan pembangunan institusi KPK, yang meliputi penataan organisasi, perencanaan strategis dan penyusunan rencana kerja, penyusunan teknologi informasi pendukung, rekrutmen pegawai dan integrasi Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara KPKPN ke dalam KPK. Dari 1.934 surat pengaduan yang masuk ke KPK, sebanyak 1.425 surat sudah ditelaah, 386 surat sedang ditelaah, dan 123 suarat belum ditelaah. Jika dikategorikan, kasus korupsi di lembaga eksekutif pusat sebanyak 146 kasus, legislatif 4 kasus, dan yudikatif 23 kasus. Sedangkan korupsi di institusi daerah sebanyak 603 kasus di lembaga eksekutif, 115 kasus di lembaga legislatif, 40 kasus di lembaga yudikatif, 107 kasus di BUMN,dan 20 kasus di BUMD. Dari kasus-kasus yang masuk tersebut, sebanyak 12 kasus ditindaklanjuti sendiri oleh KPK, 696 kasus dalam supervisi, dan 436 kasus tidak ditindaklanjuti. Koordinator Indonesia Coruption Watch ICW Teten Masduki mengungkapkan, bila dilihat dari sisi pembangunan institusi, KPK sudah berhasil. Namun dari sisi hasil, kinerja KPK dalam penegakan hukum masih dibilang rendah. Dalam jangka waktu setahun, KPK baru berhasil menyeret satu perkara korupsi ke pengadilan ad hoc korupsi dan satu perkara lain yang sudah siap dilimpahkan. Padahal, ribuan kasus telah diadukan kelompok- kelompok masyarakat ke KPK. Benarkah KPK ini bisa menjadi trigger mechanism dan motor utama pemberantasan korupsi di negeri ini? Mampukah KPK ini” bergigi” dalam membasmi korupsi yang sudah menjadi penyakit menular di seluruh antero negeri ini? Selama ini masyarakat mulai lelah menanti aksi KPK. Sumber: Disarikan dari: “Jalan Tol, Anti Korupsi dengan Paradigma Lama”, Kompas, 8 Mei 2004. Setelah mencermati bacaan di atas, jawablah pertanyaan- pertanyaan berikut 1. Bagaimana sikap anda terhadap penyelenggara negara pelaku KKN? 2. Tunjukkan empat kasus relatif besar di Indonesia yang telah divonis pengadilan sebagai korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN 3. Bagaimana dampak kasus-kasus tersebut bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya? 4. Bagaimana strategi yang cepat dan tepat dalam mencegah dan memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN di Indonesia? Rangkuman 1. Budaya demokrasi memiliki makna bahwa anggota masyarakat aktif dalam kehidupan politik. Setiap anggota masyarakat menyadari hak dan tanggung jawabnya kewajibannya. Dengan demikian setiap anggota masyarakat terlibat dalam sistem politik yang berlaku betapa pun kecil peran yang dijalankannya. 2. Penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang sesuai dengan prinsip dan ciri negara demokratis, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat maupun negara. 3. Contoh-contoh penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah: a. Pelaksanaan musyawarah dalam keluarga. b. Kegiatan pemilihan Ketua OSIS dan Ketua kelas di Sekolah. c. Pemilihan Ketua RT, Ketua RW, Pemilihan Kepala Desa, dan Pemilihan Kepala Daerah. d. Kegiatan Pemilihan umum legislatif maupun pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 4. Kriteria kepemimpinan nasional yang dibutuhkan Indonesia paling tidak untuk periode 2004-2009, yaitu 1 resistensi rendah; 2 konsisten, tegas, tidak ambivalen, dan; 3 cerdas intelektual, emosional, spiritual. 5. Pemerintahan yang baik dan benar selain memerlukan seorang pemimpin politik dan pejabat negara yang beriman dan bermoral, juga yang memiliki ilmu, terampil dan demokratis. 6. Perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN merupakan perilaku yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara. Hal ini terjadi karena perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme merusak berbagai macam tatanan, seperti tatanan hukum, tatanan politik, tatanan sosial budaya dari negara yang bersangkutan. A. Berikanlah tanda silang X di antara pilihan jawaban, yaitu pada huruf a, b, c, atau d dari masing-masing jawaban paling benar 1. Berdasarkan pasal 1 ayat 2 UUD 1945, negara Republik Indonesia adalah negara…. a. kesatuan b. serikat c. demokrasi d. hukum 2. Budaya politik yang merupakan wujud dari pelaksanaan budaya demokrasi dalam masyarakat adalah . . . . a. budaya politik parokial b. budaya politik kaula subyek c. budaya politik liberal d. budaya politik partisipan 3. Salah satu wujud budaya demokrasi yang dilaksanakan dalam kehidupan bernegara adalah . . . . a. pemilihan umum b. pemilihan kepala daerah c. PNS menjadi anggota KORPRI d. Pengangkatan anggota DPR 4. Mereka yang punya hak pilih tetapi tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu dinamakan . . . . a. Golongan netral b. Golongan putih c. Golongan bebas d. Golongan oposisi Uji Kompetensi 5. Sejak bangsa Indonesia merdeka telah diadakan pemilihan umum sebanyak . . . . a. 7 kali a. 8 kali b. 9 kali c. 10 kali 6. Salah satu contoh penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sekolah adalah . . . . a. kegiatan pemilihan ketua OSIS b. kegiatan ekstra kurikuler c. penunjukkan pengurus kelas oleh wali kelas d. tanggungjawab menjaga kebersihan kelas 7. Ciri khas demokrasi Pancasila, adalah . . . . a. musyawarah yang berpegang pada hikmat kebijaksanaan b. musyawarah yang memperhatikan pendapat beberapa orang c. pemegang kekuasaan adalah yang memperoleh suara terbanyak d. musyawarah yang berlandasakan kebebasan dan persamaan 8. Kebebasan yang terkandung di dalam demokrasi Pancasila adalah . . . . a. kebebasan mutlak b. kebebasan bertanggungjawab c. kebebasan yang terbatas d. kebebasan berpendapat 9. Salah satu pasal UUD 1945 yang memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun dengara yang demokratis adalah . . . a. pasal 26 b. pasal 27 c. pasal 28 d. pasal 29 10. Perilaku demokratis yang terlihat dalam kegiatan musyawarah antara lain . .. . a. menerima semua pendapat peserta muyawarah b. mengikuti jalannya musyawarah sampai selesai c. menghargai semua pendapat yang berbeda d. kebebasan dalam memperhatikan norma-norma 11. Peristiwa yang menunjukkan bahwa membangun demokrasi membutuhkan “ongkos”, adalah . .. . a. peristiwa Trisakti dan Semanggi b. Sidang Istimewa MPR c. Peristiwa bom di Bali d. Timor Timur pasca jajak pendapat 12. Terpilihnya Soeharto secara aklamasi sebagai presiden pada masa orde baru, dapat dikatakan demokratis secara . . . . a. prosedur-formal b. substansial c. konstitusional d. yuridis-politik 13. Proses pedemokrasian kehidupan politik di Indonesia, secara substansial dimulai pada masa kepemimpinan . . . . a. Presiden Soeharto b. Presiden Habibie c. Presiden Abdurahman Wahid d. Presiden Megawati Soekarnoputri. 14. Tipe kepemimpinan yang menganggap kekuasaan dipegang dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin dengan tidak menghormati martabat manusia, adalah . . . . a. ekstrimis b. moderat c. demoktatis d. diktatur 15. Kepemimpinan yang berupaya menghancurkan seluruh rezim lama dan menggantikannya dengan sistem yang baru sama sekali, adalah tipe kepemimpinan…. a. rasional b. ekstrimis c. moderat d. kharismatik 16. Gaya Demokratis dalam kepemimpinan pemerintahan, menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan metode . . . . a. paksaan kekuasaan b. pemberian keleluasaan c. pembagian tugas . d. keteladanan 17. Cara dan irama seseorang pemimpin pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan metode paksaan kekuasaan,disebut dengan gaya kepemimpinan …. a. demokratis b. birokratis c. kebebasan d. otokratis 18. Gaya kepemimpinan pemerintahan yang menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan metode tanpa pandang bulu, adalah... a. otokratis b. birokratis c. diktator d. demokratis 19. Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas memberikan kriteria kepemimpinan nasional yang dibutuhkan Indonesia yaitu sebagai berikut, kecuali . . . . a. resistensi rendah b. bersih dan berwibawa c. konsisten, tegas, tidak ambivalen d. cerdas intelektual, emosional, spiritual 20. Pemimpin nasional yang dikenal secara luas, tidak arogan, memiliki karakter dan kepribadian baik, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN, merupakan salah satu kriteria kepemimpinan nasional yang ….. a. resistensi rendah b. bersih dan berwibawa c. konsisten, tegas, tidak ambivalen d. cerdas intelektual, emosional, spiritual 21. Pemimpin pemerintahan harus melayani masyarakat yang berlaku baik dan benar serta menggunakan kekuasaannya untuk mengahadapi . . . . a. masyarakat yang berdemonstrasi b. pertolongan terhadap korban bencana alam c. pelaku kejahatan fasik d. fakir miskin dan anak terlantar 22. Kepemimpinan partai poltik di Indonesia tingkat pusat dipilih secara demokratis melalui . . . . a. forum musyawarah partai politik b. rapat umum anggota partai politik c. musyawarah dewan pimpinan pusat d. pengangkatan oleh Mendagri RI. 23. Mengutamakan kepada masyarakat yang baik dan benar serta hanya memberi hukuman kepada masyarakat yang bersalah. Merupakan prinsip moralilitas kepemimpinan menurut agama …. a. Kristen b. Budha c. Yahudi d. Islam 24. Undang-undang yang mengatur tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, adalah . . . . a. UU No. 25 Tahun 1999 b. UU No. 28 Tahun 1999 c. UU No. 30 Tahun 2002 d. UU No 31 Tahun 2002 25. Setiap perbuatan yang dilakukan siapapun juga untuk kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung menyebabkan kerugian bagi keuangan dan perekonomian negara, disebut. . . . a. korupsi b. kolusi c. nepotisme d. penggelapan 26. Setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara disebut . . . . a. korupsi b. kolusi c. nepotisme d. gratifikasi 27. Pada tahun 2002, Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 yang mengatur tentang . . . . a. Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara KPKPN. b. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK c. Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN d. Komisi Ombudsman. 28. Pembodohan terhadap masyarakat, merupakan salah satu akibat perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam bidang . . . . a. hukum b. politik c. ekonomi d. sosial budaya 29. Dampak perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme bagi kehidupan bangsa dan negara adalah . . . . a. merusak ideologi Pancasila dan kepribadian bangsa b. merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara c. merusak persatuan dan kesatuan bangsa d. mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia internasional. 30. Tindakan pemerintah yang segera menanggulangi bencana gempa bumi dan Tsunami di Aceh dan Sumut, mencerminkan kriteria kepemimpinan nasional, yaitu . . . . a. resisten rendah b. konsisten dan tegas c. kecerdasan intektual d. kecerdasan spiritual

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini singkat dan benar