Rakyat Sebagai Pelaku Demokrasi

umum yang terselenggara secara demokratis, dapat dinyatakan sebagai salah satu wujud budaya demokrasi. Praktik berdemokrasi tidak hanya diterapkan dalam kehidupan negara, tetapi diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Di dalam keluarga, di sekolah, dan di masyarakat juga ada pemimpin. Namun demikian, model kepemimpinan di masing-masing lembaga masyarakat itu berbeda-beda. Sebab, lembaga-lembaga itu ada yang otonom mandiri dan ada yang tidak otonom tergantung dari lembaga lain. Di dalam lembaga yang otonom, ada kecenderungan pemimpinnya dipilih oleh mereka yang menjadi anggora warga dari lembaga itu. Tentunya dikecualikan dalam keluarga, meskipun keluarga itu lembaga otonom, kepala keluarga tidak dipilih. Meskipun demikian, budaya demokrasi, cara-cara demokratis, tetap harus dijalankan dalam mengatur dan mengelola aktivitas yang ada di semua lembaga itu. Misalnya, dalam kehidupan keluarga, pemimpin keluarga tentu bukan merupakan wakil yang dipilih, tetapi kepala keluarga tidak boleh otoriter dan egois. Kepala keluarga ketika mengambil keputusan perlu mendengarkan pertimbangan-pertimbangan dari anggota keluarga lainnya. Kepala keluarga yang demokratis tidak berlaku seenaknya. Semua aspirasi dan kepentingan anggota keluarga tentu menjadi pertimbangan dalam memutuskan dan melangkah.

2. Rakyat Sebagai Pelaku Demokrasi

Dalam uraian sebelumnya, telah dikemukakan bahwa demokrasi dalam pengertian politik, adalah pemerintahan rakyat atau kekuasaan negara berada di tangan rakyat. Singkatnya, demokrasi dimaknai kedaulatan berada di tangan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa menentukan nasibnya. Oleh sebab itu, sistem hukum dan sistem pemerintahan yang ada dibuat atas kehendak baik dan persetujuan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa mengatur dan memberikan mandatnya tugas dan tanggung jawab kepada pemerintah dan penyelenggara negara lainnya. Mandat itu berisi apa saja yang harus diperbuat pemerintah dan para penyelenggara negara agar rakyat aman terlindungi dan hidup sejahtera. Sebaliknya, pemerintah dan penyelenggara negara lainnya adalah penerima mandat itu. Sebagai penerima mandat tidak boleh berbuat selain apa yang dikehendaki dan dibutuhkan rakyat. Para penyelenggara negara dan pemerintahan tidak boleh memiliki kepentingan lain kecuali semata-mata mengabdi kepada kepentingan rakyatnya. Demokrasi dalam pengertian sosiologis kemasyarakatan, adalah cara mencapai keputusan melalui konsensus permupakatan bersama. Pembedaan arti demokrasi seperti ini, dilakukan semata- mata untuk mempermudah pemahaman dalam konteks situasi dan kondisi tertentu. Dalam konteks politik kekuasaan, demokrasi dimaknai sebagai pemerintahan rakyat. Dalam pemerintahan rakyat, kekuasaan yang dijalankan oleh pemerintah berasal dari pemberian rakyat. Karena kekuasaan berasal dan berada di tangan rakyat, maka rakyat berhak mengontrol atau mengawasi pemerintah. Kontrol rakyat ini penting agar pelaksanaan kekuasaan dan hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Buda ya De m o kra si Istilah budaya berasal dari kata budi akal dan daya kemampuan. Budaya artinya segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal pikiran manusia. Budaya demokrasi artinya segala cara dan tindakan yang ditempuh agar nilai-nilai demokrasi dapat diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jadi, cara dan tindakan itu harus diwujudkan dalam kenyataan dan dibiasakan dalam praktik berdemokrasi. Begitu juga dalam kehidupan kenegaraan kita. Presiden dipilih secara langsung, umum, bebas, jujur, dan adil oleh rakyat melalui pemilu sebagai salah satu bentuk budaya demokrasi. Sedangkan, dalam konteks sosiologis kemasyarakatan, maka demokrasi dimaknai sebagai cara mengambil keputusan melalui konsensus diantara warga. Sebabnya, di masyarakat, kita tidak mengkhususkan bicara soal politik dalam arti kekuasaan, yaitu siapa yang memerintah dan siapa yang diperintah. Di dalam masyarakat yang biasanya terjadi adalah bagaimana persoalan bersama itu bisa diselesaikan. Mengingat kepentingan setiap individu dan kelompok- kelompok masyarakat itu saling berbeda, maka harus dicari cara agar tercapai kesepakatan mengenai kepentingan dan kebutuhan bersama. Kesepakatan konsensus ini mutlak penting, sebab tanpa konsensus yang wajar, setiap keputusan akan melahirkan situasi konflik dan kondisi ketegangan dalam masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya demokrasi dalam kedua pengertian tersebut tidak memiliki perbedaan yang hakiki. Sesungguhnya inti dari keduanya sama, yaitu bahwa dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara kekuasaan dan keputusan yang diambil harus disepakati oleh warga atau rakyat. Semua bentuk kekuasaan dan keputusan yang diambil haruslah diterima dan disetujui oleh sebagian besar jika tidak bisa keseluruhan warga atau rakyat. Apabila keputusan harus diambil oleh keseluruhan rakyat maka diselenggarakan pemilu. Pemilu dengan demikian merupakan proses pengambilan keputusan. Rakyat negara atau warga masyarakat adalah gambaran kenyataan yang pluralis jamak. Masyarakat kita terdiri dari bermacam-macam suku, agama, dan asal kedaerahan dengan segala adat dan budayanya. Oleh sebab itu, untuk menjamin persatuan dan kesatuan, maka demokrasi harus ditegakkan. Dengan kata lain, demokrasi harus dibudayakan. Dibudayakan artinya dijadikan pola atau model kehidupan. Dalam pembudayaan prinsip demokrasi di Indonesia yang terpenting adalah sikap menerima dan menghargai perbedaan yang ada. Perbedaan adalah kenyataan kodrati manusia yang tidak mungkin dihindari dan dihilangkan. Perbedaan adalah berkah, apabila bangsa ini mampu menyatukan perbedaan-perbedaan itu sebagai modal dan kekayaan bersama. Sebaliknya, perbedaan akan melahirkan malapetaka jika kita semua menjadikannya sebagai jurang jarak dan sarana permusuhan. Kita disatukan oleh hak, kewajiban, tugas, peran, dan tanggung jawab yang sama, sebagai warga negara. Sebagai warga negara Indonesia kita adalah satu kesatuan dalam membangun dan mewujudkan kejayaan bangsa dan negara. Demokrasi Pancasila yang kita anut tidak membedakan diantara kita menjadi rakyat yang berasal dari mana dan berada di mana. Demokrasi sebagai pemerintahan rakyat mengakui persamaan hak dan kewajiban. Jadi dengan demikian, kita sebagai warga negara adalah sama dalam perbedaan, dan berbeda dalam persamaan. Demokrasi sebagai pemerintahan rakyat berarti rakyatlah yang memiliki kekuasaan tertinggi dan bukan kepala negara atau pejabat negara lainnya. Negara demokrasi menempatkan rakyat pada posisi yang paling menentukan. Rakyat adalah subjek bukan objek kekuasaan. Rakyat sebagai subjek demokrasi, merupakan pelaku dan penentu atas nasibnya sendiri. Pemerintah boleh berbuat apa saja asal apa yang diperbuat itu sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat, selain daripada itu tidak diperbolehkan. Pe m e rinta h a da la h Ab di Pemerintah itu siapa? Pemerintah, dalam pengertian umum, adalah mereka yang bekerja di pemerintahan. Pemerintahan itu semua kegiatan yang dilakukan oleh lembaga, badan, kantor yang mengurusi rakyat dalam negara. Jika demikian, maka pemerintah itu, ya semua orang yang pekerjaannya mengurusi atau melayani rakyat. Pemerintah dalam arti luas adalah semua pejabat negara, pejabat daerah, dan semua pegawai negeri yang ada di pemerintahan. Mereka ada yang bertugas di lembaga legislatif, di eksekutif, di yudikatif, dan lembaga-lembaga bukan departemen. Semua yang termasuk di dalamnya itu pelayan rakyat. Itulah sebabnya pemerintah adalah abdi. Seringkali kita mendengar ada ungkapan pegawai negeri adalah abdi masyarakat dan abdi negara. Lalu, rakyat itu siapa pula? Rakyat, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, adalah pemilih sah negeri ini. Singkatnya, di sini, rakyat disebut tuan. Tuan adalah majikan, pemilik kedaulatan, pemilik kekuasaan tertinggi itu. Oke, hal ini tak akan diulang lagi pembahasannya. Abdi itu, posisi yang ada dalam relasi hubungan kekuasaan yang bersifat “tuan” patron dan “hamba” klien. Sang tuan memegang kekuasaan yang besar, sedangkan si hamba sebaliknya, tak punya kuasa apa- apa. Kekuasaan hamba terbatas pada “bingkai” perintah. Intinya, ia harus memenuhi perintah tuan tanpa ditawar-tawar lagi. Konsep abdi ini berasal dari kesatuan masyarakat tradisional, seperti di kerator- keraton jaman dulu. Masyarakat Jawa mengenal istilah “abdi dalem” atau “batur” teman. Masyarakat Melayu menyebutnya “hamba” atau “hamba sahaya”. Pertanyaannya, “pemerintah” itu, kan bisa berarti “yang memerintah?” Bagaimana mungkin seorang abdi itu yang memerintah? Itu ada sejarahnya. Jaman kerajaan dulu, pegawai dan pejabat kerajaan itu, disebut “pangreh praja”. Pangreh arti lugasnya, ya tukang nyuruh-nyuruh. Kemudian istilah pangreh praja diubah menjadi “pamong praja”, artinya yang memberi perlindungan rakyat. Pegawai dan pejabat adalah pelindung rakyat. Ketika konsep abdi yang tradisional itu ditransfer ke dalam konsep modern, maka status pegawai dan pejabat negara berubah, menjadi abdi masyarakat, abdi negara. Sekarang, kita bertanya, apakah abdi kita itu, abdi yang setia, taat, dan amanah? Abdi yang amanah adalah abdi yang memandang kerja sebagai panggilan jiwa, bahkan sebagai panggilan ibadah. Ataukah sebaliknya, abdi kita itu, abdi yang kasar, culas, ingkar, munafik, arogansombong, dan suka nyeleweng? Di sini, kita sulit menjawabnya, kecuali bukti telah kita temukan.ini. “Abdi bertugas melayani dengan baik, dengan kesetiaan, dan jangan membikin tuan kecewa, apalagi marah. Pelayanan diberikan melayani dengan baik dan setia itu.” Itulah pedoman kerja pemerintah, pegawai dan pejabat negara

3. Pemerintah sebagai Pelaksana Demokrasi