Rakyat sebagai budaya demokrasi

BAB IV BUDAYA DEMOKRASI

1. Rakyat sebagai budaya demokrasi

Dalam Bab ini, kita memahami dan mampu menunjukkan budaya demokrasi, dalam pemilihan pemimpin politik dan pejabat negara, serta menerapkan demokrasi dalam masyarakat. Ada beberapa kata kunci yang harus kalian mengerti, yaitu demokrasi, budaya demokrasi, pemimpin politik, pejabat negara, dan penerapan demokrasi. Mengenai pengertian demokrasi sudah dibahas dalam Bab 1, yaitu mengenai demokrasi sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat. Undang Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UUD 1945 tidak secara tegas menyebut Indonesia sebagai negara demokrasi. Dalam UUD 1945 memakai istilah “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”. Periksa kembali pernyataan itu dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV dan kemudian ditegaskan lagi dalam pasal 1 ayat 1 dan 2. Pernyataan yuridis seperti itu tidak perlu dipersoalkan, sebab istilah demokrasi yang saat ini lebih umum dan banyak digunakan, sebenarnya adalah sebangun dengan istilah kedaulatan rakyat. Istilah berbeda tetapi hakikat maknanya sama. Negara Indonesia adalah negara republik, sehingga kedaulatan berada di tangan rakyat, dan yang seperti itu berarti demokrasi, yaitu pemerintahan ditentukan oleh rakyat. Kalian sudah paham benar bahwa demokrasi hakikatnya adalah pemerintahan rakyat, yang dalam praktiknya pemerintahan itu berasal dari rakyat, diselenggarakan oleh rakyat, dan tujuan akhirnya untuk kesejahteraan rakyat. Penegasan kembali dirasa perlu supaya kalian dapat memahami makna budaya demokrasi, yang akan dibahas dalam bab ini secara lebih mudah. Dalam pengertiannya yang paling sederhana dan mudah dipahami, istilah “budaya” dalam “budaya demokrasi”, dimaknai sebagai penerapan atau perwujudan atau pembiasaan. Inti maknanya, bahwa demokrasi perlu diterapkan atau diwujudkan atau dibiasakan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hasil akhirnya, adalah terwujudnya kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang demokratis. Agar terwujud kehidupan yang demokratis, maka diperlukan penerapan atau pengamalan nilai-nilai demokrasi dan pebiasaan atau pembelajaran berdemokrasi. Demokrasi bukanlah sekedar kata-kata yang indah ketika diucapkan atau kata-kata penghias rumusan peraturan perundangan, melainkan demokrasi yang benar-benar terwujud dalam perilaku warganegara, pemimpin politik, dan pejabat negara. Itulah budaya demokrasi yang kita harapkan bersama. Mengingat bahwa demokrasi di Indonesia dilaksanakan melalui perwakilan, maka posisi, kedudukan, dan peran para wakil- wakil rakyat sangatlah menentukan. Adapun yang disebut wakil-wakil rakyat itu adalah para pemimpin politik dan pejabat negara. Dalam negara demokrasi dengan sistem perwakilan, seperti yang berlaku di negeri kita, segala persoalan penyelenggaraan urusan negara sudah kita serahkan kepada para wakil rakyat, ketika kita memilih dalam pemilu. Kita tidak melaksanakan sendiri semua urusan negara, sebab kita sudah memilih wakil-wakil kita di dalam pemerintahan. Sehingga, menurut akal sehat, kita sebagai rakyat harus memilih wakil yang dapat dipercaya, wakil yang berkemampuan, serta wakil yang mau mendengarkan dan memperhatikan kepentingan rakyatnya. Siapakah mereka yang mewakili kita dalam pemerintahan? Apakah mereka sudah melaksanakan perintah amanat dan keinginan aspirasi kita? Bagaimana jadinya apabila wakil-wakil kita itu berkianat dan lebih mementingkan urusan dan kepentingan mereka sendiri? Apa sajakah yang akan kita lakukan jika mereka benar-benar menyelewengkan amanat yang kita percayakan? Akhirnya, bagaimana upaya yang harus dilakukan agar tidak terjadi salah pilih orang wakil, agar wakil yang terpilih benar-benar bekerja untuk rakyat? Ikutilah bahasannya dan kerjakan tugas-tugas yang disiapkan dalam Bab ini. Salah satu ciri negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum dalam jangka waktu tertentu untuk memilih wakil-wakil rakyat danatau presiden. Sejak Indonesia merdeka sampai dengan sekarang, bangsa Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum sebanyak 9 kali. Keseluruhan pemilihan umum itu adalah pemilu I tahun 1955, pemilu II tahun 1971, pemilu III tahun 1977, pemilu IV tahun 1982, pemilu V tahun 1987, pemilu VI tahun 1992, pemilu VII tahun 1997, pemilu VIII tahun 1999, dan pemilu IX tahun 2004, dan pemilu X 2009. Pemilu Kesembilan pemilu yang telah berhasil dilaksanakan itu menggunakan dasar peraturan dan cara pelaksanaan yang relatif berbeda-beda. Namun demikian, hasil akhir dari proses pemilu ke pemilu selalu sama, yaitu terpilihnya wakil-wakil rakyat yang duduk dalam pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan menurut UUD 1945, para wakil itu, ada yang duduk di lembaga legislatif, di lembaga eksekutif, dan di lembaga yudikatif. Mereka yang duduk di dalam lembaga-lembaga negara itulah yang kemudian bertanggung jawab melaksanakan pemerintahan berdasarkan tugas, fungsi, dan wewenang masing-masing. Undang- Undang Dasar 1945 secara garis besar telah mengatur tentang tugas, fungsi, dan wewenang lembaga-lembaga negara yang ada. Lembaga- lembaga negara yang menjalankan roda pemerintahan itu disebut lembaga-lembaga demokrasi. Sebab, mereka dipilih oleh rakyat dalam sistem demokrasi, yaitu pemilihan umum yang demokratis. Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR yang beranggotakan Dewan Perwakilan Rakyat DPR dan Dewan Perwakilan Daerah DPD dipilih oleh rakyat, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah dan Kepala Desa juga dipilih oleh rakyat. Dengan demikian, pemilihan umum yang terselenggara secara demokratis, dapat dinyatakan sebagai salah satu wujud budaya demokrasi. Praktik berdemokrasi tidak hanya diterapkan dalam kehidupan negara, tetapi diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Di dalam keluarga, di sekolah, dan di masyarakat juga ada pemimpin. Namun demikian, model kepemimpinan di masing-masing lembaga masyarakat itu berbeda-beda. Sebab, lembaga-lembaga itu ada yang otonom mandiri dan ada yang tidak otonom tergantung dari lembaga lain. Di dalam lembaga yang otonom, ada kecenderungan pemimpinnya dipilih oleh mereka yang menjadi anggora warga dari lembaga itu. Tentunya dikecualikan dalam keluarga, meskipun keluarga itu lembaga otonom, kepala keluarga tidak dipilih. Meskipun demikian, budaya demokrasi, cara-cara demokratis, tetap harus dijalankan dalam mengatur dan mengelola aktivitas yang ada di semua lembaga itu. Misalnya, dalam kehidupan keluarga, pemimpin keluarga tentu bukan merupakan wakil yang dipilih, tetapi kepala keluarga tidak boleh otoriter dan egois. Kepala keluarga ketika mengambil keputusan perlu mendengarkan pertimbangan-pertimbangan dari anggota keluarga lainnya. Kepala keluarga yang demokratis tidak berlaku seenaknya. Semua aspirasi dan kepentingan anggota keluarga tentu menjadi pertimbangan dalam memutuskan dan melangkah.

2. Rakyat Sebagai Pelaku Demokrasi