dan menantang, guru menjadi lebih kreatif memanfaatkan sumber belajar, murid aktif, iklim kelas ceria, menyenangkan, sehingga
muncul kerja sama dan persaingan yang sehat antar murid. Pembelajaran yang seperti ini jelas meningkatkan kadar WKA,
sehingga hasil belajar juga meningkat. Guru PKR yang ideal harus mampu berperan sebagai administrator, perancang kurikulum,
pembawa pembaharuan dan penasehat, disamping profesional serta kreatif. Itulah yang disebut difusi inovasi yaitu penyebarluasan suatu
inovasi untuk kemudian diadopsi oleh kelompok masyarakat tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi inovasi pendidikan,
antara lain :
1. Esensi inovasi itu sendiri
Inovasi termasuk inovasi pendidikan adalah suatu ide, gagasan, praktik atau objekbenda yang disadari dan diterima
sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Namun proses adopsi inovasi ini tidak datang dengan
tiba-tiba dan serentak, tapi ada tiga hal yang mempengaruhi yaitu teknologi, informasi pertimbangan ketidakpastian dan reinovasi.
Pada teknologi merupakan suatu desain aksi kegiatan yang ditempuh guna mengurangi ketidakpastian dalam hubungan
sebab akibat dari hasil yang ingin dicapai. Teknologi yang berupa perangkat keras dan lunak, termasuk didalamnya kemanfaatan
teknologi informasi merupakan difusi inovasi, karena berkaitan dengan menjawab persoalan sebagai upaya mengurangi ketidak
pastian masa depan. Sebagai misal ketika sekolah menggulirkan program
desentralisasi sekolah melalui program manajemen berbasis sekolah MBS, diperlukan suatu desain instrumen melalui
mekanisme komite sekolah dan peran kepala sekolah dengan semangat manajemen yang bercirikan keterbukaan
transparancy dan pertanggungjawaban accountability dalam
mengelola sekolah ke arah pencapaian mutu pendidikan yang lebih baik.
Dalam MBS, kewenangan bertumpu kepada sekolah, senada dengan kebijakan sekolah hal yang dipandang memiliki
tingkat efektivitas tinggi, dan diharapkan dapat memberikan keuntungan, seperti: 1 kebijaksanaan dan kewenangan sekolah
membawa pengaruh langsung kepada siswa, orang tua dan guru; 2 bertujuan memanfaatkan sumber daya lokal; 3 efektif dalam
melakukan pembinaan peserta didik, seperti : kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru
dan iklim sekolah, serta 4 adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen
sekolah, rancang ulang sekolah, perubahan perencanaan. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam memahami
konsep MBS, yaitu : a. Pengkajian konsep MBS terutama yang menyangkut kekuatan
desentralisasi dan kekuasaan atau kewenangan di tingkat sekolah. Dalam sistem keputusan, hal ini dikaitkan dengan
program dan kemampuan dalam peningkatan kinerja sekolah. b. Penelitian tentang program MBS berkenaan dengan
desentralisasi kekuasaan dan program peningkatan partisipasi local stake holders. Pendelegasian otoritas pengambilan
keputusan dalam kaitannya dengan pemberdayaan sekolah, perlu dihubungkan dengan efektivitas program.
c. Strategi MBS harus lebih menekankan kepada elemen manajemen partisipatif. Pengalaman dalam implementasi
strategi MBS yang menekankan pada kekuasaan daripada kemampuan profesional pengetahuan dan keahlian
menyebabkan kegagalan dalam menerapkan konsep MBS. Mohrman 1992 menyebutkan bahwa aspek kemampuan,
informasi, dan imbalan yang memadai merupakan elemen-
elemen yang sangat menentukan efektivitas program MBS dalam meningkatkan kinerja sekolah.
MBS bertujuan agar sekolah memiliki otonomi dan partisipasi masyarakat atau local stakeholders mempunyai
keterlibatan yang tinggi. Kekuatan model keterlibatan tinggi adalah kemampuannya memberikan kerangka dasar bahwa
setiap unsur akan dapat berperan dalam meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan kesempatan pendidikan. Dengan
asumsi unsur-unsur yang terlibat memahami dan berkontribusi terhadap keberhasilan sekolah. Menurut Roger Scott 1994,
MBS memberikan peluang kepada guru dan kepala sekolah untuk mengelola sekolah menjadi lebih efektif karena adanya partisipasi
dan rasa kepemilikan serta keterlibatan yang tinggi dalam membuat keputusan. Rasa kepemilikan terhadap sekolah yang
tinggi ini pada gilirannya akan menimbulkan sikap lebih baik dalam pemanfaatan sumber daya yang ada untuk
mengoptimalkan hasil out come. Selanjutnya konsep MBS, pengelola sekolah akan mempunyai kendali dan akuntabilitas
terhadap lingkungan sekolah. Pengelola pendidikan tingkat pusat dan dasar hanya berperan dalam melayani kebutuhan sekolah.
MBS menawarkan kebebasan kekuasaan yang besar kepada sekolah namun tetap disertai seperangkat tanggung
jawab yang harus diikul yaitu sikap accountability dengan intensitas tinggi dalam menjamin partisipasi sebagai unsur yang
berkepentingan dengan sekolah. Pelaksanaan MBS memerlukan sosok kepala sekolah yang memiliki kemampuan manajerial dan
integritas profesional yang tinggi serta demokratis dalam proses pengambilan keputusan-keputusan mendasar di sekolah. Dengan
demikian pelaksanaan MBS memerlukan perubahan sistem pengangkatan kepala sekolah berdasarkan kemampuan dan
keterampilan profesional di bidang manajemen pendidikan.
Dalam penerapan MBS, kepala sekolah adalah the key person untuk keberhasilan pelaksanaan otonomi sekolah. Dia
adalah orang yang diberikan tanggung jawab untuk mengelola dan memberdayakan sumber daya manusia dan sumber dana
yang tersedia dan dapat digali dari masyarakat dan orang tua untuk keberhasilan pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah. Oleh
sebab itu dalam implementasi MBS, kepala sekolah dituntut untuk memiliki visi dan wawasan yang luas tentang effect schools serta
kemampuan profesional yang memadai dalam bidang perencanaan, kepemimpinan, manajerial dan supervisi bidang
pendidikan. Tugas dan wewenang kepala sekolah dalam konteks MBS
adalah sebagai berikut : 1. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber daya sekolah
2. Pengembangan strategi MBS sesuai dengan visi, misi dan tujuan pengembangan sekolah
3. Menyusun rencana dan merumuskan kebijakan sekolah sesuai dengan visi, misi dan tujuan sekolah
4. Mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada dewan sekolah secara periodik.
5. Pengelolaan kurikulum dan penetapan tolok ukur penilaian kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah.
6. Mencari dan mengupayakan sumber-sumber dana untuk pembiayaan sekolah.
7. Mengupayakan pelibatan stakeholders dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan peningkatan kinerja sekolah sesuai dengan
visi, misi dan tujuan sekolah. Apabila kepala sekolah memiliki kemampuan-kemampuan
profesional yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugasnya sebagai kepala pimpinan dan penanggung jawab kegiatan
sekolah, maka hal ini memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan
yang diharapkan secara efektif. Setiap peran ataupun tugas yang harus dilaksanakan kepala sekolah menuntut sejumlah
kemampuan skill khusus yang memungkinkan kepala sekolah dapat melaksanakan tugas atau perannya secara efektif.
Secara sederhana, reinvention adalah penemuan kembali setelah melalui proses modifikasi. Reinvention ini mengacu
kepada tingkat dimana inovasi berubah atau dimodifikasi oleh penggunanya selama dalam proses adopsi dan implementasi.
Itulah sisi lain dari proses difusi, yaitu proses penyebaran inovasi. Dalam perkembangan dan proses implementasi suatu inovasi
mengalami berbagai perubahan, penyesuaian, modifikasi sehingga seolah menghasilkan temuan baru proses reinvention.
Proses penemuan kembali ini lazim dilakukan dalam inovasi pendidikan yang dilaksanakan. Misalnya, pada tahun 1980-an,
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, diuji- cobakan pendekatan pembelajaran melalui Sistem Pembinaan
Cara Belajar Siswa Aktif SP-CBSA. Pada tahun 2000, melalui program peningkatan mutu pendidikan dasar digulirkan
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan PAKEM sebagai bentuk perubahan, penyesuaian dan modifikasi dari SP-
CBSA. Program ini merupakan hasil dari proses reinvention CBSA.
Sebagai suatu konsep, CBSA merupakan konsep dalam mengembangkan keaktifan proses belajar mengajar, baik
keaktifan mengenai kegiatan guru maupun keaktifan mengenai kegiatan peserta didik. Untuk meningkatkan proses pengajaran
ini, sudah tentu guru membuat perencanaan dengan sebaik- baiknya dan melaksanakan pengajaran tersebut berdasarkan
rencana yang telah dibuat. Dengan cara demikian hasil belajar peserta didik diharapkan menjadi lebih baik dibanding dengan
pengajaran yang berpusat pada guru ataupun yang berpusat
pada peserta didik. CBSA merupakan usaha mempertemukan dua kutub ekstrim dalam pengajaran, yaitu guru aktif peserta didik
pasif atau guru pasif peserta didik aktif, sehingga terjadi keseimbangan keaktifan tersebut, baik dari pihak guru maupun
peserta didik. Sebagai suatu pendekatan, CBSA merupakan suatu upaya
yang dilakukan guru yang dimulai dengan perencanaan, pelaksanaan pembelajaran dan diakhiri dengan penilaian hasil
belajar berdasarkan konsep tertentu. CBSA mencakup pengembangan stratefi, metode dan teknik mengajar.
Pengembangan straegi merupakan siasat untuk melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang mencakup metode dan
teknik. Pengembangan metode menunjukkan bahwa mengajar itu sendiri memerlukan multi metode, sedangkan pengembangan
teknik menunjukkan bahwa pembelajaran sebagai pendekatan CBSA menuntut kejelasan cara-cara yang lebih khusus lagi,
seperti teknik bertanya, teknik penguatan, dsb. Lebih lanjut, Dimyati dan Mudjiono 1994 : 106 menyatakan
bahwa pendekatan CBSA dapat diartikan sebagai anutan pembelajaran yang mengarah pada pengoptimalisasian pelibatan
intelektual-emosional siswa dalam pembelajaran, dengan pelibatan fisik siswa apabila diperlukan. Pelibatan intelektual-
emosional fisik siswa secara optimal dalam pembelajaran diarahkan untuk membelajarkan siswa bagaimana belajar
memperoleh dan memproses perolehan belajarnya terhadap tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. Dengan
demikian sekolah dikatakan memiliki CBSA dengan baik apabila: 1 pembelajaran yang dilaksanakan berpusat pada kepentingan
peserta didik, 2 guru berperan sebagai pembimbing bagi terjadinya pengalaman belajar peserta didik, 3 tujuan
pembelajaran berorientasi pada perkembangan kemampuan
siswa secara utuh dan seimbang, 4 penyelenggaraan kegiatan pembelajaran lebih berorientasi pada kreativitas peserta didik,
dan 5 penilaian diarahkan pada kegiatan dan kemajuan peserta didik.
Telah disebutkan pada penulisan di depan bahwa selain CBSA program peningkatan mutu pendidikan dasar pada tahun
2000-an digulirkan PAKEM, merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut aktivitas, kreativitas dan kearifan guru dalam
menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan
menyenangkan Mulyasa, 2006 : 189. Pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek paedagogis,
psikologis dan didaktis secara bersamaan. Aspek paedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa pembelajaran berlangsung
dalam suatu lingkungan pendidikan dimana pembelajar harus mendampingi pebelajar menuju kesuksesan belajar atau
penguasaan sejumlah kompetensi. Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa
pebelajar pada umumnya mempunyai taraf perkembangan yang berbeda yang menuntut materi yang berbeda pula. Aspek didaktis
menunjuk pada pengaturan belajar oleh pembelajar. Dalam hal ini pembelajar harus menentukan jenis belajar yang paling berperan
dalam proses pembelajaran. Untuk kepentingan ini pembelajar harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai jenis-jenis
belajar, serta menciptakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan PAKEM.
Pembelajaran Aktif
Menurut Mulyasa 1006 : 191 pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang banyak melibatkan
aktifitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan
pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai
pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran, pembelajar harus menciptakan suasana sedemikian rupa
sehingga pebelajar aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan. Belajar merupakan suatu proses aktif
dari si belajar dalam membangun pengetahuannya Degeng, 2002, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran
ceramah pembelajar tentang pengetahuan. Apabila pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk berperan
aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakekat belajar. Peran aktif dari pebelajar sangat penting dalam rangka
pembentukan generasi yang kreatif yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan
kreativitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang
bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran dan pemecahan masalah Mulyasa, 2006 : 192. Kreatif dimaksudkan
agar pembelajar menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan pebelajar.
Pembelajaran Efektif
Pembelajaran efektif merupakan pembelajaran yang dapat menghasilkan apa yang harus dikuasai pebelajar setelah proses
pembelajaran berlangsung. Menurut pendapat Mulyasa 1006 :
193 pembelajaran dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru dan membentuk kompetensi peserta didik,
serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat tercapai dengan melibatkan pebelajar
dalam merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran serta mengevaluasi pembelajaran. Pebelajar harus dilibatkan
secara penuh agar pembelajaran dalam suasana kondusif dan bergairah serta tercapai tujuan.
Untuk mencapai pembelajaran yang efektif pebelajar dituntut keterlibatannya secara aktif karena kegiatan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi berpusat pada pebelajar. Pebelajar harus diberi motivasi untuk menafsirkan informasi yang disajikan
oleh pembelajar. Dalam rangka mencapai pemahaman yang sama terhadap materi standar perlu dilaksanakan dengan cara
diskusi, tukar pikiran serta perdebatan. Setiap materi yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman
yang ada sebelumnya. Pembelajaran efektif perlu dukungan sarana dan prasarana
yang memadai serta lingkungan yang kondusif untuk itu pembelajar harus mampu mengelola seluruh komponen
pembelajaran dengan baik mengelola pebelajar, pembelajar, tujuan pembelajaran, isi pembelajaran, metode pembelajaran,
media pembelajaran, evaluasi pembelajaran serta mampu mengelola sumber-sumber belajar dengan baik.
Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan merupakan suasana pem- belajaran yang mengkondisikan pebelajar untuk memusatkan
perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya time on task tinggi. Menurut hasil penelitian,
tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar
Sediono, dkk, 2003 : 3-4. Sedangkan menurut Mulyasa 2006 : 194 pembelajaran menyenangkan joyfull instruction merupakan
suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat sebuah kohesi yang kuat antara pembelajar dan pebelajar, tanpa ada
perasaan terpaksa atau tertekan not under pressure. Dengan kata lain pembelajaran menyenangkan adalah pola
hubungan yang baik antara pembelajar dengan pebelajar dalam proses pembelajaran. Pembelajar memposisikan diri sebagai
mitra belajar pebelajar, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan pembelajar belajar dari pebelajar. Sebagaimana
halnya yang dikemukakan Suhardjono 2002 : 12 suydah “kadaluarso” bila pembelajar mengangkap dirinya sebagai satu-
satunya sumber informasi dari bidang keilmuan yang diasuhnya. Kemajuan teknologi komunikasi menjadi informasi di luar guru
jauh lebih banyak dan lebih baru. Dengan demikian sangat dimungkinkan pebelajar lebih cepat mendapatkan informasi.
Pembelajaran yang menyenangkan harus membuat anak berani mencobaberbuat, berani bertanya, berani mengemukakan
pendapatgagasan, berani mempertanyakan gagasan orang lain. Disamping itu pembelajaran yang menyenangkan juga tidak
membuat anak takut salah, takut ditertawakan dan takut dianggap sepele.
Untuk ini semua pembelajar harus mampu merancang pembelajaran dengan baik, memiliki materi dengan tepat serta
memiliki dan mengembangkan strategi pembelajaran yang dapat melibatkan pembelajaran secara optimal.
2. Saluran Komunikasi