Penjelasan Hak Asasi Manusia dalam Terang Kitab Suci dan Aja- ran Gereja

238 Buku Guru Kelas XI SMASMK Gereja untuk memperjuangkan kaum miskin. Di samping ensiklik-ensiklik, ada pernyataan dari konferensi-konferensi para Uskup yang membahas tentang pewartaan iman untuk menanggapi tantangan kemasyarakatan dan politik dalam hubungannya dengan rakyat miskin.

8. Menyimak Kisah Beberapa Tokoh Pejuang HAM Katolik

• Guru mengajak para peserta didik untuk membaca kisah-kisah berikut ini. Ibu heresa dari Calkuta Ibu heresa dari Calkuta, begitulah ia biasanya disapa. Hidupnya secara total ia abdikan bagi Tuhan melalui karya caritatif, melayani orang-orang sakit, orang lapar dan yang tersingkirkan. Ia bersama para pengikutnya dari biara yang didirikannya “Ordo Cinta Kasih”, menelusuri lorong-lorong Calkuta yang kumuh dan mengerikan untuk menolong mereka yang menderita dan yang sekarat meregang nyawa. Ibu heresa yang ketika masa hidupnya dijuluki sebagai santa yang hidup itu berusaha mengangkat martabat kaum miskin dan menderita tanpa pamrih. Ia pun diberi predikat sebagai rasul kaum miskin dan hina-hina. Atas pengabdiannya dalam melayani sesama, Bunda heresa menerima peng- hargaan Templeton pada 1973, Nobel Perdamaian pada 1979, dan penghargaan tertinggi warga sipil India, Bharat Ratna, pada 1980. Selain itu, dia dijadikan Warga Negara Kehormatan Amerika Serikat pada 1996. Bunda heresa wafat pada 5 September 1997, dalam usia 87 tahun. Dalam sambutan pemakamannya, Nawaz Sharif, Perdana Menteri Pakistan, menyatakan, “Bunda heresa adalah seorang individu langka dan unik, yang tinggal lama untuk tujuan lebih tinggi. Pengabdian seumur hidupnya untuk merawat orang miskin, orang sakit, dan kurang beruntung, merupakan salah satu contoh pelayanan tertinggi untuk umat manusia.”Sementara mantan Sekretaris Jenderal PBB, Javier Perez de Cuellar, mengatakan, “Ia Bunda heresa adalah pemersatu bangsa. Ia adalah perdamaian di dunia ini.” Pada tahun 2003 oleh Paus Yohanes Paulus II diangkat sebagai Bunda Teresa yang berbahagia, satu langka sebelum menjadi seorang Santa. Pada tahun 2013, PBB kembali memberikan penghargaan atas jasa kemanusiaannya itu dengan menetapkan tanggal 5 September sebagai hari amal sedunia. Uskup Agung Helder Camara Uskup Agung Helder Camera dari Olinda di Brasilia terkenal sebagai uskup pelayan dan pengabdi kaum miskin. Ia mempertaruhkan segala-galanya untuk kaum miskin. Uang hadiah Nobel yang diperolehnya digunakannya untuk membeli tanah bagi kaum miskin. Ia menentang kapitalisme dan kaum penguasa kaliber internasional. Ia sering dimusuhi oleh orang yang berkuasa dan orang kaya dan rumahnya sering ditembaki oleh penembak-penembak gelap suruhan para penguasa. Akhirnya, nyawanya ia pertaruhkan demi kaum miskin. Ia mati ditembak pada saat 239 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti mempersembahkan Ekaristi Kudus di gereja persis pada saat mengucapkan kata-kata konsekrasi: “Inilah tubuh-Ku yang dikorbankan bagimu” dan “Inilah darah-Ku yang ditumpahkan bagimu.”

9. Pendalaman Kisah

• Guru mengajak para peserta didik untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan bersama. Pertanyaa-pertanyaan yang muncul sebagai berikut. a. Apa yang diperjuangkan oleh para tokoh pejuang HAM Katolik itu b. Mengapa mereka gigih memperjuang HAM di tempat karyanya masing-masing?

10. Penjelasan

• Guru memberikan penjelasan, seperti berikut. - Atas dasar harkat dan martabat manusia sebagaimana yang diajarkan dan dite- ladankan Yesus, maka Ibu heresa dan Uskup Helder Camara memperjuangkan HAM sampai akhir hayat hidupnya.

11. Menyimak Cerita tentang Upaya Gereja Katolik dalam Memperjuang- kan HAM di Indonesia

• Guru mengajak para peserta didik untuk membaca, menyimak kisah berikut ini Romo Mangunwijaya, Pr. Romo Mangun terlahir dengan nama lengkap Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, pada 6 Mei 1929 di Semarang. Ia pernah mengalami masa revolusi isik melawan Belanda untuk membebaskan negeri ini dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan rakyat. Beliau pernah bergabung ke dalam prajurit Tentara Keamanan Rakyat TKR batalyon X divisi III yang bertugas di Benteng Vrederburg, Yogyakarta. Ia sempat ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Rangkaian peristiwa hidup tersebut membuat Romo Mangun mengenal arti humanisme. Ia menyaksikan sendiri rakyat Indonesia menderita, kelaparan, terancam jiwanya, dan bahkan mati sia-sia akibat aksi militer Belanda yang mencaplok wilayah Republik. Berangkat dari pengalaman hidup inilah, Romo Mangun bertekad untuk sepenuhnya mengabdikan diri pada rakyat. Putu Wijaya, seorang dramawan dan novelis pernah bertutur, “Romo Mangun adalah seorang yang sangat dekat dengan rakyat. Dia selalu berpihak kepada mereka yang tertindas. Contohnya, kepeduliannya pada warga Kali Code dan Kedung Ombo. Perhatiannya selalu kepada rakyat sederhana, miskin, disingkirkan, dan tertindas.” Sumber: Buku “Kotak Hitam Sang Burung Manyar, Kebijaksanaan dan Kisah Hidup Romo Mangunwijaya”, oleh YSuyatno Hadiatmojo, Pr, Galang Press, Yogyakarta, 2012