Aksi Hak Asasi Manusia dalam Terang Kitab Suci dan Aja- ran Gereja

243 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

C. Budaya Kekerasan Versus Budaya Kasih

Kompetensi Dasar 1.6 Bersyukur atas adanya hak asasi Manusia, sebagai dasar panggilan untuk ikut serta menegakkan hak-hak asasi manusia. 2.6 Peduli terhadap berbagai permasalahan hak asasi manusia. 3.6 Memahami tentang hak asasi Manusia, sebagai dasar panggilan untuk ikut serta menegakkan hak-hak asasi manusia. 4.6 Melakukan aktivitas misalnya menuliskan releksidoamenyusun kliping berita atau gambar tentang perjuangan Gereja dalam menegakkan hak asasi manusia. Indikator 1. Menganalisis sebab akibat terjadinya kasus-kasus kekerasan di Indonesia. 2. Menjelaskan irman Yesus tentang kasih kepada musuh Luk 6: 27-36. 3. Menyebutkan contoh tindakan Yesus yang memperlihatkan tindakan kasih ke- pada musuh. 4. Menjelaskan perlunya keberanian untuk mengakhiri balas dendam dengan kasih. Bahan Kajian 1. Sebab dan akibat terjadinya kekerasan di Indonesia. 2. Kasih kepada musuh Luk 6: 27-36. 3. Contoh-contoh dari Yesus dan tokoh lain yang menunjukkan kasih kepada mu- suh. 4. Keberanian memerangi kekerasan dengan kasih. Sumber Belajar 1. Kitab Suci Alkitab 2. Claude Levi-Strauss. Ras dan Sejarah. Yogyakarta: LKS, 2000. 3. Dr. Hubert Muda SVD. Management Konlik. makalah seminar 4. Berita media massa tentang kekerasan 5. Pengalaman peserta didik dan guru Pendekatan Kateketis dan saintiik 244 Buku Guru Kelas XI SMASMK Sarana 1. Kitab Suci Alkitab. 2. Buku Siswa SMASMK, Kelas XI, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Waktu 3x45 menit. • Apabila pelajaran ini dibawakan dalam dua kali pertemuan secara terpisah, pelaksanaannya diatur oleh guru. Pemikiran Dasar Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu kala terkenal sebagai manusia yang ramah-tamah. Karena itu, ada syair lagu mengatakan “tak ada negeri seindah persada nusantara. Terkenal manis budi bahasa dan lemah lembut perangainya....Mereka saling mengenal dan saling menghargai hak asasi...” Namun kisah indah manusia Indonesia dalam syair lagu tersebut kini harus dikoreksi kembali. Betapa tidak, kini manusia Indonesia mudah terpicu untuk bertikai dan bahkan tidak segan-segan menggunakan kekerasan bedarah-darah. Tiada hari tanpa berita di media massa tentang kekerasan di negeri ini. Masalah-masalah yang sepele saja dapat memicu kekerasan yang besar antar kampung, antar kampus, antar sekolah, antar etnis, suku, dan agama. Bagaimana jadinya, apabila ada masalah besar? Bisa saja terjadi peristiwa killing ields di negeri ini. Fenomena kekerasan di Indonesia kini menjadi budaya, yaitu budaya kekerasan Menurut Prof. Dawam Raharjo, istilah “budaya kekerasan” adalah sebuah contradiction in terminis. Agaknya, istilah itu semula berasal dari ucapan menyindir bahwa “kekerasan telah membudaya”. Maksudnya adalah bahwa kekerasan telah menjadi perilaku umum. Frekuensi pemberitaannya di media massa mempertegas bahwa gejolaknya sangat nampak dalam masyarakat. Tindak kekerasan yang umum terjadi bisa dilakukan secara individual maupun secara kolektif atau bersama-sama. Kekerasan yang dilakukan secara kolektif lebih berbahaya dibandingkan kekerasan yang dilakukan secara individual. Karena selain jumlah pelakunya lebih banyak, juga karena efek yang ditimbulkan lebih destruktif. Tren tindak kekerasan yang dilakukan secara kolektif yang paling menonjol adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP dan Organisasi Kemasyarakatan Ormas. Dilihat dari segi dimensi maka tampak kekerasan isik dan psikologis. Sementara dari segi rupa-rupa wajah: ada kekerasan sosial, kekerasan kultural, kekerasan etnis, kekerasan gender. Analisis “teori konlik” menemukan alasan kekerasan berbagai bentuk “perbedaan kepentingan” kelompok-kelompok masyarakat sehingga kelompok yang satu ingin menguasai bahkan mencaplok kelompok lain. Analisis “fungsionalisme struktural” berpendapat bahwa hampir semua kerusuhan berdarah di Indonesia disebabkan oleh disfungsi sejumlah institusi sosial, terutama lembaga politik yang menunjang integritas Indonesia sebagai satu bangsa.